Bagaimana Perkembangan Tanaman Produk Rekayasa Genetik di Indonesia?

Tanaman Produk Rekayasa Genetik di Indonesia menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat. Masyarakat yang pro terhadap Produk Rekayasa Genetik (PRG) meyakini bahwa dengan melakukan modifikasi genetika pada tanaman memungkinkan petani untuk tetap mendapatkan hasil panen di tengah kondisi alam yang tidak menentu, seperti cuaca ekstrem, serangan hama dan gulma. Bahkan rekayasa genetika disebut-sebut bisa jadi solusi untuk mengatasi krisis pangan global. Sedangkan untuk kelompok yang kontra meyakini bahwa Produk Rekayasa Genetik (PRG) menimbulkan kerusakan pada keseimbangan ekosistem alam dan tidak baik digunakan untuk kesehatan. Oleh karena itu, bagaimana perkembangan Tanaman Produk Rekayasa Genetik di Indonesia setelah menimbulkan pro dan kontra tersebut ?

1 Like

Tanaman transgenik merupakan tanaman hasil rekayasa dimana diintroduksi seutas DNA dari organisme lain pada genom tanaman tersebut. Adanya tanaman transgenik atau tanaman hasil rekayasa genetika dan produknya telah memicu reaksi masyarakat yang kontroversial. Hal tersebut karena produk rekayasa genetika merupakan hasil teknologi baru yang belum teruji sebelumya seperti teknologi konvensional. Kekhawatiran dampak negatif produk tanaman transgenik telah memicu beberapa negara untuk membuat, mengesahkan, dan menerapkan peraturan-peraturan yang menjamin pemanfaatan hasil bioteknologi modern ini agar tidak membahayakan konsumen dan tidak merusak keanekaragaman hayati. Keberadaan undang-undang untuk pelabelan produk hasil rekayasa genetika (Genetically Modified Organism atau GMO) memerlukan metode untuk mendeteksi keberadaan GMO dalam suatu produk pangan atau pakan yang berasal dari tanaman transgenik. Berbagai negara telah mengembangkan metodenya masing-masing dan kemudian menjadikannya semacam pedoman nasional, hal tersebut dilakukan karena belum adanya standar internasional mengenai metode GMO.

Tanaman transgenik yang telah mendapatkan izin untuk ditanam di Indonesia adalah kapas Bt (Bollgard) untuk tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan pada tahun 2001. Secara tidak langsung, beberapa produk tanaman transgenik juga telah beredar di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Indonesia mengimpor sebagian besar kedelai dan jagung yang berasal dari negara utama penanama tanaman transgenik di dunia, yaitu USA dan Argentina. Indonesia telah mempunyai beberapa peraturan yang mengatur pemanfaatan tanaman transgenik seperti Undang-Undang tentang Pangan No. 7 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005. Pada tahun 1999, Indonesia telah mengeluarkan peraturan mengenai pelabelan produk GMO melalui Peraturan Pemerintah 69 Tahun 1999. Peraturan mengenai produk rekayasa genetika juga telah dikeluarkan melalui Pertauran Pemerintah No. 28 Tahun 2004.

Pada tahun 2004, telah dibentuk jejaring deteksi makanan hasil rekayasa genetika di ASEAN dengan nama ASEAN Genetically Modified Food Testing Network yang diprakarsai Singapura dan Indonesia. Indonesia memiliki empat laboratorium yang melaksanakan deteksi GMO, yang terdiri atas dua laboratorium milik pemerintah, yaitu Departemen Pertanian (BB-Biogen) dan Badan POM, serta dua laboratorium milik swasta, yaitu PT Saraswanti dan Universitas Atmajaya.

Referensi

Bahagiawati dan Sutrisno. 2006. Pemanfaatan Tanaman Hasil Rekayasa Genetik: Status, Regulasi, dan Metode Deteksi di Indonesia. Jurnal AgroBiogen. 3(1): 40-48

Swaco Prima Windutama. 2005. Sekilas tentang Bioteknologi Pertanian. Croplife Indonesia. Representing the Plant Science Industry

1 Like