Bagaimana Perkembangan Kerajaan Balanipa Pada Abad XVI-XVII?

Perkembangan Kerajaan Balanipa Pada Abad XVI-XVII

Bagaimana Perkembangan Kerajaan Balanipa Pada Abad XVI-XVII ?

Perkembangan Kerajaan Balanipa Pada Abad XVI-XVII


Kerajaan Balanipa berawal dari persekutuan para tomakaka yang bermetamorfosis menjadi sebuah Kerajaan besar dan disegani di wilayah Mandar. Hal ini dikerenakan, karna pencapaian yang diraihnya dalam menumpas beberapa tomakaka yang sewenang-wenang terhadap tomakaka lain. Hancurnya pemerintahan tomakaka yang diperkirakan terjadi sekitar tahun 1500 M menandai lahirnya era baru di daerah Mandar yaitu dimulainya era Kerajaan. Seperti halnya Kerajaan Balanipa yang berdiri setelah runtuhnya pemerintahan tomakaka.

Kerajaan Balanipa didirikan oleh empat negeri yang tadinya merupakan wilayah pemerintahan tomakaka, masing-masing berdiri sendiri.Keempat wilayah tersebut adalah Napo, Samasundu, Todang-todang dan Mosso. Dalam perkembangannya, keempat negeri ini sepakat untuk membentuk sebuah Kerajaan dan diberi nama Kerajaan Balanipa, dan keempat negeri ini jugayang menjadi wilayah inti dari Kerajaan Balanipa dan masing-masing wilayah memiliki kepala pemerintahan sendiri yang merupakan pemangku adat setempat yang bergelar pappuangan. Sebagai pucuk Kerajaan yang dibentuk itu, maka dipilih dan diangkatlah seorang raja ( mara’dia ).

Raja ( mara’dia ) pertama yang memimpin Kerajaan Balanipa adalah I Mayumbungi yang kemudian dilantik dan diambil sumpahnya oleh puang Diposoyang atau yang lebih dikenal oleh puang Limboro, juga merupakan ketua dari dewan tertinggi Appe Banua Kaiyyang. I Manyumbungi diangkat menjadi Raja Balanipa dikarenakan jasa-jasanya dalam menumpas musuh-musuh Appe banua kaiyyang yang terus mengancam siang dan malam. Kehadirannya di tengah-tengah masyarakat Balanipa memberikan perubahan pada tatanan pemerintahan yang berdampak positif bagi masyarakat.

Setelah I Manyumbungi resmi menjadi Mara’dia , penataan pada sistem pemerintahannya terus dilakukan, beliau juga berniat untuk mempersatukan wilayahwilayah yang terdapat disekitarnya menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Balanipa. Atas usul dan saran dari dewan ada’ kaiyyang, maka dinobatkan puang diposoyang yang berkedudukan sebagai pappuangan Limboro menjadi pemangku adat untuk mendapingi mara’dia dalam melaksanakan tugasnya sebagai raja dalam mengatur pemerintahan yang ada didaerah dataran rendah yang disebut Limboro. Dan diikuti pengangkatan pappuangan Tammangalle atau yang biasa diknal pappuangan Biring Lembang menjadi pemangku adat kerajaan untuk mendampingi mara’dia dalam mengatur daerah yang ada di pesisir pantai.

Pengangkatan kedua pappuangan ini tidak berarti melepaskan jabatannya sebagai pemimpin banua, tetapi mereka tetap melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin banua, disamping menjalankan tugasnya sebagai pemangku adat. Selain itu, kedua orang ini juga menjabaat sebagai ketua dan wakil ketua dewan ada’ kaiyyang Kerajaan Balanipa. Pengangkatan pappuangan ini menjadi pemangku adat di pusat Kerajaan di karenakan mereka berjasa dalam proses pembentukan Kerajaan Balanipa. Pengankatan pappuangan selanjutnya adalah puang Sodo menjadi pabbicara kaiyyang, yang brtugas membatu mara’dia dibidang hukum. Ketiga pemangku adat inilah yang disebut tallu sokko ada’ (tiga kepala adat).

Keinginan I Manyumbungi untuk mempersatukan Kerajaan-kerajaan yang ada di Mandar belum terwujud pada masa pemerintahannya, dikarenakan beliau terlebih dahulu wafat.Namun pada saatitu Kerajaan Balanipa sudah menjadi Kerajaan yang berkuasa diwilayah Mandar.Setelah I Manyumbungi wafat, Ia digantikan oleh anaknya Tomepayung menjadi mara’dia ke dua Kerajaan Balanipa. Dibawah pemerintahan Tomepayung Kerajaan Balanipa semakin berkembang, hal ini dibuktikan dari bertambah luasnya wilayah kekuasaan Kerajaan Balanipa dari Kerajaan Binuang di bagian timur sampai Kerajaan-kerajaan di daerah hulu sungai di bagian utara.

Perluasan wilayah terus dilakukan oleh Tomepayung. Dalam memperluas wilayahnya dilakukan dengan cara menaklukkan musuhnya sehingga wilayah taklukkannya menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Balanipa. Hal ini dibuktikan ketika Kerajaan Passokkorang ditaklukkan maka wilayahnya menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Balanipa seperti; Baro-baro, Malumba, Banato, Andau, dan Alapang, menjadi wilayah kekuasaan papuuangan Tenggelang danLuyo. Sisanya menjadi daerah otonom, seperti: Maplli, Campalagian, dan Tapango, dan yang lainnya lagi menjadi wilayah palili seperti,: Mongoi, Karoke, Sattako, Salunase, Puttapi, sayoang, Salarri dan Pussui.

Selain melakukan penaklukkan, perluasan wilayah Kerajaan Balanipa juga ditempuh melalui jalan damai.Misalnya melalui perjanjian persahabatan atau persaudaraan yang dilakukan dengan Kerajaan Allu dan Taramanu sehinggga kedua Kerajaan ini menyatu menjadi wilayah Kerajaan Balanipa. Ada juga Kerajaan yang suka rela menggabungkan wilayahnya kedalam Kerajaan Balanipa, salah satunya adalah Kerajaan Tu’bi. Kerajaan ini kemudian menjadi daerah otonom dalam wilayah Kerajaan Balanipa.

Gagasan I Manyumbungi untuk mempersatukan Kerajaan-kerajaan yang ada di Mandar terwujud pada masa pemeritahan anaknya yaitu mara’dia Tomepayung. Pada masa ini Kerajaan Balanipa memprakarsai pertemuan Kerajaankerajaan yang ada di pesisir sehingga terbentuklah persekutuan pitu ba’bana binanga yang menggabungkan tujuh Kerajaan yang ada di muara sungai menjadi satu kesatuan dibawah pimpinan Kerajaan Balanipa.Pertemuan itu diselenggarakan di Tammajarra (Napo-Balanipa) yang menghasilkan perjanjian assitalliang Tammajarra I. Isi dari perjanjian itu berbunyi:

Tepui tanggar di Podang, sirumummi tau di Tamajarra ma’julu tanggar ma’julu nawa-nawa mammesa pattuyu mappenduku mappendongang abusarassunganna Passokkorang.Nauamo lita di Napo: me’apai tanngarna lita’ di Sendana? Nauamo Sendana: meapai mie Banggae, Pamboang, Tappalang, mamuju? Nauamo Banggae: Balanipamo anna Sendana namapia manna tanggarang. Matimami Pamboang, anna Mamuju mappatungang loana Banggae. Nauamo Sendana: me’apai tanggarangmu Napo? Nauamo Napo: natumbiringi natuppang toi lita’ Mandarmua’ I’dai mala lumbang passoroanna Passokkorang, ropo’ kotana.Tammalai mattitto bannis tau ma’ditta, tammala tomi mandundu uai sa’ammeang, napateng aburassunganna Passokkorang meabong allo bongi.Inning nanibundu’ pai Passokkorang siola nabeta topai ma’bundu’ anna’ mala lita’ta di Mandar, anna mala ma’ita tindo tau maiditta.Nauamo Sendana: tongang sanna’I mie’ puanna Napo.Matemi mara’dia Ibaro-baro napatei passokkorang, nala topa bainena. Tanniua madondong tanniua duambongi ita’ tobomo nalelei, momangande apemi agenggeanna Passokkorang. Pissanggi Napo melo’ ma’anna bundu’ kaiyang, pessappuloa ado, apa dotai lao nyawa dadi nalao siri’.Meapai tanggarme’ Banggae, Pamboang, Tappal\ang, Mamuju? Siramba-ramba’mimattimba’ puanna Sendana ma’uwa: inna-inna nasanga mapia Sendana siola Balanipa, nanipmate nanipotuo pemali nepeppondo’I. nauamo Sendana: mapiami. Sangali mesa, dale’baa nadiang sambarebare nyawana ma’bundu’ dato’o nadiang namacinna ma’ita barang-barang dipa’bunduang, ecci nisanga to bali’ balla’. Apa lumbangi pasorang di Bone, andiang leang, to macinna di barang-barang anna tobali sola nasuruangang. Inggamo pada ma’asseng’I onauannang Sendana, nama’ annami tau bundu’ kaiyang, nanibundu’I Passokkorang. Inggannana lita’, bare tallui taummu inggannana nasappan’ salana.Duambareang ma’jaga lita’ sambareang sirumung ma’bundu’ Passokkorang siolaola.Kado nasangmi lita’ di Mandar, mellambi’ tomi Balanpa di Barobaro di Tinunnungang.Nauam Sendana: bundu’ ditu’tia nirumungan tau nipammesa pattuyu, nisipomateang nisipotuoang. Lita’ anna tau, odiada’ odibiasa tia. Nauamo Napo: pada Nipeada’I ada’ta pada niperapang rapatta, lita’ dijori’ simemanganna, tau tipatettoi.Pada niposoe soeta, pada nipojappa jappaata di lita’ta. Iya tia mua’ dilalang bundu’I tau, mesai bamba mesa toi kedo, ate simateang, tuo sattuangi. Mua messummi digumanna anu matadatta, pemali membali’ digumana mua’ I’dai malele bundu’, dotai kareba limbang diaja dadi kareba manyomba.Iayaiyannamo tau meppondo’ di bundu’ mamboe’allewuang, puppus sekawu, niala topa lita’na siola taunna nibarebare.ammongi taniba’barang, urupau puralao, limbang nyawa talla’lla pura pau.

Artinya:

Setelah bulat pertimbangan di Podang, berkumpullahrang di Tammajarra, bersatu dengan bersatu pikirang, tunduk tengadah memikirkan kekejamannya (Kerajaan) Passokkorang.

Berkatalah di ngeri Napo: bagaimana pertimbangannya Sendana?

Berkatalah Sendana: bagaimana kalian Banggae, Pamboang, Tappalang, Mamuju?

Berkatalah Banggae: Balanipa sajalah dan Sendana yang sebaiknya berembuk. Menyebutlah Tappalang, Pamboang dan Mamuju membenarkan perkataan Banggae.

Berkatalah Sendana: bagaimana pendapatmu Napo?

Berkatalah Napo: dimiringkan dan dibalikkan negri di Mandar, jika tombak dan pagar Passokkorang tidak diruntuhkan. Tidak dapat menelan sesuap nasi rakyat kita,tdak dapat meminum air seteguk karena kekejaman Passokkorang yang menghadang siang dan malam. Harus kita perangi dan harus dikalahkan, demi keselamatan negerikita di Mandar, sehingga dapat memperoleh tidur rakyat kita.

Berkatalah Sendana: benar sekali pendapat Napo. Telah meninggal raja Baro-baro, dibunh oleh raja Passokkorang, diabil pula istrinya. Mungkin besok, mungkn kita lagi yang kena giliran jika merajalela bagaikan api kejahatan Passokkrang. Sekali Napo berkeinginan mengadakan perang beasar (terhadap Passokkorang), sepuluh kali saya menyetujuinya, karena lebih baik jiwa melayang daripada kehilangan siri’ (malu). Bagaimana pendapat Banggae, Pamboang, Tappalang, Mamuju? Serempak mereka menjawab bersama Sendana mengatakan: apa yang telah dikatakan baik oleh Sendana dan Balanipa, mati atau hidup akibatnya, pantang kami tinggalkan.

Berkatalah Sendana: baiklah. Hanya saja, janganlah kiranya yang setengah hati yang berperang, jangan pula ada yang menginginkan harta benda dan penghianatan yang menyertainya.

Berkatalah Napo: sekali dikatakan Sendana, sepuluh kali kebenarannya. Marilah kita bersama-sama teguh apa yang diucapkan oleh Sendana, kita akan mengadakan peperangan besar, dan memerangi Passokkrang. Semua negeri bagitgalah rakyatmu yang sudah dewasa, dua bagian menjaga negri, satu bagian dikerahkan bersama-sama memerangi Passokkorang. mengangguklah semua negeri di Mandar, telah mengutus pula-lah Balanipa dan Barobaro mengutus pula Tinunnungan.

Berkatalah Sendana: peranglah yang mengumpulkan kita, rakyat disatu hatikan, disehidup sematikan. Negeri dan rakyat, sesuai adat sesuai kebiasaan jua.

Berkatakah Napo: kita masing-masing memperadatkan adat kita, memperrapankan rapang kita, negri pada jori’ simemangan (garisyang melambangkan hokum yang telah ada sejak semula), rakyat demikian pula.Masing-masing mengayunkan ayun atangan kita sendiri. Akan tetapi, jika kita didalam peperangan, satulah suara, satulah gerakan, mati kita bersama, hidup kita bersama. Jika telah dikeluarkan dari sarungnya benda tajam kta, pantang disarungkan kembali, walaupun perang belum selesai, lebih baik diberitakan lari daripada terberitakan menyerah (kepada musuh) barang siapa diantara kita yang lari dari peperangan, melanggar kesepakatan, pupus tiada memperoleh kebaikan (semaca kutukan), diambil pula negerinya bersama rakyatnya dbagi-bagi. Genggam eratlah pantang melepaskan perjanjian kesepakatan, jiwa boleh melayang tetapi perjanjian pantang di ingkari.

Adapun tujuan dari perjanjian ini adalah untuk saling membantu dan bekerja sama dalam rangka memajukan kesejahteraan negeri dan keamanan dari serangan Kerajaan-kerajaan lain termasuk Kerajaan Passokkorang. Pada perjanjian pertama yang hadir hanya enam Kerajaan.Kerajaan Binuang hadir dalam pertemuan kedua sekaligus memantapkan kembali ikatan yang telah terjalin.

Kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam persekutuan pitu ba’bana binanga ialah:

  1. Kerajaan Balanipa, sebagai ayah atau ketua.

  2. Kerajaan Sendana,sebagai ibu atau wakil ketua.

  3. Kerajaan Banggae anak atau anggota

  4. Kerajaan Pamboang anak atau anggota

  5. Tappalang anak atau anggota

  6. Mamuju anak atau anggota

  7. Binuang anak atau anggota.

Dilihat dari uraian di atas tampak bahwa Kerajaan Balanipa menempati posisi sentral dalam persekutuan pitu ba’ban binanga.Kerajaan Balanipa sebagai bapak atau ketua dari persekutuan pitu ba’bana binanga karena dianggap sebagai Kerajaan yang terkuat diantara tujuh Kerajaan itu dan sekaligus sebagai pemeran pokok dalam perkembangan Kerajaan-kerajaan yang ada di pitu ba’bana binanga. Dalam perkembangan selanjutnya Kerajaan Balanipa juga menggagas pertemuan antara Kerajaan-kerajaan yang ada di muara sungai ( pitu ba’bana binanga ) dengan Kerajaan-kerajaan yang ada di hulu sungai ( pitu ulunna salu ).

Dalam pertemuan antara kedua persekutuan itu, masing-masing dipimpin oleh mara’dia Balanipa yaitu Tomepayung dengan Tomampu atau Londong Dahata dari Rantebulahan yang melahirkan sebuah ikrar kesepakatan yang kemudian dikenal allamungan batu di Luyo (menanam batu di Luyo). Perjanjian tersebut bersifat kesepakatan dalam bidang pertahanan dan keamanan persekutuan mereka. Ada beberapa persi tentang isi perjanjian allamungan batu di Luyo.

1. Naskah dari A. M. Mandra yang bersumber dari lontarak pattapingan Mandar yang berbunyi:

“sudah terbukti kesaktian leluhur menyatakan anak cucunya di pitu ulunna salu dan di pitu ba’bana binanga, diataskesaksian Dewata di atas, Dewata di bawah, Dewata di kanan, Dewata di kiri, Dewata di muka, Dewata di belakang, bersatulah untuk saling menguatakan, tidak terpetak-petak, tidak terbatas, satu bantal bertikar selembar, sepembalut langit-langit, tidak saling memberi makan yang bertulang, tidak saling memberi minum yang beracun, tidak saling meninggalkan kesusahan, tidak saling melupakan kebaikan. Saling menghormati hukum dan peraturan masing-masing, hukum hidup di pitu ulunna salu, hukum mati di pitu ba’bana binanga. Destar (ikat kepala) di pitu ulunna salu, sanggul di pitu ba’bana binanga.Pitu ulunna salu menjaga ular, pitu ba’bana binanga menjaga ikan hiu. Setelah berpisah mata hitam dengan mata putih, barulah berpisah pitu ulunna salu dengan pitu ba’bana binanga. Barang siapa yang bermimpi mengidamkan seorang ana laki-lakiyang akan memisahkan pitu ulunna salu dengan pitu ba’bana binanga maka keluarkan, kemudian hanyutkan agar tidak akan kembali lagi”

2. Naskah dari Muthalib

“adat hidup di piu ulunna salu, adat mati di pitu ba’bana binanga. Nenek di pitu ulunna salu, cucu di pitu ba’bana binanga. Pitu ulunna salu tidak berkekkuatan di pitu ba’bana binanga. Pitu ba’bana binanga tidak berkekuatan dipitu ulunna salu. ayam jantan menghadap ke barat, ayam betina menghadap ke timur. Pitu ulunna salu dibawa pemerintahan tomakaka, pitu ba’bana di bawa pemerintahan mara’dia .

Dari kedua versi perjanjian tersebut dapat di ketahui bahwa Tujuan perjanjian ini untuk menciptakan stabilitas yang mantap dalam menjalankan pemerintahan yang aman dan tertib dalam lingkungannya masing-masing. Sebelum perjajian allamungan batu di Luyo ini, ketegangan terus terjadi antara dua kelompok ini, yang diakibatkan oleh perbedaan pandangan dari konsep norma yang diyakini masing-masing kelompok. Pitu ulunna salu yang memegang ada’ tuo (hokum hidup) sedangkan pitu ba’bana binanga memegang konsep ada’ mate (hukum mati). Hal inilah yang menjadi dasar ketegangan yang terjadi antara kedua kelmpok ini. Apalagi ketika Kerajaan Passokkorang dikalahkan oleh Kerajaan Balanipa, sebagian besar pasukan dari Kerajaan Passokkorang melarikan diri ke daerah pitu ulunna salu, dan Kerajaan yang ada di pitu uluna salu memberikan prlindungan kepada mereka.

Oleh karena itu peperangan tidak bisa dihindari.Beberepa peperangan yang pernah terjadi sebelum adanya perjanjian allamungan batu di Luyo seperti perang Lakahang, perang Malunda, perang sungkiq, dan perang dama-damaq. Meskipun setelah peperangan terjadi, dilakukan perjanjian damai, tetapi pada akhirnya perjanjian itu selalu dilanggar dengan berbagai macam alasan.Hal ini disebabkan karna perjanjian tersebut belum menggambarkan bahwa kedua kelompok satu rumpun. Barulah dalam perjanjian allamungan batu di Luyo, kedua kelompok persekutuan ini bisa dipersatukan. Hal ini didasari persepsi yang dibawa Tomepayung untuk mempersatukan kedua kelompok adalah persepsi kekeluargaan, bahwa sesungguhnya kedua kelompok ini bersaudara yang asal muasalnya dari satu nenek yaitu Pongka padang dan Torije’ne.