Bagaimana profil keempat Khulafaur rasyidin?

Khulafaur Rasyidin adalah kekhalifahan Islam yang terbentuk setelah Rasulullah meninggal dunia pada tahun 11 Hijriyah atau 632 Masehi. Secara bahasa, Khulafaur Rasyidin berasal dari kata khulafah dan ar-rasyidin. Khulafah (jamak), memiliki arti pengganti, pemimpin atau penguasa yang diangkat. Kata ar-rasyidin merupakan bentuk jamak dari ar-rasyid yang berarti orang yang mendapat petunjuk.

Masa khulafaur rasyidin merupakan masa kejayaan dimana jangkauan Islam membentang dari Jazirah Arab, sampai ke Kaukasus, Afrika Utara, Iran, dan Asia Tengah. Masa pemerintahan Islam paling ideal ini berjalan selama tiga puluh tahun.

Tugas seorang khalifah selain sebagai kepala Negara, dia juga menjabat sebagai panglima pasukan Islam yang memiliki kewenangan luas dalam hal pemerintahan. Dalam sejarah, tugas Nabi Muhammad Saw. Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara diemban oleh empat sahabat terdekatnya secara berurutan. Termasuk dalam tugas tersebut adalah mengurus masalah keagamaan umat Islam dengan pergantian kepemimpinan di antara sahabat-sahabat Nabi yang terpilih yaitu Abu Bakar As-Shiddiq (memerintah 632- 834 M), Umar bin Khatab (634-644M), Usman bin Affan (644-656 M) dan Ali bin Abi Thalib (656-661 M).

Bagaimanakah profil keempatnya?

Abu Bakar Ash Shiddiq


Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman bin ‘Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu-ay. Beliau radhiyallahu ‘anhu keturunan Bani Taim dan bertemu nasabnya dengan Rasulullah di Murrah bin Ka’ab.

Abu Bakar lahir dua tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bersama Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu ‘anha, Abu Bakar menjadi orang-orang yang pertama masuk Islam sebelum sahabat-sahabat Rasulullah yang lain. Karena jujur dalam keimanannya, Abu Bakar dijuluki dengan Ash Shiddiq.

Selama hidupnya, Abu Bakar memiliki beberapa orang istri. Sebagiannya dinikahi ketika masih tinggal di Mekkah, sebagian yang lain ketika sudah hijrah ke Madinah. Istri Abu Bakar yang pertama adalah Qutailah binti Abdul Uzza Al Asadiyah yang dinikahi sebelum datang Islam. Dari Qutailah, Abu Bakar mendapat anak—atas izin Allah—bernama Abdullah dan Asma’. Istri Abu Bakar berikutnya adalah Ummu Rumah binti Amir dari Bani Kinanah. Untuk Abu Bakar, Ummu Rumah melahirkan Abdurrahman dan Aisyah.

Di Madinah, Abu Bakar menikahi dua orang wanita lagi. Pertama, Habibah binti Kharijah Al Khazrajiyah dari Bani Harits. Darinya, Abu Bakar mendapatkan anak yang bernama Ummu Kultsum. Kedua, Asma’ binti Umais yang tidak lain dari janda Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang gugur di medan Perang Mu’tah. Dari Asma’, Abu Bakar mendapatkan anak yang bernama Muhammad.

Setelah menjabat dua tahun pemerintahan sepeninggal Rasulullah, Abu Bakar meninggal dunia pada tanggal 22 Jumadil Akhir tahun 13 H. Waktu itu, beliau berumur 63 tahun. Beliau dimandikan oleh istri beliau yang bernama Asma’ bintu Umais radhiyallahu ‘anha dan putra Abu Bakar yang bernama Abdurrahman. Abu Bakar dimakamkan di samping makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Umar Bin Al Khattab


Kuniyah Umar adalah Abu Hafsh dan beliau dijuluki sebagai Al Faruq. Khalifah pengganti Abu Bakar Ash Shiddiq ini memiliki nasab sebagai berikut: Umar bin Al Khaththab bin Nufail bin Abdil Uzza bin Riyah bin Abdillah bin Qurth bin Razah bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu-ay. Beliau keturunan Bani Adi dan bertemu nasabnya dengan Rasulullah pada Ka’ab bin Lu-ay.

Umar lahir tiga belas tahun setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir. Pada tahun keenam dari kenabian Rasulullah, Umar masuk Islam. Di tahun yang sama, beberapa bulan lebih dulu sebelum Umar, masuk Islam Hamzah bin Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu.

Seperti Abu Bakar yang menikahkan putrinya— Aisyah radhiyallahu ‘anha—pada beberapa waktu sebelum hijrah ke Madinah, Umar adalah mertua Rasulullah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Hafshah radhiyallahu ‘anha pada tahun ke-3 H. Dan juga seperti Abu Bakar dan Umar, Aisyah dan Hafshah menjadi dua istri Rasulullah yang berteman karib.

Umar menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah pada tahun ke-13 H. Sebelum wafatnya, Abu Bakar menulis surat wasiat untuk kaum muslimin untuk memilih dan mengangkat Umar sebagai khalifah. Ketika menjabat itulah, Umar mulai disebut kaum muslimin dengan gelar “amirul mukminin”, sebuah julukan untuk pemimpin pemerintahan Islam.

Berbeda dengan Abu Bakar, Umar memimpin pemerintahan selama sepuluh tahun. Jika Abu Bakar memimpin umat melewati masa-masa genting, maka Umar menjadi pemimpin umat yang pertama kali menaklukkan Persia dan merebut Masjidil Aqsha dari tangan Romawi.

Selama hidupnya, Umar menikahi beberapa orang wanita. Umar pernah menikah dengan Zainab bintu Mash’un (darinya lahir Abdullah, Hafshah, dan Abdurrahman Al Akbar), Mulaikah Al Khuza’iyyah (darinya lahir Ubaidullah), Ummul Hakim bintul Harits Al Makhzumiyyah (darinya lahir Fatimah), Jamilah bintu Tsabit (darinya lahir ‘Ashim), Lahiyyah Al Yamaniyyah (darinya lahir Abdurrahman Al Ashghar), dan ‘Atikah bintu Zaid bin Amr bin Nufail.

Ketika menjabat sebagai khalifah, Umar menikah dengan Ummu Kultsum bintu Ali bin Abi Thalib agar memiliki hubungan dengan garis keturunan Rasulullah. Untuk cucu Rasulullah itu, Umar memberikan mahar sebesar 40.000 dirham. Darinya, Umar mendapatkan anakanak bernama Zaid Al Akbar dan Ruqayyah.

Pada tahun ke-23 H, Umar meninggal dunia, beberapa hari setelah ditikam sebanyak tiga kali oleh Abu Lu’luah Al Majusi. Setelah mendapatkan izin dari Aisyah, Umar akhirnya dimakamkan di samping kedua sahabat karibnya, Rasulullah dan Abu Bakar.

Utsman Bin 'Affan


Jika Abu Bakar dan Umar adalah dua sahabat yang menjadi mertua Rasulullah, maka Utsman adalah menantu Rasulullah yang menikah dengan dua orang putri Rasulullah. Ketika masih tinggal di Mekkah, Utsman dinikahkan Rasulullah dengan putrinya yang bernama Ruqayyah. Ketika sudah di Madinah, tepatnya setelah Ruqayyah meninggal dunia pada tahun ke-2 H, Utsman dinikahkan Rasulullah dengan Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha.

Karena menikahi dua orang putri Rasulullah itulah, Utsman dijuluki sebagai Dzun Nurain, orang yang memiliki dua cahaya. Dari Ruqayyah, lahir anak Utsman yang bernama Abdullah. Sementara dari Ummu Kultsum, Utsman tidak mendapatkan anak sama sekali.

Selain dua putri Rasulullah, Utsman menikah dengan beberapa orang wanita lain. Mereka adalah Fakhitah bintu Ghazwan (darinya lahir Abdullah Ash Shaghir), Ummu Amr bintu Jundub (darinya lahir Amr, Khalid, Aban, Umar, dan Maryam), Fatimah bintu Walid bin Abdi Syams (darinya lahir Al Walid, Sa’id, Ummu Sa’id), Ummul Banin bintu ‘Uyainah bin Hishn (darinya lahir Abdul Malik), Ramlah bintu Syaibah (darinya lahir Aisyah, Ummu Aban, dan Ummu ‘Amr), dan Nailah bintu Al Farafishah (darinya lahir Maryam).

Dari semua anaknya itu, Utsman ber-kuniyah dengan Abu Abdillah, Abu ‘Amr, Abu Laila. Utsman sendiri memiliki nasab sebagai berikut: Utsman bin ‘Affan bin Abil Abbas bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu-ay. Nasab Utsman bertemu dengan nasab Rasulullah di Abdu Manaf bin Qushay. Kabilah Utsman adalah Al Umawi atau Bani Umayyah, sehingga beliau memiliki hubungan kerabat dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma.

Jika Umar lahir tiga belas tahun setelah Rasulullah lahir, maka Utsman lahir enam tahun setelah Rasulullah lahir. Demikian pula dengan masuk Islamnya Utsman. Beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah yang masuk Islam lewat ajakan Abu Bakar di hari-hari pertama dakwah berkembang di Mekkah.

Meski demikian, dari sisi keutamaan, Umar lebih utama dibandingkan Utsman. Kaum muslimin sepakat dengan hal ini, sehingga sepeninggal Umar mereka sepakat untuk memilih dan mengangkat Utsman tiga hari setelah dimakamkannya Umar. Sejak itu, Utsman memimpin pemerintahan kaum muslimin selama kurang-lebih tiga belas tahun.

Utsman meninggal dunia di kediamannya di Madinah, pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun ke-35 H. Beliau dibunuh secara keji oleh orang-orang Khawarij, setelah dikepung berhari-hari oleh mereka. Waktu itu, Utsman berumur 82 tahun.

Ali Bin Abi Thalib


Seperti Utsman, Ali adalah salah seorang menantu Rasulullah. Ali menikahi Fatimah bintu Rasulullah pada tahun ke-2 H. Darinya, Ali mendapatkan anak-anak yang bernama Al Hasan, Al Husain, Muhsin, Ummu Kultsum, dan Zainab.

Sepeninggal Fatimah, enam bulan setelah Rasulullah wafat, Ali menikahi sejumlah wanita. Mereka adalah Ummul Banin binti Hizam Al Kalbiyah (darinya lahir Abbas, Ja’far, Abdullah, Utsman), Laila binti Mas’ud At Tamimiyah (darinya lahir Ubaidullah dan Abu Bakar), Ummu Sa’id binti Urwah bin Mas’ud Ats Tsaqafiyah (darinya lahir Ummul Hasan dan Ramlah Al Kubra), Asma’ binti Umais Al Khats’amiyah yang dinikahi Ali setelah Abu Bakar wafat (dari Asma’ Ali mendapatkan anak yang bernama Yahya dan Muhammad Al Ashghar), Umamah binti Abil Ash bin Rabi’ (darinya lahir Muhammad Al Awsath), Khaulah binti Ja’far dari Bani Hanifah (darinya lahir Muhammad Al Akbar), Ummu Habib binti Rabi’ah (darinya lahir Umar dan Ruqayyah), dan putri Amru-ul Qais bin ‘Adi Al Kalbiyyah (darinya lahir seorang putri).

Selain menantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ali juga adalah keponakan beliau. Sebab ayah Ali—Abu Thalib Abdu Manaf—adalah adik kandung ayah Rasulullah, Abdullah bin Abdil Muththalib. Dan sejak kecilnya, Ali sudah diasuh oleh Rasulullah untuk meringankan beban hidup Abu Thalib.

Ali lahir sepuluh tahun sebelum Rasulullah diangkat sebagai nabi. Yang menarik, Ali sudah masuk Islam, ketika berumur sepuluh tahun. Artinya, beliau radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang pertama masuk Islam dari kalangan anak-anak—meskipun Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Zaid bin Arqam, dan Salman Al Farisi berpendapat bahwa Ali-lah orang yang pertama kali masuk Islam sebelum Abu Bakar dan Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu ‘anhuma.

Ketika Abu Bakar menjadi khalifah dan memimpin kaum muslimin, Ali ditunjuk sebagai salah seorang penasehat beliau. Demikian juga pada masa pemerintahan Umar dan Utsman.

Ali, pada kedudukan yang seperti itu, menjadi salah satu rujukan umat di zamannya, selain Abu Bakar dan Umar. Masruq bin Al-Ajda’, salah seorang mukhadhram,4 mengatakan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah yang sering didatangi untuk ditanya dan digali ilmu agamanya pada masa tabi’in tidak banyak. Dan mereka yang sedikit itu seperti Umar bin Al-Khaththab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Abu Darda’, dan Zaid bin Tsabit. ‘Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi, salah seorang tabi’in, juga menambahkan Abu Musa Al-Asy’ari ke dalam daftar itu.

Dalam keadaan terpaksa, Ali menerima jabatan khalifah, setelah terbunuhnya Utsman. Seperti Abu Bakar, masa pemerintahan Ali adalah masa-masa yang genting. Jika pada masa Abu Bakar orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakar membuat keonaran di tengah umat, pada masa Ali keadaan umat menjadi kacau akibat ulah orang-orang Khawarij. Pada hari-hari seperti itulah, pusat pemerintahan Islam untuk pertama kalinya dipindah ke luar Madinah. Dengan sejumlah pertimbangan, ibukota pemerintahan dipindahkan Ali ke Kufah, Irak. Dan itu terus berlangsung sampai runtuhnya kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah ketika diserbu oleh orang-orang Tartar pada tahun 1258 M, sebuah tonggak berakhirnya kekhilafahan Islam dalam sejarah.

Setelah berusaha menyelesaikan masalah-masalah yang terus mendera umat, pada tahun 40 H, Ali menghembuskan nafas terakhirnya. Beliau wafat setelah beberapa hari sebelumnya diserang oleh Abdurrahman bin Muljam Al Muradi, salah seorang tokoh Khawarij di masa itu.

Ali dimakamkan di Kufah pada malam Ahad, tiga hari berlalu dari penyerangan yang dilakukan Abdurrahman bin Muljam. Yang memandikan Ali waktu itu adalah Al Hasan, Al Husain, dan Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Jenazah beliau dishalati oleh Al Hasan.