Bagaimana sejarah Antropologi Hukum?

Antropologi hukum

Antropologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahua hukum yang mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya, baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada masyarakat yang mengalami modernisasi.

Antropologi hukum merupakan salah bidang ilmu hukum yang masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat luas. Orang lebih mengenal antropologi sebagai bidang ilmu yang dekat dengan peristiwa sejarah dan budaya dan karena itu tidak mungkin memiliki kaitan dengan ilmu hukum. Namun inilah hukum, bidang ilmu yang sangat luas dan mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia.

Awal 1970-an dapat dicatat sebagai formulasi dari perkembangan pendidikan ilmu hukum empiris dengan menggunakan pendekatan sosiologis untuk mengkaji fenomenafenomena hukum dalam masyarakat sedang berkembang di Indonesia, yang dikenal kemudian sebagai disiplin sosiologi hukum (sociology of law). Nama-nama akademisi hukum seperti Soerjono Soekanto (alm.) dari UI, Satjipto Rahardjo dari UNDIP, dan Sutandyo Wignyosubroto dari UNAIR dapat dicatat sebagai para perintis pengenalan mata kuliah sosiologi hukum di fakultas-fakultas hukum di Jawa.

Kemudian, sejak warsa 1980-an dunia pendidikan ilmu hukum di Indonesia semakin diperkaya dengan pengenalan studi-studi hukum empiris dengan menggunakan pendekatan antropologis. Untuk ini, T.O. Ihromi dan Valerine J.L. Kriekhoff dari UI bekerjasama dengan F. von Benda-Beckmann dari Wageningen Agriculture University the Netherlands dapat dinobatkan sebagai peletak dasar studi-studi antropologis tentang hukum yang kemudian dikenal sebagai antropologi hukum (anthropology of law,legal anthropology, anthropological study of law). Makalah bersahaja ini mencoba untuk memberi pemahaman mengenai antropologi hukum sebagai bidang studi ilmu hukum empiris, dengan berfokus pada awal pemikiran studi-studi antropologis tentang hukum, pengembangan konsep hukum dalam studi antropologi hukum, perkembangan tematema kajian antropologi hukum, metodologi antropologi hukum, dan diskusi tema kemajemukan hukum dalam studi antropologi hukum.

Dari optik ilmu hukum, antropologi hukum pada dasarnya adalah sub disiplin ilmu hukum empiris yang memusatkan perhatiannya pada studi-studi hukum dengan menggunakan pendekatan antropologis. Kendati demikian, dari sudut pandang antropologi, sub disiplin antropologi budaya yang memfokuskan kajiannya pada fenomena empiris kehidupan hukum dalam masyarakat secara luas dikenal sebagai antropologi hukum.[3] Antropologi hukum pada dasarnya mempelajari hubungan timbalbalik antara hukum dengan fenomena-fenomena sosial secara empiris dalam kehidupan masyarakat; bagaimana hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat, atau bagaimana hukum bekerja sebagai alat pengendalian sosial (social control) atau sarana untuk menjaga keteraturan sosial (social order) dalam masyarakat. Dengan kata lain, studi-studi antropologis mengenai hukum memberi perhatian pada segi-segi kebudayaan manusia yang berkaitan dengan fenomena hukum dalam fungsinya sebagai sarana menjaga keteraturan sosial atau alat pengendalian sosial (Pospisil, 1971:x, 1973:538; Ihromi, 1989:8).
Karena itu, studi antropologis mengenai hukum secara khusus mempelajari prosesproses sosial di mana pengaturan mengenai hak dan kewajiban warga masyarakat diciptakan, dirobah, dimanipulasi, diinterpretasi, dan diimplementasikan oleh warga masyarakat (F. von Benda-Beckmann, 1979, 1986).

Awal pemikiran antropologis tentang hukum dimulai dengan studi-studi yang dilakukan oleh kalangan ahli antropologi dan bukan dari kalangan sarjana hukum. Awal kelahiran antropologi hukum biasanya dikaitkan dengan karya klasik Sir Henry Maine yang bertajuk The Ancient Law yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1861. Ia dipandang sebagai peletak dasar studi antropologis tentang hukum melalui introduksi teori evolusionistik (the evolusionistic theory) mengenai masyarakat dan hukum, yang secara ringkas menyatakan: hukum berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan masyarakat, dari masyarakat yang sederhana (primitive), tradisional, dan kesukuan (tribal) ke masyarakat yang kompleks dan modern, dan hukum yang inherent dengan masyarakat semula menekankan pada status kemudian wujudnya berkembang ke bentuk kontrak (Nader, 1965; Roberts, 1979; Krygier, 1980; Snyder, 1981).

Tema kajian pada fase awal studi-studi teoritis mengenai hukum dengan pendekatan antropologis lebih difokuskan pada fenomena hukum dalam masyarakat bersahaja (primitive), tradisional (traditional), dan kesukuan (tribal) dalam skala evolusi bentuk-bentuk organisasi sosial dan hukum yang mengiringi perkembangan masyarakat manusia. Sedangkan, metode kajian yang digunakan untuk memahami fenomena hukum dalam masyarakat adalah apa yang dikenal sebagai armchair methodology, yaitu metodologi untuk memahami hukum dalam perkembangan masyarakat melalui kajian-kajian yang dilakukan di belakang meja, sambil duduk di kursi empuk, dalam ruangan yang nyaman, dengan membaca dan menganalisis sebanyak mungkin documentary data yang bersumber dari catatan-catatan perjalanan para petualang atau pelancong, dari laporan-laporan berkala dan dokumen resmi para missionaris, pegawai sipil maupun para serdadu pemerintah kolonial dari daerah-daerah jajahannya (F. von BendaBeckmann, 1989).

Pada awal abad ke-20 metode kajian hukum dari belakang meja mulai ditinggalkan, dan mulai memasuki perkembangan metode studi lapangan (fieldwork methodology) dalam studi-studi antropologis tentang hukum. Karya Barton, misalnya, yang berjudul Ifugao Law yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1919 merupakan hasil dari fieldwork yang intensif dalam masyarakat suku Ifugao di Pulau Luzon Philipina. Kemudian, muncul karya Malinowski berjudul Crime and Custom in Savage Society yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1926 adalah hasil studi lapangan yang komprehensif dalam masyarakat suku Trobrian di kawasan Lautan Pasific, dan seterusnya sampai sekarang metode fieldwork menjadi metode khas dalam studi-studi antropologi hukum.

Tema-tema kajian yang dominan pada fase awal perkembangan antropologi hukum berkisar pada pertanyaan-pertanyaan : apakah hukum itu ? apakah ada hukum dalam masyarakat yang bersahaja, tradisional, dan kesukuan ?; bagaimanakah hukum berujud dan beroperasi dalam kehidupan masyarakat ? Pada dekade tahun 1940-an sampai 1950-an tema-tema kajian antropologi hukum mulai bergeser ke mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa dalam masyarakat sederhana. Karya klasik dari Llewellyn dan Hoebel bertajuk The Cheyenne Way (1941) merupakan hasil studi lapangan kolaborasi dari seorang sarjana hukum dengan ahli antropologi dalam masyarakat suku Cheyenne (suku Indian) di Amerika Serikat.

Kemudian, Hoebel mempublikasikan The Law of Primitive Man (1954), disusul dengan karya Gluckman mengenai hukum orang Barotse dan Lozi di Afrika, karya Bohannan mengenai hukum orang Tiv, karya Gulliver mengenai hukum orang Arusha dan Ndendeuli. Karya Fallers mengenai hukum dalam masyarakat suku Soga, dan karya Pospisil tentang hukum orang Kapauku di Papua. Fase perkembangan tema studi antropologi hukum ke arah mekanisme-mekanisme peneyelesaian sengketa seperti disebutkan di atas disebut oleh F. von Benda-Beckmann (1989) sebagai fase the anthropology of dispute settlements. Pada dekade tahun 1960-an tema studi-studi antropologi lebih memberi perhatian pada fenomena kemajemukan hukum atau pluralisme hukum. Tema pluralisme hukum pertama-tama difokuskan pada kemajemukan cara-cara penyelesaian melalui mekanisme tradisional, tetapi kemudian diarahkan kepada mekanisme dan institusi penyelesaian sengketa menurut hukum pemerintah kolonial dan pemerintah negara-negara yang sudah merdeka. Karya Bohannan, Gluckman, dan Gulliver misalnya, tidak secara sistematis memberi perhatian pada eksistensi mekanisme dan institusi penyelesaian sengketa menurut hukum kolonial dan hukum negara-negara sedang berkembang.

Sejak tahun 1970-an tema studi-studi antropologi hukum secara sistematis difokuskan pada hubungan antar institusi-institusi penyelesaian sengketa secara tradisional, neo-tradisional, dan menurut institusi hukum negara. Karya Nader dan Todd (1978) misalnya, memfokuskan kajiannya pada proses, mekanisme, dan institusi-institusi penyelesaian sengketa di komunitas masyarakat tradisional dan modern di beberapa negara di dunia, melalui Berkeley Village Law Projects, menjadi karya yang memperlihatkan kecenderungan baru dari topik-topik studi antropologi hukum. Publikasi lain yang perlu dicatat adalah mekanisme penyelesaian sengketa di kalangan orang Togo di Afrika karya van Rouveroy van Nieuwaal, kemudian karya F. von BendaBeckmann (1979) dan K. von Benda-Beckmann (1984) yang memberi pemahaman tentang penyelesaian sengketa harta warisan di kalangan orang Minangkabau menurut pengadilan adat dan di pengadilan negeri di Sumatera Barat.

Fase selanjutnya studi pluralisme mekanisme penyelesaian sengketa mulai ditinggalkan, dan mulai diarahkan kepada studi-studi pluralisme hukum di luar penyelesaian sengketa. Karya Sally F. Moore (1978) misalnya, mengenai kemajemukan hukum agraris dalam kehidupan suku Kilimanjaro di Afrika, dan mekanisme dalam proses produksi pabrik garment terkenal di Amerika dapat dicatat sebagai perkembangan baru studi pluralisme hukum. Kemudian, studi-studi pluralisme hukum mulai difokuskan pada mekanisme jaminan sosial (social security), pasar dan perdagangan, mekanisme irigasi pertanian, institusi koperasi dan perkreditan di daerah pedesaan di negara-negara sedang berkembang. Studi-studi ini dikembangkan oleh AgrarianLawDepartmentWageningenAgricultureUniversity. Fase perkembangan tema pluralisme hukum yang menyoroti topik-topik penyelesaian sengketa maupun non penyelesaian sengketa, interaksi antara hukum negara, hukum rakyat, atau dengan hukum agama disebut oleh F. von Benda-Beckmann (1989) sebagai fase the anthropology of legal pluralism. Kecenderungan yang berkembang sejak tahun 1970-an adalah penggunaan pendekatan sejarah dalam studi-studi antropologi hukum. Studi yang dilakukan Moore (1986), Snyder (1981), F. von Benda-Beckmann (1979), K. von Benda-Beckmann (1984) misalnya, secara eksplisit menggunakan kombinasi dimensi sejarah untuk menjelaskan interaksi institusi hukum negara (state law) dengan hukum rakyat (folk law) dalam kajian pluralisme hukum penyelesaian sengketa.