Bagaimana seandainya "vlog" dijadikan mata pelajaran di sekolah ?

Presiden Jokowi Ingin “Vlog” Jadi Mata Pelajaran di Sekolah

Gambar: Biro Pers Setpres

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 82 persen Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di luar negeri merupakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Fakta tersebut diungkap Presiden RI, Joko “Jokowi” Widodo, dalam pembukaan Koferensi Forum Rektor Indonesia, Kamis (2/2/2017), di JCC, Senayan.

Menurut Jokowi, kondisi ini tak bisa terus-menerus dibiarkan. Harus ada perbaikan pada sistem pendidikan kejuruan agar lulusannya memiliki skill yang kompetitif.

Lebih spesifik, Jokowi menganggap perlu ada jurusan-jurusan baru di SMK yang menjawab tantangan zaman. Salah satu yang dianjurkan adalah jurusan video blog atau kerap disebut vlog.

“Kalau di SMK saya lihat jurusannya sejak saya kecil sampai sekarang mesti jurusan mesin, bangunan, listrik, dan itu-itu saja. Padahal dunia berubah cepat sekali. Mestinya ada jurusan mengenai jaringan IT, membuat video blog, aplikasi, animasi, yang sedang in,” Jokowi menuturkan.

Bikin vlog makin mudah

Kemunculan vlog di internet sebenarnya sudah dimulai sejak lima hingga enam tahun lalu. Namun tren vlog sendiri menjadi masif pada akhir 2015 dan terus berlanjut sepanjang 2016 hingga kini.

Hal ini tak lepas dari berbagai faktor yang mendukung terciptanya ekosistem video mobile. Pertama, infrastruktur jaringan internet semakin baik sehingga netizen lebih mudah mengeksplor tayangan video via smartphone di mana pun dan kapan pun.

Kedua, para vendor smartphone berbondong-bondong melahirkan perangkat yang sesuai dengan kebutuhan untuk membuat vlog. Mereka menawarkan kamera depan dengan sensor bermegapiksel besar dan teknologi stabilizer untuk mencegah guncangan ketika merekam video.

Sebut saja beberapa perangkat yang bisa dibilang “vlog ready” seperti Oppo F1s, Vivo V5, LG G5, Samsung Galaxy S7, iPhone 6 ke atas, dan flagship lainnya yang berseliweran di pasaran.

Netizen tak perlu mengeluarkan modal mahal untuk membeli kamera demi menjadi vlogger. Cukup menggunakan smartphone, netizen bisa mengabadikan momen apa saja untuk dikaryakan dan dimonetisasi lewat platform berbagi video YouTube.

Vlogger kini tak ubahnya pekerjaan profesional dengan pendapatan relatif tinggi, sesuai dengan banyaknya subscribers dan views. Para pengiklan kerap mengajak vlogger tenar untuk bekerja sama melakukan kampanye pemasaran produk.

Lama-kelamaan, peran vlogger bisa dibilang serupa dengan artis di layar kaca. Bedanya, vlogger tak perlu didistribusikan lewat manajemen artis karena mekanisme kerjanya individualis dan mandiri.

Selain jurusan vlog, aplikasi, dan animasi, Jokowi juga berharap SMK bisa menyediakan jurusan retail untuk toko online (e-commerce). Lagi-lagi, hal ini merujuk pada tren global.

“Kalau ada jurusan online store kita bisa mendidik anak-anak kita untuk membangun sebuah platform. Bagaimana Alibaba bisa membangun sebuah logistic platform dan retail platform yg sangat besar sekali dengan ratusan juta pengunjung seperti itu,” ia menjelaskan.

Sumber

1 Like

Bukannya sudah ada SMK-SMK dengan jurursan-jurusan tersebut, mulai dari jurusan Jaringan Komputer, Rekayasa Perangkat Lunak, Multimedia, Desain Komunikasi Visual, Desain Grafis dan lain sebagainya.

1 Like

Betul, jurusan-jurusan yang saudara jabarkan diatas sudah masuk dalam jurusan-jurusan di SMK. Namun, sesuai dengan yang Bapak Jokowi jabarkan di Agar SMK Lebih Invovatif, Jokowi Usulkan Jurusan Vlog bahwa jurusan di SMK dalam hal ini dirasa belum mengikuti perkembangan zaman.

Cukup menarik pandangan Bapak Jokowi mengenai vlog yang dijadikan jurusan dalam SMK atau sekolah kejuruan. Namun, menurut saya keahlian dalam dalam membuat vlog sebenarnya sudah ada dalam jurusan-jurusan yang ada saat ini. Jurusan-jurusan seperti multimedia, desain grafis, animasi teknologi informasi dan jaringan menurut saya sudah cukup mampu untuk mengakomodasi pembuatan vlog. Yang dibutuhkan sebenarnya adalah wadah. Karena untuk menciptakan kreatifitas diperlukan kolaborasi untuk menghasilkan karya atau produk.

Selain itu, diperlukan inkubasi dan pengarahan agar vlog yang dibuat benar-benar berkualitas dan bermanfaat. Saya cenderung berpikir bahwa pengerjaan vlog ini sebaiknya berada dalam wadah komunitas. Atau jika pun dilibatkan dalam ranah pendidikan, bisa dimasukkan dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Terimakasih

1 Like