Bagaimana Penetapan KIO3 Pada Garam Secara Iodometri?

image

Kalium iodida adalah suatu senyawa kimia, obat-obatan, dan suplemen makanan. Sebagai obat-onbatan hal ini digunakan pada penyakit hipertiroidisme, dalam radiasi darurat, dan untuk melindungi kelenjar tiroid ketika beberapa jenis radiofarmaka digunakan. Pada dunia berkembang saat ini, hal ini juga digunakan untuk mengobati sporotrikosis dan fikomikosis pada kulit. Sebagai suplemen, hal ini digunakan pada seseorang yang memiliki asupan iodin] yang rendah dalam makanan, yang diberikan melalui mulut.

Bagaimana Penetapan KIO3 Pada Garam Secara Iodometri?

Yodium (I2) merupakan zat essensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon tiroksin. Terdapat dua ikatan organik yang menunjukkan bioaktifitas hormon ini, ialah trijodotyronin (T3) dan Tetrajodotyronin (T4), yang terakhir disebut juga Tiroksin. Tiroksin adalah hormon yang mengatur aktivitas berbagai organ, mengontrol pertumbuhan, membantu proses metabolisme serta mencegah penyakit gondok. Kelebihan yodium di dalam tubuh dikenal juga sebagai hipertiroid. Hipertiroid terjadi karena kelenjar tiroid terlalu aktif memproduksi hormon tiroksin. Kekurangan yodium pada anak khas terpaut dengan insiden gondok. Angka kejadian gondok meningkat bersama usia, dan mencapai puncaknya setelah remaja. Untuk mengatasi ini maka keluar peraturan yaitu Kepres no 69, 13 Oktober 1994, mewajibkan semua garam yang dikonsumsi, baik manusia maupun hewan, diperkaya dengan yodium sebanyak 30-80 ppm. Garam beryodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi standar nasional indonesia (SNI) antara lain mengandung KIO3 sebesar 30 – 80 ppm. Namun KIO3 mudah menguap oleh karena suhu yang tinggi, penyimpanan yang tidak baik dan kelembaban yang tinggi.

Iodium (I2) merupakan senyawa pengoksidasi, meskipun daya oksidasi I2 lebih lemah dari KMnO4. Pada proses penentuan kadar (analitis) I2 digunakan sebagai senyawa pengoksidasi (Iodimetri). Dan ion Iodida (I-) digunakan sebagai senyawa pereduksi (Iodometri) (Underwood 2002). Berdasarkan ini maka penentuan kadar dengan titrimetri yang menggunakan larutan I2 dengan prinsip redoks terbagi pada dua cara, yaitu secara langsung (Iodimetri) dan secara tidak langsung (Iodometri).

Mengingat sangat pentingnya garam mengandung KIO3 bagi kesehatan maka secara berkala garam dipantau kadar KIO3 yang terkandung. Penentuan KIO3 dalam garam dapat dilakukan secara titrimetri dan spektrofotometri. Penentuan KIO3 secara titrimetri menggunakan metoda Iodometri.

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung yang menggunakan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O). Pada Iodometri ion iodida (I-) berperan sebagai pereduksi. Ion Iodida (I-) direaksikan terlebih dahulu dengan menambahkan KI secara berlebih dan terukur kemudian I2 yang terbentuk dititrasi oleh larutan standar Natrium tiosulfat ((Na2S2O3.5H2O). Titik akhir titrasi ditandai dengan berubahnya warna dari kuning menjadi biru yang ditunjukkan oleh indicator amilum. Jadi sampel (yang mengandung KIO3) direduksikan terlebih dahulu oleh I-yang berasal dari KI, setelah sampel semua tereduksi maka I- yang tersisa di titrasi oleh Na2S2O3.5H2O hingga habis maka dengan kelebihan Na2S2O3.5H2O pada titran akan bereaksi dengan indicator sehingga titran berubah warna.

Reaksi :

Oksidator + 2I- ======> I2 + reduktor

I2 + S2O32- =======> 2I- + S4O62-

Larutan Na2S2O3.5H2O merupakan larutan standar skunder yang harus distandarisasi dengan larutan standar primer untuk mendapat konsentrasi yang tepat sebelum melakukan analisa sampel. Ada beberapa senyawa yang dapat berfungsi sebagai larutan standar primer untuk Na2S2O3.5H2O seperti Kalium Dikromat (K2Cr2O7), Kalium Iodat (KIO3).

Kesalahan-kesalahan bisa terjadi disebabkan terjadinya penguapan I2 dari larutan dan oksidasi iodide oleh udara. Untuk mengatasi ini maka titrasi harus berlangsung cepat dan erlenmeyer dalam keadaan tertutup setelah penambahan KI.

Sumber
  1. R.A, Day, Jr. / A.L. Underwood., Analisa Kimia Kuantitatif, ed. Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2002