Bagaimana pohon Kedondong menghasilkan Listrik?

listrik

Baru-baru ini Detik memberitakan kembali topik yang pernah hangat pada pertengahan tahun 2016, yaitu tentang listrik dari pohon kedondong.

Dilansir dari Detik dan Okezone, impian warga Desa Tampor Paloh untuk mendapatkan pasokan listrik dari pohon kedondong sirna. Sejak datangnya dukungan dari PT. Pertamina berupa penanaman pohon kedondong beserta instalasi listriknya, masyarakat hanya menikmati listrik dari pohon kedondong selama dua jam, sementara di sekolah selama satu minggu. Hingga hari ini, warga desa tersebut menggunakan genset untuk mendapatkan pasokan listrik.

Beberapa ahli menyampaikan pendapatnya terkait dengan listrik kedondong ini. Prof. Eniya L. Dewi, Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, mengatakan bahwa percobaan yang dilakukan Naufal adalah pembuktian dari sel volta/sel galvani. Hipotesis Naufal menggunakan buah asam sudah benar tetapi belum mampu untuk menghasilkan listrik yang stabil dalam jangka waktu yang lama[3].

Andhika P. Dwijayanto (Alumni Teknik Nuklir UGM) dalam blog pribadinya menjelaskan bahwa listrik kedondong ini tidak dapat diaplikasikan dalam skala pemakaian wajar. Artinya jika ingin diaplikasikan untuk listrik skala rumah tangga akan membutuhkan lahan yang sangat luas sekali. Oleh karena itu, listrik kedondong ini dinilai tidak sesuai untuk pembangkit listrik skala rumah tangga[4].

Lalu, bagaimana caranya pohon kedondong menghasilkan listrik ?

Buah-buahan dan sayur-sayuran mengandung asam organik. Tentunya, kandungan asam organik tiap buah dan sayuran berbeda-beda. Pohon kedondong pun memiliki kandungan asam organik. Asam organik merupakan asam lemah dan bertindak sebagai elektrolit. Dalam sel volta, komponen yang dibutuhkan hanya elektrolit dan dua elektroda.

Jika ingin menggunakan kedondong sebagai elektrolit, maka dibutuhkan dua elektroda yang dapat menggunakan seng (Zn) dan tembaga (Cu). Seng didapat dari paku galvanized dan tembaga didapat dari kawat tembaga. Semuanya dapat diperoleh dengan mudah di toko bangunan. Zn bertindak sebagai anoda karena memiliki nilai Eo lebih rendah dibandingkan Cu, sehingga Zn akan mengalami oksidasi yang akan menghasilkan ion Zn2+ dan elektron.

Dalam sel baterai buah dan sayuran, elektroda Cu bukan mereduksi ion Cu2+ melainkan ion H+ dikarenakan dalam larutan elektrolit tidak terdapat ion Cu2+ melainkan asam organik yang menghasilkan ion H+ sehingga reaksi dan tegangan sel yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

image

Elektron akan mengalir melalui sirkuit luar dari anoda menuju katoda, sedangkan ion akan mengalir melalui elekrolit. Arus listrik akan mengalir pada arah yang berlawanan dengan elektron. Dalam kasus kedondong, asam organik bertindak sebagai elektrolit yang terkonsumsi. Pada akhirnya, seng dan elektrolit kedondong lambat laun akan habis sehingga kedondong tidak akan lagi menghasilkan listrik.

Perlu diingat, elektrolit yang baik adalah larutan asam, basa dan garam. Jenis elektrolit pun mempengaruhi kemudahan ion untuk bergerak yang nantinya berakibat pada tegangan dan arus yang dihasilkan. Jenis logam untuk elektroda pun sangat berpengaruh. Kita hanya perlu melihat deret volta untuk mencari jenis logam yang mempunyai perbedaan tegangan yang besar. Jika melihat deret volta, menggunakan logam litium dan emas adalah pilihan yang sesuai karena dapat menghasilkan tegangan yang sangat besar. Tapi biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit.

Percobaan yang pernah penulis lakukan terhadap beberapa sampel buah-buahan dan sayuran seperti lemon, kentang, mentimun, pisang dan tomat dengan menggunakan elektroda seng dan tembaga masing-masing menghasilkan tegangan 461, 443, 194, 413 dan 256 mV. Tegangan yang dihasilkan oleh pohon kedondong dengan elektroda yang sama adalah 0,5 – 1 V. Hal ini terlihat menjanjikan, namun seperti yang kita bahas di atas dan prinsip baterai pada umumnya bahwa reaktan yang tersimpan dalam sebuah sel baterai terbatas. Karena percobaan ini menggunakan bahan organik, ada potensi mencemari lingkungan jika digunakan dalam jangka waktu panjang.

Kita ambil contoh, logam seng yang teroksidasi menjadi Zn2+ akan masuk ke jaringan pohon yang dapat membuat pohon mati karena dosis seng yang terlalu besar. Seng dan tembaga memang sebagai nutrisi bagi pepohonan tetapi pepohonan hanya membutuhkan seng dan tembaga dalam dosis yang sangat kecil.

Polemik tentang listrik kedondong masih berlanjut melalui pernyataan salah satu warga desanya. Hasni (53) menyatakan bahwa setelah membongkar rangkaian listrik pohon kedondong ditemukan sebuah baterai di balik rangkaian tersebut. Hal ini menimbulkan rasa kekecewaan yang sangat besar bagi masyarakat setempat. “Jika memang menggunakan baterai untuk menyalakan lampu tidak perlu dipasang di pohon kedondong, di pohon lain pun bisa” tambah Hasni.

Ide yang dimiliki oleh Naufal tidak salah bahkan hal itu sangat perlu diapresiasi oleh semua pihak. Tetapi sebelum melangkah lebih jauh, pemerintah harus menganalisis terlebih dahulu terkait dengan kelayakan teknologi ini untuk diaplikasikan pada skala yang lebih besar. Desa tempat tinggal Naufal memang belum teraliri listrik maka pemerintah perlu menelaah lebih jauh teknologi yang sesuai untuk kondisi wilayah terpencil. Sebagai contoh, proyek Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) untuk wilayah papua dinilai cukup sukses sebagai program pra-elektrifikasi. Proyek tersebut dapat dikembangkan untuk wilayah terpencil lainnya yang memiliki kondisi yang sama seperti di Papua. Atau menerapkan teknologi lain seperti mikro hidro atau turbin angin yang sudah jelas mampu digunakan untuk skala rumah tangga.

Terkhir, penulis kembali ingin mengapresiasi ide dari Naufal. Setidaknya, Naufal sudah belajar bagaimana prinsip kerja dari sebuah perangkat elektrokimia seperti baterai, fuel cell, sel surya maupun superkapasitor. Naufal harus terus semangat untuk mempelajari lebih dalam hal-hal tersebut. Karena bukan tidak mungkin, suatu saat nanti Naufal dapat membuat pembangkit listrik tenaga angin atau surya yang terintegrasi dengan baterai seperti yang dilakukan oleh Elon Musk.

Sumber: