Kenneth Burke (1966) seorang ahli retorika abad ke-20 dalam Cox (2010) menjelaskan peran Bahasa, seni, fotografi, demo jalanan, dan bahkan laporan ilmiah sebagai bentuk tindakan simbolis dalam memberikan pengetahuan mengenai komunikasi lingkungan kepada khalayak. Fotografi telah memainkan peran penting dalam ‘Enviromental Awakening’ sejak tahun 1960-an. Jika seseorang belum mengetahui mengenai krisis lingkungan yang terjadi sebelumnya, mereka tentu saja akan merasa tergugah oleh gambar-gambar yang ditunjukkan di ruang keluarga mereka tentang burung laut yang diminyaki, ikan beracun dan hutan yang hancur karena hujan asam, dan foto lainnya. Fotografi berfungsi untuk membangkitkan emosi, untuk menggerakkan khalayak untuk bertindak. Karna fotografi sering digunakan sebagai media bukti perubahan lingkungan yang dramatis (Valiverronen & Seppanenn, 2013).
Fotografi juga dapat mempersuasi orang untuk bertindak karena foto dapat mengubah hasrat manusia untuk menguasai, memiliki, dan diakui. Seperti contohnya ketika kita melihat foto makanan, foto tersebut dapat meningkatkan rasa lapar pada seseorang yang melihatnya. Foto obyek wisata tertentu yang membuat seseorang membayangkan dirinya berada di tempat tersebut atau bahkan dapat memutuskan untuk mengunjunginya. Foto juga dapat mempengaruhi seseorang untuk membeli suatu produk, atau mengubah keyakinan politis tertentu (Setiawan & Bornok, 2015).
Selama beberapa dekade terakhir, fotografi telah menjadi alat penting dalam pelestarian keanekaragaman hayati. Saat ini, hampir tidak mungkin menemukan materi kampanye konservasi atau materi pemasaran yang tidak memasukkan foto dalam materi tersebut. Hal tersebut benar adanya, karena ada bukti bahwa foto dapat memiliki dampak penting dalam persepsi, sikap, dan bahkan perilaku kita terhadap alam (Kalof, Zammit-Lucia, Kelly, 2011).
Selain itu Ward (2008) juga menyatakan hal yang sama bahwa fotografi telah lama dijadikan sebagai medium yang berpengaruh dalam membentuk pandangan masyarakat dan kebijakan lingkungan alam. Contohnya adalah upaya Sierra Club untuk membangun beberapa kawasan lindung pertama di dunia di AS, atau laporan media baru-baru ini tentang pembunuhan besar-besaran Amur Falcons di Nagaland, India (Dalvi & Sreenivasan, 2012), di Australia, peter Dombrovskis menggunakan foto-fotonya untuk memulai gerakan lingkungan secara nasional untuk menyelamatkan hamparan hutan belantara yang masih asli dimana Franklin Dam bertujuan untuk membangun bendungan listrik tenaga air disana, Christina Mittermeier adalah tokoh terkenal dengan karyanya tentang suku Kayapo asli di Amazon pada tahun 1991. Melalui gambarnya, dia telah meningkatkan kesadaran dan memberikan pendanaan untuk konservasi kayapo (Ward, 2008).
Kisah-kisah sukses tersebut membuktikan bahwa fotografi dapat digunakan secara efektif untuk menyoroti masalah lingkungan dan konservasi dan juga memberikan bukti bahwa fotografi telah menjadi alat vital dalam mengkomunikasikan keanekaragaman hayati dan pelestariannya. Hal tersebut merupakan kabar gembira yang berhasil mengarahkan pada penciptaan bidang “Fotografi Konservasi” dan pembentukan organisasi seperti International League of Conservation Photographers, yang bekerja secara khusus untuk menyebarluaskan kebutuhan konservasi keanekaragaman hayati (Myers, 2006 dalam Verissimo, Seshadri, Kanagavel, Raghavan, 2013).
Peran fotografi dalam konservasi semakin diakui oleh para ilmuwan dan fotografer sebagai alat yang efektif untuk penyelamatan keanekaragaman hayati dan sebagai alat komunikasi yang kuat untuk mengkomunikasikan masalah yang berkaitan dengan sosial dan masalah lingkungan (Ward, 2008). Melalui komunikasi semacam itu, masyarakat terhubung dengan alam dan pengetahuan ilmiah dapat tersalurkan ke pemahaman publik untuk menyadarkan dan dapat bertindak untuk menemukan solusi dari masalah konservasi dan masalah lingkungan (Ward, 2008). Di sini, fotografi dilihat sebagai wadah ilmu pengetahuan yang dapat memberikan pesan yang efektif. Farnsworth (2011) melihat fotografer yang terlibat dalam konservasi menawarkan cara yang baru untuk mengkomunikasikan literasi ilmiah dan menyediakan wadah yang baru untuk memberikan pengajaran dan studi berbasis masyarakat