Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa Antara Pembeli dan Penjual?

Bagaimana caranya menyelesaikan masalah sengketa antara penjual dan pembeli atau antara konsumen dan pelaku usaha secara hukum ?

Terdapat dua macam bentuk penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen , UU No 8 tahun 1999, apabila konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam UUPK. Penyelesaian sengketa perlindungan konsumen dapat melakuan penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) maupun melaui jalur pengadilan.

Menurut Pasal 46 ayat (1), pihak lain yang dapat mengajukan gugatan adalah sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama, Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Pemerintah, apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsikan atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit.

Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Menurut Pasal 47, penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan alternatif resolusi masalah ke BPSK, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Direktorat Perlindungan Konsumen di bawah Departemen Perdagangan, atau lembaga-lembaga lain yang berwenang.

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan melalui BPSK murah, cepat, sederhana, dan tidak berbelit-belit. Tahapan yang perlu dijalani untuk proses penyelesaian sengketa di BPSK amat mudah. Konsumen datang langsung ke BPSK propinsi dengan membawa surat permohonan penyelesaian sengketa, mengisi formulir pengaduan, dan menyerahkan berkas dokumen pendukung. BPSK kemudian akan mengundang pihak-pihak yang sedang bersengketa untuk melakukan pertemuan pra-sidang. BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan yang diajukan oleh pihak- pihak yang bersengketa. Dalam pertemuan ini akan ditentukan langkah selanjutnya yaitu dengan cara kosiliasi, mediasi atau arbitrase.

Jika penyelesaian sengketa melalui BPSK, maka berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, Pasal 1 angka 9 dan Pasal 5 ayat (1), ada tiga tata cara penyelesaian sengketa yaitu:

  1. Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dengan perantara BPSK untuk mempertemukan pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Dalam proses konsiliasi penyelesaian sengketa dilakukan sendiri oleh para pihak dengan didampingi oleh majelis yang bertindak pasif sebagai konsiliator.

  2. Mediasi yaitu proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantara BPSK sebagai penasihat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Dalam proses mediasi penyelesaian sengketa dilakukan sendiri oleh para pihak dengan didampingi oleh majelis yang bertindak aktif sebagai mediator.

  3. Arbitrase yaitu yaitu proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kepada BPSK. Dalam proses arbitrase badan atau majelis yang dibentuk BPSK bertindak aktif dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa jika tidak tercapai kesepakatan di antara mereka. Keputusan yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa ini adalah menjadi wewenang penuh badan yang dibentuk BPSK tersebut.

Menurut Pasal 55, BPSK wajib mengeluarkan putusan paling lambat 21 hari kerja sejak permohonan diterima. Jika kedua belah pihak belum bisa menerima putusan BPSK, maka dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kerja sejak adanya pemberitahuan putusan BPSK diterima oleh pihak yang bersengketa, sesuai dengan Pasal 56 ayat (2). Berdasarkan Pasal 58 ayat (1), pengadilan negeri wajib menyelesaikan masalah tersebut dalam jangka waktu 21 hari setelah keberatan diterima.

Menurut Pasal 58 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (3), pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung dapat dilakukan paling lambat 14 hari setelah putusan pengadilan negeri. Mahkamah Agung wajib menyelesaikan masalah tersebut dalam jangka waktu 30 hari.

Melalui Pengadilan

Menurut Pasal 36, proses penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu kepada ketentuan peradilan umum yang berlaku di Indonesia dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri tempat kedudukan konsumen. Alur dan jangka waktu proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan mengacu pada proses keberatan terhadap hasil putusan BPSK kepada Pengadilan Negeri.

Sanksi

Pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen dikenakan sanksi. Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen pada dasarnya adalah hubungan hukum keperdataan. Walaupun begitu, UUPK juga mengenakan sanksi pidana bagi pelanggar hak-hak konsumen. Dalam Pasal 45 ayat (3) UUPK disebutkan bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 45 ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Berikut ini sanksi-sanksi yang dapat dikenakan.

  1. Sanksi Administratif
    Sebagaimana diatur dalam Pasal 60 UUPK, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berhak menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), Pasal 20, Pasal 25, Pasal 26, berupa denda uang maksimum Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

  2. Sanksi Pidana
    Sanksi pidana pokok yaitu:

    1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

    2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f di pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    3. Berdasarkan Pasal 62, terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Selain sanksi pidana pokok dapat diberikan sanksi tambahan diluar sanksi pidana pokok yang dijatuhkan berdasarkan Pasal 62 UUPK, berupa:

  • perampasan barang tertentu;
  • pengumuman keputusan hakim;
  • pembayaran ganti rugi;
  • perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
  • kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
  • pencabutan izin usaha.