Bagaimana sejarah candi prambanan ?

Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna ‘Rumah Siwa’), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan, Klaten, kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks Candi Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten.

Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.

Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, pada masa kerajaan Medang Mataram.

Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang bermakna “Brahman Agung” yaitu Brahman atau realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang kerap disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu. Pendapat lain menganggap Para Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain mengajukan anggapan bahwa nama “Prambanan” berasal dari akar kata mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna menanggung atau memikul tugas, merujuk kepada para dewa Hindu yang mengemban tugas menata dan menjalankan keselarasan jagat.

Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta; Siwagrha (Rumah Siwa) atau Siwalaya (Alam Siwa)

Candi Prambanan adalah candi yang memproyeksikan pemujaan pada Siwa. Latar belakang sejarahnya masih belum diketahui secara pasti, salah satu prasasti yang di hubungkan dengan Candi Prambanan adalah prasasti berangka tahun 856 M yang asalnya tidak diketahui dan sekarang disimpan di Musium Pusat Jakarta. Prasasti tersebut menyebutkan raja Jatiningrat yang digantikan Dyah Lokapala (Suaka Peninggalan Sejarah dan Purabakala Daerah Istimewa Yogyakarta, 1991: 7).

Menurut Casparis (1956), Candi Prambanan dibangun sekitar tahun 856 Masehi. Berdasarkan pembacaan prasasti Siwagrha yang berangka tahun berbunyi: wualang gunung sang wiku (877), diterjemahkan menjadi 778 çaka yang sama dengan 856 AD. Bangunan candi tersebut digunakan sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa, sehingga dinamakan Siwagraha.

Kalimat dalam prasasti itu berbunyi:

“…ri kāla nikang śaka bda wualung gunung sang wiku samarggaçiraçuklapaksa sawĕlas ya nā tang tithi wrĕhaspati wagai lawan ma wurukung ya nā wāra weh yatekana těwěk bhatara ginawai sinangskāra weh huwus nikana tang çiwālaya samāpta dwiyottama…dst.” (Widari, 1985: 5).

arti dari kalimat dalam prasasti tersebut diatas adalah sebagai berikut:

“…Pada saat tahun saka 778, pada bulan margasira paro terang, tanggal ke sebelas, hari Kamis Wage dan Wurukung adalah hari dimana rumah dewa siwa telah diselesaikan… dst. (Widari, 1985: 6).

Prasasti ini memuat dengan lengkap sebuah kompleks bangunan suci agama siwa yang sama dengan gambaran Candi Prambanan.

Candi Prambanan dibuat pada masa pemerintahan Rakai Pikatan. Menurut Boechari (1975), tahun 823 Masehi, Rakai Patapan Pu Palar (Mungkin sekali ayah Rakai pikatan) melepaskan diri dari kekuasaan Syailendra, dengan demikian mulai surutlah kekuasaan Syailendra. Dinasti Syailendra berupaya mempertahankan keturunannya dengan mengambil Rakai Pikatan sebagai menantu. Rakai Pikatan dikawinkan dengan Pramodawardhani. Perkawinan ini ditentang oleh adik Pramodawardhani yaitu Balaputradewa. Balaputradewa berusaha merebut kekuasaaan, tetapi dapat dikalahkan oleh Rakai Pikatan. Kemenangannya Rakai Pikatan diperingati dengan membangun sebuah candi untuk kerajaan. Candi itu didirikan pada tahun 856 M, dan sekarang dikenal dengan nama Candi Loro Jonggrang atau Candi Prambanan (Widari, 1985: 6).

Menurut Casparis, prasasti Siwagrha memberikan tiga hal penting:

  • Pertama bahasanya merupakan contoh prasasti tertua yang berangka tahun dengan bahasa Jawa kuno.
  • Kedua, isinya memuat bahan-bahan atau peristiwa-peristiwa sejarah yang sangat penting dari pertengahan abad IX M.
  • Ketiga, disebutkan secara rinci tentang gugusan candi (Ibrahim, 1996:2).

Casparis membagi prasasti ini menjadi dua bagian berdasarkan isinya. Bagian yang pertama berkaitan dengan pendirian suatu bangunan suci, dan bagian yang kedua berhubungan dengan peresmian serta penetapan tanah perdikan. Pada bagian pertama dari isi prasasti dipertoleh keterangan bahwa setelah keadaan dalam situasi tenang dan damai, sang raja memerintahkan pembangunan sebuah dharma. Dharma dalam kaitan ini diduga suatu gugusan candi dalam artian yang luas. Selanjutnya dikatakan bahwa pusat gugusan candi itu mempunyai tembok atau pagar keliling sendiri. Penjaga-penjaga pintu berupa dwarapala yang tampak sangat menakutkan.

Pada pintu gerbang terdapat dua buah bangunan kuil, sedangkan sejumlah bangunan-bangunan kecil lain tampak indah, juga digunakan sebagai pertapaan. Di sebelah timur candi induk terdapat pohon Tanjung Ki Muhur, yang baru satu tahun umurnya, tetapi sangat cepat tumbuhnya, sedangkan keindahannya sangat luar biasa hampir menyerupai pohon dewata. Pada pohon inilah para dewa turun dan dahan-dahannya yang rindang merupakan payung bagi para dewa.

Bangunan kecil yang berderet-deret dan bersap-sap mengitari candi induknya, bentuknya sama, tingginya sama, demikian pula maksudnya (ditujukan untuk keyakinan y ang sama). Sedangkan dasarnya pun sama, yaitu pemikiran yang sama. Perbedaan hanya jumlah pada masing-masing deretan (Moertjipto, 1991a: 26-27).

Selanjutnya diceritakan (pada bagian kedua menurut pembagian Casparis) bahwa pada hari kamis wage tanggal 11 bulan Margasirsa tahun çaka 778 (=856 M) bangunan kuil selesai dan diresmikan (kata-kata pada akhir bait 24: yatekana teweh bhatara ginawai sinangskara weh).

Setelah kuil Siwa (Siwalaya) itu selesai seluruhnya dengan kemegahannya yang menakjubkan, dialihkanlah aliran sungai sehingga airnya menyusuri sisi-sisi halaman candinya. Kemudian ditetapkan atau diresmikan juga tanah yang menjadi batas percandian itu, ditetapkan sawah-sawah yang menjadi sawah dharma bagi kuil Siwa itu (Siwagrha).

Upacara peresmian ditutup dengan penetapan para petugasnya, yaitu para pendeta yang bertugas melayani sang Dewa dengan pemujaan dan memepersembahkan sesaji serta menjaga kuil. Diumumkan pernyataan bahwa Sima yang telah siap itu hendaknya tetap menjadi Sima, demi Sang Bharata. Mereka yang menjadi petugas, setiap hari melakukan pemujaan, tidak boleh melalaikan pekerjaan dan tidak boleh sekali-kali mengabaikan perintah-perintah sang dewa. Para petugas yang melalaikan tugas-tugasnya akan dilahirkan kembali terus menerus di dalam neraka (Moertjipto, 1991a: 27-28).

Keterangan tentang gugusan-gugusan candi yang terletak didekat sungai seperti dijelaskan pada prasasti, mengingatkan pada gugusan Candi Prambanan dengan sungai Opak disebelah baratnya. Sungai Opak diperkirakan pernah dibelokan arahnya, yaitu antara desa Kelurak dan Bogem, hal ini sesuai dengan keterangan prasasti yang menyebutkan adanya pengalihan aliran sungai untuk kepentingan pengairan candi.

Bekas pertirtaan sulit dicari apabila tempat pemandian suci itu harus mendapatkan air dari sungai Opak. Menurut Casparis mungkin sekali pertirtaan itu harus dicari di luar tembok keliling halaman kedua, di dalam lingkungan tembok keliling ketiga.

Pada halaman ketiga terdapat sejumlah bangunan (dari kayu) yang dalam prasasti tersebut disebut panti tinapan atau tempat tinggal pertapaan dari para pertapa. Keterangan ini sekaligus memberi penjelasan mengapa tembok keliling ketiga dari gugusan Candi Prambanan tidak sejajar arahnya dengan adanya pertirtaan tersebut, dapat disebutkan bahwa disebelah timur gugusan candi terdapat pula bekas telaga, yang berupa tanah lapang lebih rendah letaknya dan sekarang masih bernama desa Telaga (Tlogo) (Ibrahim, 1996: 4-5).

Bentuk bangunan Candi Prambanan seperti halnya candi-candi lainnya merupakan tiruan gunung Mahameru sebagai tempat bersemayam para dewa yang sebenarnya (Soekmono, 1988: 84).

Demikian pula jenis- jenis hiasan yang dipahatkan menggambarkan keadaan atau alam gunung Mahameru tersebut. Secara vertikal bangunan candi dibagi menjadi tiga bagian dimana bangunan terdiri dari tiga bagian: kaki candi, tubuh candi dan atap candi (Asmito, 1988: 112). Secara fungsional ketiga bagian candi saling berhubungan, hubungan ini terlihat jelas pada waktu diadakan upacara keagamaan. Dalam upacara keagamaan, dewa yang dipuja diturunkan dari atas kemudian bersemayam di dalam bilik candi yang dijiwai oleh zat-zat yang terangkat dari bawah candi (peripih yang ditanam disumuran candi) (Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta, 1991:35).

Candi pada umumnya dibuat dengan tehnik susun timbul (Stapel Bouw) artinya bangunan itu didirikan lapis demi lapis dengan batu makin keatas semakin mengecil, sehingga tekanan berat pada bagian atas menjadi makin kecil pula, akhirnya bertumpu pada satu pot batu sebagai puncak bagian tersebut. Batu yang digunakan adalah batu andesit yang digunakan yang diperoleh dari kali. Candi-candi di Jawa Tengah semuanya dibuat dari batu kali, sedangkan candi di Jawa Timur sebagian besar terbuat dari batu bata (Bastomi, 1982; Waluyarsih, 1993: 12).

Candi Prambanan terdiri dari tiga halaman memusat yaitu: halaman luar pagar keliling berukuran 390 m X 390 m, halaman tengah 222 m X 222 m dan halaman pusat dengan pagar keliling berukuran 110 m X 110 m.

Ketiga halaman tersebut dihubungkan dengan gapura yang terletak pada bagian tengah dari keempat sisi masing-masing pagar keliling (Bidang Permuseuman Dan Kepurbakalaan, 1994:100). Halaman luar pagar keliling tidak diisi dengan satu candi pun. Pada halaman tengah terdapat 224 Candi Pewara yang disusun menjadi empat deret.

  • Deret I terdapat 68 candi perwara,
  • Deret II terdapat 60 candi pewara,
  • Deret III terdapat 52 candi pewara dan
  • Deret IV terdapat 44 candi pewara.

Halaman pusat terdapat 16 candi yaitu Candi Siwa sebagai candi induk, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Nandi, Candi Wahana A dan B, dua Candi Apit, empat Candi Kelir dan empat Candi Sudut.

Secara keseluruhan terdapat 240 candi pada kompleks Prambanan.

Pada Halaman pusat sebelah barat berdiri Candi Siwa yang tingginya mencapai 47 meter. Disebelah selatan terdapat Candi Brahma dan di sebelah utaranya berdiri Candi Wisnu. Candi Siwa, Candi Brahma dan Candi Wisnu berada pada satu baris berderet dari utara ke selatan, sedang di depan masing- masing candi ini ada tiga buah candi yang ukurannya lebih kecil, candi yang dimaksud adalah Candi Wahana.

Dalam Candi Wahana, masing-masing terdapat patung Lembu Nandi, Garuda dan Angsa yang merupakan kendaraan bagi masing-masing dewa Trimurti.

Candi-candi di kompleks Prambanan dihiasi dengan berbagai motif-motif ornamen yang beraneka ragam. Motif pada Candi Prambanan dapat di kelompokkan menjadi motif flora dan fauna, motif mahluk khayangan, motif kala makara dan motif Prambanan (Bidang Permusiuman Dan Kepurbakalaan, 1994:103).

Motif Prambanan terdiri dari seekor singa dalam relung di tengah diapit oleh dua pohon kalpataru (pohon yang dapat mengabulkan keinginan orang), pohon ini diapit lagi oleh sepasang kinara-kinari, yaitu mahluk yang kepalanya serta bagian atas badannya adalah manusia sedangkan bagian bawahnya berupa burung. Semua kinara-kinari nampak seperti pasangan muda, kecuali satu kinara yang ada di dinding Candi Wisnu, yang digambarkan berjenggot dan bertutup kepala pertapa, mungkin ini merupakan potret guru pemahatnya (Sulaiman, 1981: 22).

Candi Prambanan memilki relief cerita Ramayana yang dipahatkan pada pagar langkan bagian dalam Candi Siwa dan Candi Brahma. Relief Ramayana terbagi dalam panel-panel yang masing-masing berjumlah 24 dan 30 panel. Setiap panel dipisahkan oleh pahatan pilaster dan sebuah panel kadang-kadang memuat lebih dari satu adegan.

Candi Prambanan di temukan pada tahun 1733 Masehi oleh seorang berkebangsaan Belanda yang bernama C. A Lons (Moertjipto, 1991a: 16). Candi Prambanan dilaporkan merupakan reruntuhan batu yang ditumbuhi rumput dan pepohonan. Runtuhnya candi-candi di Jawa Tengah termasuk Candi Prambanan diperkirakan karena terjadi letusan gunung berapi yang menimbulkan bencana dan kerusakan. Van Bemmelen seorang geolog, menghubungkan malapetaka yang menimpa kerajaan Mataram di Jawa Tengah dengan prasasti Pucangan.

Prasasti yang di temukan di Jawa Timur tersebut antara lain berisi tentang terjadinya pralaya pada tahun 1016 M, yang oleh Bemmelen peristiwa pralaya itu dihubungkan dengan letusan gunung Merapi yang mengakibatkan longsornya lereng bagian barat. Menurut Bemmelen, bencana yang disebabkan oleh Merapi terjadi beberapa kali termasuk yang terjadi pada tahun 1584 M (Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta, 1991: 5).

Tahun 1885 reruntuhan ini dibersihkan oleh YZerman yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Groeneman. Pembersihan ini dilakukan secara besar-besaran tetapi batu-batu candi hanya ditumpuk di sungai Opak (Bidang Permusiuman Dan Kepurbakalaan, 1994: 102).

Pekerjaan pembinaan baru dilakukan tahun 1902 oleh Van Erp, dengan memperbaiki bagian-bagian Candi Siwa yang hampir runtuh dan menempatkan kembali beberapa bagian bangunan candinya. Usaha Van Erp telah menimbulkan keinginan untuk melakukan pembinaan pada candi-candi lainnya yang berada pada kompleks ini, dibuktikan dengan pembinaan terhadap Candi Brahma dan Candi Wisnu pada periode berikutnya (Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta, 1991: 6).

Tahun 1918 pemugaran Candi Prambanan dilanjutkan lagi, khususnya Candi Siwa, yang ditangani oleh suatu lembaga yang bernama Jawatan Purbakala (oudheid kundigedienst), di bawah P. J Perguin dimulai kegiatan memilih batu-batu yang ditumpuk dan selama delapan tahun berhasil menyelesaikan susunan percobaan Candi Siwa yang meliputi: dinding tubuh 4 sisi, atap undak 1 sampai 5, kemuncak candi dan pagar langkan. Berdasarkan keputusan panitia restorasi, ditunjuklah De Haan sebagai pimpinan pekerjaan menggantikan P.J Perguin pada tahun 1926, tetapi pekerjaannya tidak bertahan lama, pada tahun 1930 De Haan meninggal dunia setelah itu pada tahun 1931 pimpinan pekerjaan dipercayakan pada Ir. V. R Van Romondt ( Moertjipto, 1991a: 17).

Van Romondt disamping melanjutkan usaha pembinaan pada Candi Siwa, ia berhasil menyusun percobaan Candi Brahma dan Candi Wisnu yang selesai tahun 1933. Pekerjaan penelitian Candi Siwa selesai pada tahun 1937 dan siap dilanjutkan dengan pekerjaan pembinaan kembali yang direncanakan selesai dalam waktu 7 tahun. Situasi pendudukan Jepang tidak memungkinkan pembinaan selesai pada waktunya apalagi perang kemerdekaan tahun 1948, pembinaan kembali Candi Siwa yang baru mencapai pertengahan tubuh atap tingkat 4 kurang lebih setinggi 35, 25 meter terpaksa dihentikan untuk sementara (Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta, 1991: 6).

Setelah itu tanggal 20 desember 1953 Candi Siwa selesai dipugar dan diresmikan oleh presiden pertama Repuiblik Indonesia yang pertama yaitu Ir. Soekarno. Pekerjaan pemugaran semakin ditingkatkan, tahun 1954 sebuah candi perwara No II/1 selesai dipugar.

Tahun 1960 gapura utara pagar tembok keliling pertama Candi Prambanan selesai.

Bulan April 1977 pemugaran Candi Brahma dimulai dengan dana APBD Proyek Pemugaran Dan Pemeliharaan Sejarah Dan Purbakala DIY.

23 Februari 1986 selesai oleh Direktur Libinjarah Uka Tjandrasasmita ditandai dengan pemasangan kamuncak, baru diresmikan pada bulan Maret 1987 oleh Dirjen Kebudayaan Prof. Dr Haryati Soedibyo (Moertjipto, 1991a:21-22)