Bagaimana pengaruh pemanasan global dan perubahan iklim terhadap kejadian penyakit hewan?

Sesungguhnya keadaan iklim terkait erat dengan timbulnya gangguan kesehatan karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit infeksi, terutama pada pemanasan yang berkepanjangan

Sesungguhnya keadaan iklim terkait erat dengan timbulnya gangguan kesehatan karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit infeksi, terutama pada pemanasan yang berkepanjangan dan ketidakstabilan iklim seperti cuaca yang ekstrim. Keadaan iklim seperti ini dapat memicu munculnya atau kemunculan kembali penyakit infeksius global (NICHOLLS, 1993; EPSTEIN, 1999; 2001).

Pengaruh perubahan iklim terhadap kejadian penyakit hewan juga dapat terjadi secara tidak langsung misalnya, terjadinya banjir sehingga agen penyakit terbawa aliran banjir ke lokasi lain atau vektor penyakit yang juga sebagai reservoar menyebar ke berbagai lokasi lain atau pemukiman lain. Hal ini dapat menimbulkan wabah seperti penyakit leptospirosis pada manusia dimana tikus yang bertindak sebagai reservoar, bakteri Leptospira spp. akan tersebar ke pemukiman/daerah lain melalui urin tikus dan dapat menginfeksi manusia atau hewan lain sehingga terjadi wabah penyakit leptospirosis (KUSMIYATI et al., 2005). Beberapa penyakit yang diperantarai oleh nyamuk sebagai vektor biasanya peka terhadap perubahan cuaca (EPSTEIN, 2001; ZELL et al., 2008).

Pengaruh terhadap agen patogen Pada umumnya hampir semua agen infeksius (seperti virus, bakteria, parasiter) perkembangannya dapat dipengaruhi oleh keadaan iklim setempat, terutama yang paling peka pada saat agen patogen tersebut menjalani siklus hidupnya di luar hospes utamanya (MCMICHAEL dan WOONDRUFF, 2008). PATZ et al. (1998) mengemukakan bahwa suhu yang lebih tinggi dapat mempercepat masa perbanyakan suatu agen patogen dalam kelenjar liur nyamuk, sehingga nyamuk menjadi lebih infektif dan dapat meningkatkan penularan. Kuman Salmonella spp. juga akan berkembang lebih cepat pada suhu yang lebih panas. Demikian juga dengan bakteri Vibrio cholera juga akan lebih berkembangbiak pada air yang lebih hangat yang terdapat di danau, muara dan pantai (WILLCOX dan COWELL, 2005), namun tidak semua organisme akan memberikan respon yang sama terhadap perubahan iklim (SLENNING, 2010).

Pengaruh terhadap vektor Perubahan iklim yang terkait dengan faktor cuaca, curah hujan, suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi dinamika biologi dan populasi dari vektor berupa nyamuk yang sebagian siklus hidupnya berhabitat di dalam air. Suhu yang sangat ekstrim akan mengurangi populasi nyamuk, misalnya larva Culex annulirostris akan mati pada suhu di bawah 10oC dan di atas 40oC (MCMICHAEL dan WOODRUFF, 2008). Tetapi pada suhu yang meningkat sampai batas tertentu dapat mengurangi waktu yang diperlukan untuk pengembangan larva, sehingga akan lebih banyak generasi nyamuk yang dihasilkan pada satuan waktu yang sama. Dalam hal ini Culex annulirostris umumnya memerlukan waktu 12 – 13 hari dari periode telur sampai dengan dewasa pada suhu 25oC, tetapi pada suhu 30oC hanya memerlukan waktu 9 hari dari telur sampai dengan dewasa (KAY dan AASKOV, 1989). Pengaruh curah hujan yang sangat tinggi dapat memutus siklus hidup nyamuk karena semua larva dan pupa akan hanyut terbawa aliran air hujan, sebaliknya pada curah hujan yang rendah dan terdapat genangan air, akan berdampak positif terhadap peningkatan populasi nyamuk. Populasi serangga Culicoides spp. sebagai vektor virus Arbo akan meningkat pada awal dan akhir musim hujan. Hal ini berdampak pada peningkatan kasus infeksi virus Arbo pada ternak (SENDOW, 2006). Dengan demikian perubahan suhu, curah hujan dan kelembaban dapat mempengaruhi jarak generasi, kepadatan populasi dan dinamika biologik berbagai vektor (seperti nyamuk, caplak, siput air). Pada penyakit yang penularannya memerlukan vektor seperti ini, maka vektor ini merupakan titik kritis yang menentukan terjadinya penularan penyakit.

Pengaruh terhadap hospes utama Pemanasan global dan perubahan iklim dapat berpengaruh langsung kepada spesies hewan sebagai hospes utama, antara lain timbulnya stres sehingga hewan menjadi peka terhadap infeksi suatu agen patogen, sehingga akan muncul gejala penyakit. Pengaruh langsung juga dapat terjadi pada hospes utama berupa burung yang biasa bermigrasi karena mengikuti musim. Pada perubahan iklim maka migrasi dapat dipercepat atau diperlambat sehingga apabila burung tersebut telah terinfeksi misalnya virus West Nile maka virus ini akan ikut menyebar ke lokasi baru. Demikian juga dengan unggas lain yang bermigrasi dan membawa agen patogen seperti virus H5N1 dalam tubuhnya sebagai reservoar, dapat menularkan penyakit avian influenza (AI) di lokasi yang baru (GILBERT et al., 2006). Hal yang sama juga dapat terjadi pada kalong yang pindah lokasi karena gangguan habitat lingkungannya dengan membawa serta virus Nipah dalam tubuhnya yang berperan sebagai reservoar (AZIZ et al., 1999; CHUA et al., 2000a; FIELD et al., 2007).

Referensi:
http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/wartazoa/article/viewFile/951/960