Bagaimana proses terjadinya Impaksio abomasi dan Obstruksi pilorus pada hewan memamahbiak?

Proses penyakit Lambung Sarat dan Sumbatan Pilorus biasanya berlangsung akut, dan ditandai dengan anoreksia total, terhentinya proses ruminasi, muntah, dehidrasi dan kelemahan umum. Bagaimana prosesnya?

Oleh sesuatu sebab, misalnya karena kekurangan air, serat-serat kasar yang terdapat di dalam pakan tidak dapat dicernakan oleh kuman dan protozoa di dalam rumen dan retikulum. Juga konsentrat yang dicampur dengan dedak kasar akan sulit dicernakan. Kalau tidak mengakibatkan sumbatan di dalam omasum, serat kasar, rambut, serabut-serabut sabut kelapa serta dedak kasar akan terkumpul di dalam abomasum bagian belakang. Di dalam abomasum pencernaan makanan dilakukan se penuhnya secara biokimiawi. Oleh karena derajat keasaman abomasum yang terlalu rendah (sekitar 4.0) pencernaan oleh mikroba sudah tidak dapat dilakukan lagi. Serat-serat kasar pada akhirnya terkumpul di dalam tempat yang sempit, yaitu di dalam lumen pilorus dan sekitarnya. oleh terbentuknya masa padat dari serabut- serabut di tempat itu, sebagai reaksi jaringan akan dibebaskan lendir oleh sel-sel pada selaput lendir pilorus. Otot-otot pilorus pun akan berkontraksi untuk mendorong benda di dalamnya. Karena yang kurang, dan serabut-serabut kasar selalu bertambah, dengan adanya lendir di situ maka akan terbentuk benda padat atau setengah padat, berbentuk bulat atau bulat telur, dengan pada pedet kira-kira sebesar telur ayam. Lendir yang oleh sel-sel selaput lendir pilorus tidak dapat secara efektif sebagai pelicin, malahan, sebaliknya akan bertindak sebagai bahan serabut-serabut di dalam pilorus.

Oleh adanya sumbatan di dalam pilorus ingesta di dalam abomasum dan lambung-lambung muka akan tertimbun. Apabila jumlahnya sudah melampaui kapasitas rongga-rongga lambung ingesta yang tertimbun akan diregurgitasikan dalam bentuk muntah yang melalui mulut atau hidung. Karena cairanpun akan sulit menembus sumbatan yang terbungkus oleh lendir kental, cairan yang dapat diserap pun juga tidak lagi tersedia, hingga dalam waktu akan terjadi dehidrasi. Tidak adanya bahan singkat makanan yang dapat diserap akan mengakibatkan penderita mengalami kelemahan umum, yang dalam beberapa hari menyebabkan penderita tidak dapat bangun lagi.

Referensi: Subronto. 1989. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.