Bagaimana penyebab, proses terjadinya, dan gejala pada salmonelosis?

Salmonelosis yang disebabkan oleh berbagai spesies dan serotipe kuman salmonela pada pedet dan sapi dewasa, atau pada spesies ternak lainnya, mengakibatkan septisemia dan radang usus yang akut maupun kronik. Bagaimana penyebab, proses terjadinya, dan gejalanya?

Penyebab
Sampai sekarang kuman Salmonella spp. diketahui mempunyai sedikitnya 1300 serotipe yang semuanya mampu menimbulkan penyakit. Kuman-kuman Salmonella typhimurium dan S. dublin, kadang-kadang S. heidelberg dan S saint pauli, sering dilaporkan menyerang pedet maupun sapi dewasa. Pada pedet, kuman-kuman tersebut dapat diisolasi dari penderita yang berumur 6-14 hari.

Infeksi kuman ke dalam suatu kandang sapi dapat terjadi karena dimasukkannya sapi baru untuk bibit yang berasal dari pasar atau dari kandang lain yang tertular. Kuman salmone yang mem punyai arti zoonotik, dapat tinggal di suatu kandang untuk jangka waktu yang panjang, terutama bila ada hewan-hewan yang infeksinya bersifat laten. Dalam air yang tergenang yang terdapat di padang penggembalaan kuman dapat tahan hidup hingga 9 bulan.

Proses terjadinya
Setelah berhasil memasuki tubuh penderita kuman akan memperbanyak diri di dalam usus. Dalam wak tu yang relatif singkat infeksi tersebut akan menyebabkan septisemia (sepsis), yang dalam waktu pendek akan dapat menyebabkan kematian penderita. Apabila yang terjadi hanya bakteriemia mungkin kuman-kuman hanya akan menyebabkan radang usus akut. Pada yang sifatnya kronik, kuman dapat diisolasi dari kelenjar kelenjar limfe di sekitar usus, hati limpa dan kantong empedu Kuman kadang-kadang dibebaskan dari tubuh melalui tinja atau air susu. Pada infeksi yang bersifat laten, kuman akan berkembang biak di dalam tubuh bila keadaan umumnya menurun. Penurunan kon disi tubuh mungkin disebabkan karena stres pengangkutan atau oleh gangguan faali yang lain

Gejala-gejala
Salmonelosis pedet bentuk septisemia perakut ditandai dengan kelemahan umum yang terjadi secara mendadak, kenaikan suhu tubuh yang menyolok (40-42 derajat Celcius) kemudian diikuti dengan koma. Kematian biasanya terjadi dalam waktu 24-48 jam.

Pada salmonelosis yang disebabkan oleh S. dublin mungkin diamati gejala inkoordinasi dan nystagmus sebelum terjadinya kematian. Pedet maupun sapi dewasa yang sanggup mengatasi fase sepsis akan memperlihatkan gejala-gejala diare profus yang dalam waktu 2-5 hari akan mengakibatkan dehidrasi yang sangat.

Salmonelosis bentuk enteritis akut, yang lebih banyak ditemukan pada hewan dewasa, ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (40-41 derajat Celcius), serta adanya diare yang sifatnya cair seperti halnya pada penderita desenteri. Karena tercampur dengan reruntuhan selaput lendir usus yang membusuk, lendir dan kadang- kadang dengan darah, tinja yang keluar berbau busuk. Kebanyakan penderita kehilangan nafsu makannya, meskipun kadang nafsu minumnya masih ada. Sebagai akibat ikutan dari keadaan tersebut akan terlihat frekuensi pulsus yang meningkat, kualitas pulsus yang lemah, dengan kongesti pada selaput lendir perifer. Pada sistem pernafasan akan terlihat kenaikan frekuensi dan dangkalnya pernafasan.

Salmonelosis mungkin mengakibatkan keluron pada sapi betina yang sedang mengandung. Pada sapi yang sedang berproduksi salmonelosis dapat menyebabkan terhentinya produksi air susu. Selain itu, kuman mungkin juga tersebar di jaringan-jaringan tubuh yang lain seperti otak, persendian, paru-paru dan sebagainya. Proses radang yang terjadi pada alat-alat tubuh tersebut akan mempercepat kematian. Biasanya proses penyakit hanya berlangsung 2-5 hari, dan sebagai akibat dehidrasi yang sangat penderita dapat mengalami kematian dalam waktu 2-5 hari pula.

Pada salmonelosis bentuk enteritis kronik, yang hanya ditemukan secara kadang-kadang saja pada hewan dewasa, penderita akan mengalami diare yang persisten dengan suhu tubuh yang kadang-kadang saja mengalami kenaikan. Karena diare tersebut penderita akan menjadi kedengkik. Bentuk enteritis kronik tersebut biasanya merupakan bentuk lanjut dari enteritis akut.

Referensi: Subronto. 1989. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.