Bagaimana peran Organisasi Internasional pada penyelesaian sengketa internasional?

image

Dalam dunia internasional, menjalin hubungan internasional adalah
suatu hal mutlak yang tidak bisa dihindari oleh setiap negara, hal ini sudah
tertuang di dalam Konvensi Montevideo 1933 yang menyatakan syarat dari
terbentuknya negara salah satu poin yang paling penting adalah mampu
menjalin hubungan internasional dengan negara lain, tujuannya adalah adanya
saling membutuhkan satu negara dengan negara lainnya, karena tidak ada satu
negara yang dapat memennuhi kebutuhan negaranya sendiri tanpa bantuan
dari negara lain.

Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antarnegara, negara
dengan individu, ataupun negara dengan organisasi internasional tidak
selamanya terjalin dengan baik. Acap kali hubungan itu menimbulkan
sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber
potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antarnegara dapat berupa
perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain
lain. Manakala hal demikian terjadi, hukum internasional memainkan peranan
yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.

Peran Organisasi Internasional dalam penyelesaian sengketa
internasional telah diakui oleh masyarakat internasional. Pada waktu Liga
Bangsa-Bangsa (LBB) didirikan, pendiri LBB telah menyadari pentingnya
peran organisasi regional dalam penyelesaian sengketa internasional.

Lalu bagaimana peran Organisasi Internasional dalam penyelesaian sengketa internasional?

1. Penyelesaian Sengketa Menurut ASEAN ( Association of South-East Asia Nations )

Association of South-East Asia Nations (ASEAN) didirikan berdasarkan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1976. ASEAN didirikan oleh Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura. Lima negara berikutnya bergabung dengan ASEAN: Brunei Darussalam (8 Januari 1984), Vietnam (28 Jui 1995), Laos dan Myanmar (23 Juli 1997) dan Kamboja (30 April 1999).

Preambule Deklarasi memuat tujuan ASEAN, yakni meletakkan dasar atau fondasi kokoh untuk memajukan kerja sama regional, memperkuat stabilitas ekonomi dan social serta memelihara perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. Termasuk dalam tujuan tersebut adalah keinginan menyelesaikan sengketa di antara anggotanya secara damai. Pengaturan penyelesaian sengketa ASEAN termuat dalam the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) yang ditandatangani di Bali, 24 Februari 1976. Bab IV TAC (Pasal 13-17) memuat pengaturan mengenai penyelesaian sengketa secara damai.

2. Penyelesaian Sengketa Menurut EU ( European Union )

Uni Eropa (European Union) adalah organisasi internasional regional yang sangat penting dewasa ini. Di lingkungan negara-negara Uni Eropa, Perjanjian Roma (cikal bakal Uni Eropa dan perjanjian yang mendirikan Masyarakat Ekonomi Eropa) mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk tidak menyerahkan sengketanya mengenai penafsiran dan pelaksanaan Perjanjian Roma 1957, sesuai dengan cara atau prosedur yang terdapat dalam Perjanjian Roma.

Badan yang berwenang menangani sengketa-sengketa di antara negara anggota Uni Eropa adalah:

  1. The European Commission (Komisi Eropa)

  2. The Court of Justice (Mahkamah)

3. Penyelesaian Sengketa Menurut OAS ( The Organization of American States )

Instrumen hukum yang menjadi landasan pendirian Organisasi Negara-Negara Amerika (Organization of America States – OAS ) adalah Piagam OAS, 30 April 1948, yang telah mengalami perubahan pada tahun 1967 dan 1985.

Piagam mengatur penyelesaian sengketa dalam Bab VI (Pasal 23-26). Pasal ini antara lain menyatakan bahwa manakala suatu sengketa lahir di antara dua atau lebih negara-negara Amerika maka mereka terlebih dahulu menyelesaikannya melalui saluran-saluran diplomatik yang ada (dalam hal ini negosiasi). Prosedur tersebut dapat berupa jasa baik, mediasi, ad hoc committee, atau cara-cara lain yang disepakati para pihak. Manakala penyelesaian melalui sarana diplomatik gagal maka para pihak dapat bersepakat mengenai prosedur penyelesaian snegketa selanjutnya.

4. Penyelesaian Sengketa Menurut OAU ( Organization of African Unity )

Organisasi Negara-Negara Afrika ini dibentuk berdasarkan hasil konferensi di Addis Abbaba pada 23 Mei 1963. Sejak tahun 2001 the Organization of African Unity diubah menjadi the African Union.

Tujuan OAU adalah mendorong dan mengoordinasikan aktivitas negara-negara Afrika dalam bidang kepentingan bersama. Ini meliputi penyelesaian sengketa dalam lingkup wilayah Afrika dan kerja sama dalam bidang pertahanan dalam menghadapi agresi dari luar. Dibandingkan dengan OAS, maka OAU lebih longgar sifatnya, lebih menekannkan pada dukungan moral daripada kewajiban hukum dan menghormati kedaulatan negara anggotanya.

Pengaturan penyelesaian sengketanya termuat dalam Pasal 19 Piagam Addis Abbaba (Addis Abbaba Charter) 23 Mei 1963. Pasal ini sebenarnya memuat pembatasan cara penyelesaian sengketa, yaitu penyelesaian sengketa melalui pembentukan suatu Komisi Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase ( Commission of Mediation, Conciliation, and Arbitration ).

Yuridiksi ketiga badan tersebut tidak memaksa. Menurut Shaw, latar belakang pengaturan penyelesaian sengketa di negara-negara Afrika memang cenderung menhindari penyelesaian secara hukum. Sudah menjadi budaya di lingkungan negara-negara Afrika bahwa mereka lebih suka penyelesaian suatu sengketa dengan melibatkan pihak ketiga, tidak dengan penyelesaian langsung secara hukum (pengadilan).