Utsman Bin 'Affan
Jika Abu Bakar dan Umar adalah dua sahabat yang menjadi mertua Rasulullah, maka Utsman adalah menantu Rasulullah yang menikah dengan dua orang putri Rasulullah. Ketika masih tinggal di Mekkah, Utsman dinikahkan Rasulullah dengan putrinya yang bernama Ruqayyah. Ketika sudah di Madinah, tepatnya setelah Ruqayyah meninggal dunia pada tahun ke-2 H, Utsman dinikahkan Rasulullah dengan Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha.
Karena menikahi dua orang putri Rasulullah itulah, Utsman dijuluki sebagai Dzun Nurain, orang yang memiliki dua cahaya. Dari Ruqayyah, lahir anak Utsman yang bernama Abdullah. Sementara dari Ummu Kultsum, Utsman tidak mendapatkan anak sama sekali.
Selain dua putri Rasulullah, Utsman menikah dengan beberapa orang wanita lain. Mereka adalah Fakhitah bintu Ghazwan (darinya lahir Abdullah Ash Shaghir), Ummu Amr bintu Jundub (darinya lahir Amr, Khalid, Aban, Umar, dan Maryam), Fatimah bintu Walid bin Abdi Syams (darinya lahir Al Walid, Sa’id, Ummu Sa’id), Ummul Banin bintu ‘Uyainah bin Hishn (darinya lahir Abdul Malik), Ramlah bintu Syaibah (darinya lahir Aisyah, Ummu Aban, dan Ummu ‘Amr), dan Nailah bintu Al Farafishah (darinya lahir Maryam).
Dari semua anaknya itu, Utsman ber-kuniyah dengan Abu Abdillah, Abu ‘Amr, Abu Laila. Utsman sendiri memiliki nasab sebagai berikut: Utsman bin ‘Affan bin Abil Abbas bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu-ay. Nasab Utsman bertemu dengan nasab Rasulullah di Abdu Manaf bin Qushay. Kabilah Utsman adalah Al Umawi atau Bani Umayyah, sehingga beliau memiliki hubungan kerabat dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma.
Jika Umar lahir tiga belas tahun setelah Rasulullah lahir, maka Utsman lahir enam tahun setelah Rasulullah lahir. Demikian pula dengan masuk Islamnya Utsman. Beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah yang masuk Islam lewat ajakan Abu Bakar di hari-hari pertama dakwah berkembang di Mekkah.
Meski demikian, dari sisi keutamaan, Umar lebih utama dibandingkan Utsman. Kaum muslimin sepakat dengan hal ini, sehingga sepeninggal Umar mereka sepakat untuk memilih dan mengangkat Utsman tiga hari setelah dimakamkannya Umar. Sejak itu, Utsman memimpin pemerintahan kaum muslimin selama kurang-lebih tiga belas tahun.
Utsman meninggal dunia di kediamannya di Madinah, pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun ke-35 H. Beliau dibunuh secara keji oleh orang-orang Khawarij, setelah dikepung berhari-hari oleh mereka. Waktu itu, Utsman berumur 82 tahun.
Ali Bin Abi Thalib
Seperti Utsman, Ali adalah salah seorang menantu Rasulullah. Ali menikahi Fatimah bintu Rasulullah pada tahun ke-2 H. Darinya, Ali mendapatkan anak-anak yang bernama Al Hasan, Al Husain, Muhsin, Ummu Kultsum, dan Zainab.
Sepeninggal Fatimah, enam bulan setelah Rasulullah wafat, Ali menikahi sejumlah wanita. Mereka adalah Ummul Banin binti Hizam Al Kalbiyah (darinya lahir Abbas, Ja’far, Abdullah, Utsman), Laila binti Mas’ud At Tamimiyah (darinya lahir Ubaidullah dan Abu Bakar), Ummu Sa’id binti Urwah bin Mas’ud Ats Tsaqafiyah (darinya lahir Ummul Hasan dan Ramlah Al Kubra), Asma’ binti Umais Al Khats’amiyah yang dinikahi Ali setelah Abu Bakar wafat (dari Asma’ Ali mendapatkan anak yang bernama Yahya dan Muhammad Al Ashghar), Umamah binti Abil Ash bin Rabi’ (darinya lahir Muhammad Al Awsath), Khaulah binti Ja’far dari Bani Hanifah (darinya lahir Muhammad Al Akbar), Ummu Habib binti Rabi’ah (darinya lahir Umar dan Ruqayyah), dan putri Amru-ul Qais bin ‘Adi Al Kalbiyyah (darinya lahir seorang putri).
Selain menantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ali juga adalah keponakan beliau. Sebab ayah Ali—Abu Thalib Abdu Manaf—adalah adik kandung ayah Rasulullah, Abdullah bin Abdil Muththalib. Dan sejak kecilnya, Ali sudah diasuh oleh Rasulullah untuk meringankan beban hidup Abu Thalib.
Ali lahir sepuluh tahun sebelum Rasulullah diangkat sebagai nabi. Yang menarik, Ali sudah masuk Islam, ketika berumur sepuluh tahun. Artinya, beliau radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang pertama masuk Islam dari kalangan anak-anak—meskipun Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Zaid bin Arqam, dan Salman Al Farisi berpendapat bahwa Ali-lah orang yang pertama kali masuk Islam sebelum Abu Bakar dan Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu ‘anhuma.
Ketika Abu Bakar menjadi khalifah dan memimpin kaum muslimin, Ali ditunjuk sebagai salah seorang penasehat beliau. Demikian juga pada masa pemerintahan Umar dan Utsman.
Ali, pada kedudukan yang seperti itu, menjadi salah satu rujukan umat di zamannya, selain Abu Bakar dan Umar. Masruq bin Al-Ajda’, salah seorang mukhadhram,4 mengatakan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah yang sering didatangi untuk ditanya dan digali ilmu agamanya pada masa tabi’in tidak banyak. Dan mereka yang sedikit itu seperti Umar bin Al-Khaththab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Abu Darda’, dan Zaid bin Tsabit. ‘Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi, salah seorang tabi’in, juga menambahkan Abu Musa Al-Asy’ari ke dalam daftar itu.
Dalam keadaan terpaksa, Ali menerima jabatan khalifah, setelah terbunuhnya Utsman. Seperti Abu Bakar, masa pemerintahan Ali adalah masa-masa yang genting. Jika pada masa Abu Bakar orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakar membuat keonaran di tengah umat, pada masa Ali keadaan umat menjadi kacau akibat ulah orang-orang Khawarij. Pada hari-hari seperti itulah, pusat pemerintahan Islam untuk pertama kalinya dipindah ke luar Madinah. Dengan sejumlah pertimbangan, ibukota pemerintahan dipindahkan Ali ke Kufah, Irak. Dan itu terus berlangsung sampai runtuhnya kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah ketika diserbu oleh orang-orang Tartar pada tahun 1258 M, sebuah tonggak berakhirnya kekhilafahan Islam dalam sejarah.
Setelah berusaha menyelesaikan masalah-masalah yang terus mendera umat, pada tahun 40 H, Ali menghembuskan nafas terakhirnya. Beliau wafat setelah beberapa hari sebelumnya diserang oleh Abdurrahman bin Muljam Al Muradi, salah seorang tokoh Khawarij di masa itu.
Ali dimakamkan di Kufah pada malam Ahad, tiga hari berlalu dari penyerangan yang dilakukan Abdurrahman bin Muljam. Yang memandikan Ali waktu itu adalah Al Hasan, Al Husain, dan Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Jenazah beliau dishalati oleh Al Hasan.