Bagaimana Sejarah Agama Islam Masuk ke Iran?

Dalam bahasa Indonesia sejarah babad, hikayat, riwayat, atau tambo dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah.

Bagaimana sejarah agama islam masuk ke Iran?

Peradaban awal utama yang terjadi pada daerah yang sekarang menjadi negara Iran, adalah peradaban kaum Elarnit, yang telah bermukim di daerah Barat Daya Iran sejak tahun 3000 SM. Pada tahun 1500 SM suku Arya mulai bermigrasi ke Iran. Suku utama dari bangsa Arya, suku Persia dan suku Medes, bermukim di Iran. Satu kelompok bermukim di daerah Barat Laut dan mendirikan kerajaan Media. Kelompok yang lain hidup di Iran Selatan, daerah yang kemudian oleh orang Yunani disebut sebagai Persis-vang menja­di asal kata nama Persia. Bagaimanapun juga, baik suku bangsa Medes maupun suku bangsa Persia menyebut tanah air mereka yang baru sebagai Iran, yang berarti “tanah bangsa Arya”.

Pada tahun 600 SM suku Medes telah menjadi penguasa Persia. Sekitar tahun 550 SM bangsa Persia yang dipimpin oleh Cyrus menggulingkan kerajaan Medes dan membentuk dinasti mereka sendiri (Kerajaan Achaemenid). Pada tahun 539 SM, masih dalara periode pemerintahan Cyrus; Babylonia, Palestina, Syria dan seluruh wilayah Asia Kecil hingga ke Mesir telah menjadi bagian dari Kerajaan Achaemenid. Daerah kekuasaan kerajaan ini membentang ke arah barat hingga ke wilayah yang sekarang disebut Libya, ke arah timur hingga yang sekarang disebut seba­gai Pakistan, dari Teluk Oman di Selatan hingga Laut Aral di Utara. Lembah Indus juga merupakan bagian dari Kerajaan Achaemenid. Seni budaya Achaemenid memberikan pengaruh pada India, dan bahkan kemu­dian dinasti Maurya di India dan pemimpinnya Asoka sangat terimbas dengan pengaruh Achaemenid. Namun pada pada tahun 1331 SM Alexander dari Ma­cedonia menaklukkan kerajaan tersebut.[7] Penaklukan keseluruhan kerajaan Achaemenid oleh Alexander dianggap sebagai sebuah tragedi besar oleh bangsa Iran ketika itu. Demikian seterusnya yang pada akhirnya orang Persia kembali memerintah Persia, dan mendirikan kerajaan Ikhaniyah. Demikian seterusnya dan sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa masa-masa selanjutnya berdiri Kerajaan Safawi. Sejak berdirinya Kerajaan Safawi, daratan tinggi dan kawasan sekitar Iran dikuasainya.

Dapat dipahami bahwa Kerajaan Safawi adalah penganut paham Syi’ah, praktis bahwa sejak itu negeri Iran menjadi negara Syi’ah. Dalam hal ini, Iran menjadi negara Syi’ah Itsna Asyariah. Pada periode Safawi, ulama tampil sebagai kekuatan sosial penting. Namun setelah kerajaan ini runtuh, tahun 1722, berdiri lagi Dinasti Zand meskipun tidak lama (1750-1779), yang kemudian digantikan Dinasti Qajar (1785-1925), dan di mana itu kekuasaan ulama kian penting pada era Qajar.[8] Setelah Qajar, berdiri rezim Pahlawiyah, dan pada akhir abad ke-19, ulama menjadi pelaku utama dalam gerakan dan lembaga sosial negeri ini yang pada gilirannya terbentuklah Republik Iran.
Sejak masa lalu sampai berdirinya Kerajaan Safawi, Iran dikenal dengan nama Persia, dan dalam sejarah dikatakan bahwa pada tahun 1935 berubah nama menjadi Iran. Kemudian setelah terjadi revolusi tahun 1979 sebagaimana data di atas berganti nama menjadi Republik Islam Iran, yakni Islamic Republik of Iran, atau al-Jumhuria al-Islamia Iran, dan bila diperhatikan peta dunia, peta tersebut menunjukkan bahwa Iran menjadi negara terbesar kedua di Timur Tengah setelah Saudi Arabia.

Berdirinya Iran tentu juga dimulai dengan sejarah yang panjang, di mana terjadi pergolakan antara negara (penguasa) dengan ulama. Antara tahun 1992 dan 1905, sekalipun sebagian ulama menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Qajar, namun peran ulama tidaklah signifikan. Sebab ketika itu, kerajaan bisa dikatakan dibawa kendali Rusia. Pengkaburan antara pemerintahan konstitusional dan instusi keagamaan terjadi. Saat itu, instituusi Islam di pemerintahan merupakan perwakilan yang tidak berkuasa mutlak. Dengan begitu, mengantarkan ulama membentuk sebuah koalisi dengan kalangan liberal, dan kaum pedagang untuk menentang Kerajaan Qajar.Akhirnya pada tahun 1906 dilaksanakan sidang keanggotaan konstituante,dan keanggotaan tersebut telah mencerminkan sebuah koalisi antara kalangan ulama, pedagang, dan kelompok liberal, menciptakan konstitusi yang secara resmi berlaku sampai tahun 1979. Konstitusi baru tersebut mendudukkan Sang Shah di bawah parlemen Parlementer, dan menyatakan secara tegas Islam sebagai agama Resmi Iran. Hal inilah yang kemudian menuntut pemerintah untuk memberlakukan syariat Islam, dan membentuk komite (majelis) ulama yang bertugas mengevaluasi komformitas perundangan baru dengan hukum Islam.

Pada awal abad ke-19, ulama telah memiliki peran yang dianggap signifikan dalam pemerintahan Iran. Revolusi Konstitusi Iran terjadi tahun 1905-1906 ini berhasil mengakhiri kekuasaan absolut raja, hal ini disebabkan oleh timbulnya protes dari para pedagang dan kaum ulama terhadap menguatnya pengaruh barat, munculnya tuntutan atas dirombaknya tradisional dan terjadinya fragmentasi di kalangan penguasa Qajar sendiri.Revolusi Konstitusional ini merupakan hasil suatu persekutuan antara kaum pedagang Bazaar, ulama, cendekiawan, bangsawan pemilik tanah dan sejumlah kepala suku. Mereka kemudian terwakili di dalam Majelis (parlemen), sebuah badan yang dibentuk setelah terjadinya Revolusi ini, dan ikut menjalankan roda pemerintahan bersama raja.

Namun pada akhirnya, pada tahun 1907 dan 1908, Shah menggunakan Brigade Cossak untuk membubarkan parlemen, dan akhirnya pada tahun 1909-1911 ulama terpecah, dan cita-cita mewujudkan pemberlakukan syariat Islam belum terwujud sepenuhnya, apalagi ketika itu, Rusia kembali mencampuri urusan dalam negeri Iran. Demikian seterusnya, hingga terjadi perang dunia I, maka antara tahun 1911 sampai tahun 1925, Rusia menguasai Iran bagian Utara, dan Inggris menguasai Iran bagian Selatan. Sejak itu , Iran mengalami kemunduran dan pada gilirannya Shah turun tahta, yang selanjutnya diambil alih oleh Shah Resa Pahlevi (Rezim Pahlawiah), dengan pemerintahan yang otoriter dibawa kendali Rusia dan Inggris. Di saat itu, terjadilah westernisasi kultural, dan menjinakkan kekuataan ulama.

Pada akhir 1920-an Reza Shah, seorang perwira militer, merebut kekuasaan dan mendirikan Dinasti Pahlevi. Terimbas oleh langkah rekan sezamannya di Turki, Mustafa Kemal (Ataturk), dia memusatkan perhatiannya pada moderenisasi dan pembentukan pemerintahan terpusat yang kuat.mengandalkan angkatan bersenjata dan birokrasi modern. Berbeda dengan Ataturk, Shah tidak menghapuskan lembaga-lembaga keagamaan, tetapi hanya membatasi dan mengontrol mereka.
Sejak itu Iran mengalami proses pembentukan negara bangsa yang serupa dengan proses yang berlangsung di Turki dan sejumlah negara lain. negara menjadi motor perkembangan ekonomi serta perkembangan kebudayaan menurut model Barat. Namun berbeda dengan Turki golongan menengah menjadi kelas penopang utama bagi rezim Pahlevi. Selain itu Shah juga mengembangkan angkatan bersenjata baru yang lebih kuat. Banyak ulama yang mendukung pengambil alihan kekuasaan oleh Reza Shah guna memulihkan monarki yang kuat untuk meredam pengaruh asing.

Tampilnya Shah Reza sebagai penguasa Iran, mengatasi oposisi elite agama, dia membentuk pemerintahan sekuler, dan sekolah-sekolah menjadi sekuler, pengawasan pemerintah terhadap sekolah agama ketat, dan subsidi untuk pendidikan agama dikurangi. Sampai pada akhirnya ketika terjadi perang dunia II tahun 1939, Iran menyatakan kenetralannya, tidak berpihak. Namun tetapi sekutu ingin menggunakan jalan kereta Trans-Iranian Railway untuk mengirimkan peralatan perang dari Inggris kepada Rusia di bawah Stalin. Bagaimanapun juga, Reza Shah pada titik tertentu di bawah tekanan Jerman-Hitler. Di akhir tahun 1930 lebih dari separuh perdagangan luar negeri Iran adalah dengan Jerman yang menyediakan mayoritas permesinan untuk pro­gram industrialisasi Iran. Selanjutnya tahun 1941 imperialis Inggris dan Rusia-Stalin menginvasi Iran. Mereka memaksa Shah Reza untuk mengundurkan diri, menempatkan putranya Muhammad Reza Pahlevi se­bagai penggantinya. Shah yang baru mengijinkan mereka untuk menggunakan rel kereta api tersebut dan menempatkan pasukannya di Iran hingga perang selesai.

Kehadiran pasukan perang imperialis Inggris di Iran selama masa pertempuran mendorong timbulnya gerakan massa. Di dalam majelis (parlemen) suatu kelompok nasionalis di bawah pimpinan Mossadeq me­nuntut diakhirinya kontrol Inggris atas industri minyak. Pada tahun 1951 majelis menyepakati suara untuk mena­sionalisasi industri minyak, tetapi Perdana Menteri menolak untuk mengimplementasikannya. Dia kemu­dian dipecat dan digantikan oleh Mossadeq. Menyadari bahaya akan kebijakannya yang anti-imperialis, maka pada tanggal 16 Agustus 1953 CIA melancarkan kudeta terhadap Mossadeq. Pada tanggal 19 Agustus Shah kern­bali berkuasa. Sekali lagi pada tahun 1960-1961 krisis politik dan ekonomi kembali mengemuka, ketika pemilihan majelis dimanipulasi besar-besaran. Kekacauan politik dan eko­nomi menimbulkan sebuah pemogokan umum yang secara brutal ditindas dengan pertolongan agen polisi rahasia yang kejam, Savak. Shah memperkenalkan apa yang disebut dengan program “Revolusi Putih,” pro­gram reformasi agraria yang dikombinasikan dengan langkah-langkah pendidikan dan kesehatan. Dari tahun 1963-73 secara politik dan ekonomi Iran relatif stabil. Shah mencoba menggunakan dana untuk merubah Iran dalam semalam menjadi apa yang dia gambarkan sebagai negara adidaya kelima di dunia. Dengan ilusi ini dalam pikirannya, dia merayakan ulang tahun ke 2.500 pendirian pertama kerajaan Persia pertama oleh Cyrus pada tahun 550 SM. di tahun 1971. Akan tetapi, penghasilan minyak segera diikuti dengan inflasi yang pesat, migrasi masal ke daerah perkotaan, minimnya perumahan dengan infrastruktur yang tidak mencukupi serta jenjang pendapatan yang semakin melebar. Kondisi ini memicu kekecewaan yang mendalam di antara para buruh, kaum petani dan kelas menengah yang termuntahkan dalam sebuah ledakan gerakan masa revolusioner. Pemogokan umum yang dilakukan kaum pekerja melumpuhkan sistem. Akan tetapi karena kebijakan yang diambil oleh Partai Tudeh (Partai Komunis) dianggap salah, revolusi tersebut dibajak oleh para fundamentalis.

Pada puncak gerakan itu, Khomeini sedang ber­ada di Perancis, di mana dia memperoleh dukungan dari golongan pemerintah di Perancis, yang melihatnya sebagai sarana untuk membelokkan revolusi itu dari relnya. Singkat sejarah, transisi kepemimpinan dari Syah Muhammad Reza Pahlevi, digantikan oleh gerakan revolusi Islam pimpinan Ayatullah Rohullah Khomeini pada tahun 1979. Namun di tahun yang sama bulan Nopember pemerintahan-nya sempat vakum, sebab Syah diizinkan masuk ke Amerika dan mendapat perlindungan dari Presiden Ronald Reagen.[23] Amerika yang telah menjadi negara Adikuasa ketika itu menekan Iran, dan menginginkan agar Syah kembali berkuasa di Iran.

Suasana seperti yang disebutkan di atas, menyebabkan pendukung Khomeini bergerilanya dan pada akhirnya mereka berhasil memberikan kekuasaan besar kepada walih faqih, ahli hukum kepala wilayat/negara, Imam Khomeini. Pada tahun 1980, sampai memasuki tahun 1981, para pendukung Khomeini mengusai lembaga penting negara, dan ketika terjadi pemilihan presiden dan parlemen pada juni 1981, mereka menguasakan sepenuhnya kepada Komeini. Di sinilah mulai Iran memasuki masa revolusi besar-besaran, dan mengundangkan misi religius Syi’ah, di Republik Islam Iran.

Perkembangan Islam di Iran Pasca Revolusi
Membahas masalah Islam di Iran dan sejarahnya, sudah barang tentu difokuskan pada sejarah perkembangan Islam di negara tersebut terutama setelah/pasca revolusi, sebab pra revolusi secara eksplisit telah disinggung dalam uraian terdahulu, dari tahun 2700 SM sampai memasuki tahun 1979 sebagaimana yang telah dikemukakan. Dengan demikian, bahasan berikut dimulai sejak tahun 1979, sampai masa sekarang, sebagai masa yang dikenal pasca revolusi Iran.

Sejak awal Revolusi Islam, pemerintah Iran telah mencanangkan program perang melawan buta huruf. Terkait hal ini, Bapak Pendiri Revolusi Islam, Imam Khomeini menugaskan dibentuknya Lembaga Kebangkitan Melek Huruf. Upaya kontinyu dan tak kenal lelah lembaga ini berhasil menurunkan secara drastis angka buta huruf. Sebelum Revolusi Islam, angka buta huruf di Iran mencapai 50 persen, namun pasca Revolusi angka ini berhasil ditekan menjadi 10 persen. Prestasi cemerlang Lembaga Kebangkitan Melek Huruf ini bahkan berkali-kali mendapat pujian dan penghargaan dari lembaga-lembaga internasional, termasuk Unesco.

Referensi :