Bagaimana perbedaan karakter putri Disney sebelum dan sesudah feminisme berkembang?

Feminisme

Feminisme adalah sebuah gerakan dan ideologi yang memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan dalam politik, ekonomi, budaya, ruang pribadi dan ruang publik.

Para putri Disney kerap mencerminkan kegelisahan dan perilaku budaya di masa film itu diluncurkan. Tahun 1930 adalah dekade di mana Disney memperkenalkan Putri Salju, putri Disney pertama mereka.

Dia merepresentasikan pandangan umum tentang perempuan ideal di masa itu - bahwa mereka harus pendiam dan pasif. Bahkan pahlawan perempuan klasik, seperti Cinderella dan Putri Tidur, terlihat sebagai putri Disney yang paling tidak feminis karena mereka bergantung pada pangeran tampan.

Setelah Putri Tidur pada 1959, tidak ada putri Disney lagi selama 30 tahun, dan dalam rentang itu paham feminisme mulai bergaung.

Putri Disney di era baru ini menyerap elemen feminisme itu, dan juga sifat-sifat tradisional. Misalnya, Ariel dalam film The Little Mermaid menunjukan kemandirian, walau dia menyerahkan suaranya untuk mengejar lelaki impian.

Mirip dengan itu, Belle dalam film Beauty and the Beast juga menunjukan niat yang kuat - dia melawan harapan-harapan komunitasnya. Tetapi dia mulai kehilangan jati diri saat dia mulai melihat dunia dari perspektif si Buruk Rupa.

Tidak hanya feminisme yang mempengaruhi putri Disney. Hak-hak suku asli Amerika diperkuat dalam dua dekade dari pertengahan 1970-an dengan perlindungan hukum terhadap hak-hak dan kepentingan suki asli, dan pada 1995 lahirlah Pocahontas.

Dia adalah putri Disney pertama yang berasal dari suku asli Amerika dan dianggap sebagai salah satu putri yang paling mandiri yang pernah diciptakan.

“Pocahontas memang sangat berbeda karakternya. Dia tidak digambarkan dari hubungan asmara dan dia lebih aktif. Juga, dia adalah salah satu putri yang benar-benar berperan dalam kepemimpinan,” kata Megan Condis, asisten profesor bahasa Inggris di Stephen F Austin State University, yang tertarik pada sejarah putri Disney.

Tapi Pocahontas tidak lolos dari kontroversi. Film ini dikritik karena dianggap merepresentasikan sensualitas perempuan dan membelokkan sejarah.

Tahun 1998, datanglah putri baru, Mulan yang jauh dari pendiam. Dia menjadi pahlawan dari kisahnya sendiri, bahkan muncul dalam peperangan dengan pelindung tubuh.

Dunia harus menunggu sangat lama sebelum akhirnya Disney memperkenalkan putri Afrika-Amerika bernama Tiana dalam film The Princess and the Frog. Cita-citanya berbeda dari putri-putri yang datang sebelumnya.

“Mimpinya bukan memiliki pangeran dan memerintah kerajaan, mimpinya adalah membuka restoran,” kata Condis.

Tetapi tidak semua setuju dengan Tiana. “Saya mendengar bahwa banyak orang di komunitas Afrika-Amerika yang memiliki kekhawatiran serius dengan kenyataan bahwa putri Afrika-Amerika pertama mereka menghabiskan terlalu banyak waktu menjadi kodok di layar,” kata Rebecca Hains.

Meskipun pahlawan perempuan Disney mulai tampil lebih berdaya (empowered), mereka tidak ditonjolkan sama seperti putri-putri tradisional - terutama di barang-barang Disney.

“Jika Anda melihat produk-produk Disney seperti tempat makan dan kaus, Anda melihat Belle, Cinderella, dan Putri Tidur kerap berdiri berdampingan. Walau putri seperti Pocahontas dan Mulan masih berada dalam garis yang sama, mereka jarang dimasukkan dalam tipe produk semacam ini,” kata Condis.