Bagaimana sejarah feminisme politik?

Gerakan feminisme secara umum merupakan suatu reaksi atas ketimpangan dan ketidakadilan yang dihasilkan oleh suatu tatanan sosial yang patriarkhi (Mustaqim, 2008:88)

Secara historis, gerakan feminisme di Barat terkait dengan lahirnya renaissance di Italia yang membawa fajar kebangkitan kesadaran baru Eropa.Pada saat itu muncullah para humanis yang menghargai manusia baik laki-laki maupun perempuan sebagai individu yang bebas menggunakan akal budinya, bebas dari pemasungan intelektual geraja.

Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan era pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Setelah Revolusi Amerika tahun 1776 dan Revolusi Perancis tahun 1792, berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan dari kalangan atas sampai kalangan bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, hak berpolitik, hak atas milik, dan hak pekerjaan. Ketika tidak memiliki hak-hak tersebut, kedudukan perempuan tidaklah sama di hadapan hukum. Menurut mereka, ketertinggalan tersebut disebabkan oleh kebanyakan perempuan masih buta huruf, miskin, dan tidak memiliki keahlian.

Karena gerakan perempuan awal ini lebih mengedepankan perubahan sistem sosial yang menghendaki perempuan diperbolehkan ikut memilih dalam pemilu.Pada tahun 1785 perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda. Kemudian tahun 1837, kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier. Pada tahun yang sama, Grimke membuat sebuah tulisan yang terkait dengan feminisme. Dalam tulisannya tersebut ia mengatakan sebagai berikut.

Kami tidak meminta untuk diistimewakan atau berusaha merebut kekuasaan tertentu. Yang sebenarnya kami inginkan adalah sederhana, bahwa, mereka mengangkat kaki mereka dari tubuh kami dan membiarkan kami berdiri tegap sama seperti manusia lainnya yang diciptakan Tuhan (Sarah Grimke, 1837)

Pada awalnya gerakan ini ditujukan untuk mengakhiri masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan.Secara umum kaum perempuan (feminim) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki (maskulin) dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik, terutama dalam masyarakat yang bersifat patriarki. Dalam masyarakat tradisional yang berorientasi agraris, kaum laki-laki cenderung ditempatkan di depan, di luar rumah. Adapun kaum perempuan ditempatkan di dalam rumah.Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Perancis pada abad XVIII yang merambah ke Amerika Serikat dan ke seluruh dunia.

Adapun fundamentalisme agama yang melakukan operasi kaum perempuan memperburuk situasi.Dilingkungan agama Kristen terjadi praktik-praktik dan khotbah-khotbah yang menunjang hal tersebut ditilik dari banyaknya gereja yang menolak adanya pendeta perempuan dan beberapa jabatan “tua” yang hanya dijabat oleh laki-laki. Gerakan feminisme berkembang pusat di Amerika setelah munculnya publikasi John Stuart Mill (1869) yang berjudul TheSubjection of Women (Broto dalam Darma, 2009:145).

Gerakan ini menandai kelahiran feminisme gelombang pertama.Menjelang abad IX, feminisme lahir, menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan-perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai keterikatan universal (universal sisterhood).

Gerakan ini memunculkan lahirnya feminisme gelombang kedua.Pada tahun 1960 bersamaan dengan munculnya negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan Eropa, menjadi awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih.Pada saat itu untuk pertama kali, perempuan diberi hak suara di parlemen, hak pilih, dan diikutsertakan dalam ranah politik kenegaraan.Perjuangan gerakan feminisme berkembang lebih luas dengan tuntutan untuk mencapai kesederajatan dan kesetaraan harkat serta kebebasan perempuan untuk memilih dalam mengelola kehidupan dan tubuhnya baik di ruang domestik maupun di ruang publik (Darma, 2009:145).

Gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helena Cixous dan Julia Kristeva.
Seratus tahun kemudian, perempuan-perempuan kelas menengah abad industrialisasi mulai menyadari kurangnya peran mereka di masyarakat.Mereka mulai keluar rumah dan mengamati banyaknya ketimpangan sosial dengan korban para perempuan.Pada saat itu benih-benih feminisme mulai muncul, meski dibutuhkan seratus tahun lagi untuk menghadirkan seorang feminisme yang dapat menulis secara teoretis tentang persoalan. Simone de Beauvoir, seorang filsuf Perancis yang menghasilkan karya pertama berjudul The Second Sex.

Dua puluh tahun setelah kemunculan buku itu pergerakan perempuan barat mengalami kemajuan yang pesat.Persoalan ketidakadilan seperti upah yang tidak adil, cuti haid, aborsi hingga kekerasan mulai didiskusikan secara terbuka (bafagih dalam http//www.averroes.or.id/thought/sejarah-gerakan-perempuan.html).

Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The FeminismeMystique yang ditulis oleh Betty Friedan membentuk organisasi perempuan bernama National Organization for Woman (NOW) pada tahun 1966 yang gemanya merambah ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundang-undangan,tulisan Betty berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) dan Equal Right Act (1964).Equal Pay Right merupakan peraturan tentang pembayaran kerja sehingga kaum perempuan dapat menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Adapun Equal Right Act merupakan peraturan tentang hak pilih yang menghendaki perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang.

Gerakan feminisme dimulai sejak akhir abad ke- 18 dan berkembang pesat sepanjang abad ke-20 yang dimulai dengan penyuaraan persamaan hak politik bagi perempuan. Tulisan Mary Wollstonecraft yang berjudul A Vindication of The Rights of Woman dianggap sebagai salah satu karya tulis feminis awal yang berisi kritik terhadap Revolusi Prancis yang hanya berlaku untuk laki-laki namun tidak untuk perempuan. Satu abad setelahnya di Indonesia, Raden Ajeng Kartini ikut membuahkan pemikirannya mengenai kritik keadaan perempuan Jawa yang tidak diberikan kesempatan mengecap pendidikan setara dengan laki-laki selain dari kritik terhadap kolonialisme Belanda. Di akhir abad 20, gerakan feminis banyak dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya banyak memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat manipulatif dan ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi, peranan hukum dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar.
Walaupun pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan tatanan hukum bersifat patriaki. Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan idiologi tersebut tidak untuk kepentingan wanita. Patriaki dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku.
Feminis menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum terhadap bertahannya hegemoni patriaki. Segala analisis dan teori yang kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan dapat secara nyata diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih kepada upaya manusia untuk bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis merupakan gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan ketidaksetaraan.

Perkembangan di Amerika Serikat[sunting | sunting sumber]
Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan pada tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) pada tahun 1966 gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) di mana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang

Gerakan feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada 1960-an menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat modern di mana memiliki struktur yang pincang akibat budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik, merupakan bukti konkret yang diberikan kaum feminis.

Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Pada tahun 1967 dibentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok “feminisme radikal” dengan membentuk Women´s Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan “Women´s Lib”. Women´s Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Pada tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya “Miss America Pegeant” di Atlantic City yang mereka anggap sebagai “pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan”. Gema ´pembebasan kaum perempuan´ ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia…

Pada 1975, “Gender, development, dan equality” sudah dicanangkan sejak Konferensi Perempuan Sedunia Pertama di Mexico City tahun 1975. Hasil penelitian kaum feminis sosialis telah membuka wawasan jender untuk dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa. Sejak itu, arus pengutamaan jender atau gender mainstreaming melanda dunia.

Memasuki era 1990-an, kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang merupakan salah satu struktur penting dalam masyarakat modern. Termarginalisasinya peran perempuan dalam institusi sains dianggap sebagai dampak dari karakteristik patriarkal yang menempel erat dalam institusi sains. Tetapi, kritik kaum feminis terhadap institusi sains tidak berhenti pada masalah termarginalisasinya peran perempuan. Kaum feminis telah berani masuk dalam wilayah epistemologi sains untuk membongkar ideologi sains yang sangat patriarkal. Dalam kacamata eko-feminisme, sains modern merupakan representasi kaum laki-laki yang dipenuhi nafsu eksploitasi terhadap alam. Alam merupakan representasi dari kaum perempuan yang lemah, pasif, dan tak berdaya. Dengan relasi patriarkal demikian, sains modern merupakan refleksi dari sifat maskulinitas dalam memproduksi pengetahuan yang cenderung eksploitatif dan destruktif.

Berangkat dari kritik tersebut, tokoh feminis seperti Hilary Rose, Evelyn Fox Keller, Sandra Harding, dan Donna Haraway menawarkan suatu kemungkinan terbentuknya genre sains yang berlandas pada nilai-nilai perempuan yang antieksploitasi dan bersifat egaliter. Gagasan itu mereka sebut sebagai sains feminis (feminist science).