Bagaimana Pendapatmu Mengenai Dinasti Politik yang Ada di Indonesia?

Dinasti Politik. Tentu kita sering mendengar istilah ini ketika menonton atau membaca artikel - artikel atau berita - berita yang memuat tentang politik terutama di Indonesia. Dinasti Politik saat ini merupakan salah satu masalah dalam penerapan demokrasi di Indonesia. Menurut definisinya, dinasti politik atau yang biasa disebut juga sebagai kinship dynasty (dinasti keluarga) merupakan sebuah bentuk upaya untuk mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan kelompok atau golongan tertentu untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan di sebuah negara. Biasanya dinasti politik ada pada kelompok keluarga yang masih memiliki hubungan darah.

Di Indonesia sendiri, kehadiran Dinasti politik merupakan hal yang biasa. Hal itu bisa dilihat dari struktur pemerintah pusat hingga daerah. Survey yang dilakukan oleh Nagara Institute terhadap para calon kepala daerah selama Pilkada 2020 kemarin, 124 calon terbukti terpapar poltik dinasti yang jika diklasifikasikan menurut gender 29 kandidat perempuan merupakan istri dari kepala daerah sebelumnya dari 57 kandidat (VOI). Tentu hal ini bukanlah hal yang baik bagus untuk demokrasi Indonesia yang dimana setiap warga negara memiliki hak untuk mencalonkan diri dalam peilihan umum ataupun daerah sesuai ketentuan yang berlaku. Setyaningrum dan Saragih (2019) menyatakan jika dinasti politik sangat berpeluang untuk menciptakan konflik kepentingan dan menciptakan mis-informasi antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, sikap opportunistik politisi yang menganut dinasti politik juga dapat berujung pada penyelewengan anggaran untuk kepentingan pribadi dan kelompok.

Tentunya Kita sudah melihat sendiri bagaimana Dinasti politik menciptakan iklim demokrasi yang buruk di Indonesia dengan maraknya kasus korupsi dan penyelewengan jabatan yang melibatkan banyak politisi di tingkat pusat maupun daerah seperti misalnya kasus yang menimpa Ratu Atut Chosiyah, mantan Gubernur Banten yang menjadi terpidana korupsi, namun ternyata keluarganya dari suami, menantu, anak, adik, menempati berbagai jabatan juga ataupun kasus yang baru - baru ini menyeret nama bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari yang juga ternyata merupakan istri dari Hassan Aminuddin (eks anggota DPR dan bupati Probolinggo dua periode). Di tingkat pusat, aroma dinasti politik bisa terasa dengan naiknya putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming menjadi walikota Solo dan menantu dari Presiden yaitu, Bobby Nasution yang berhasil menjadi walikota Medan.

Melihat dari fenomena di atas, Bagaimana pendapat kalian mengenai kehadiran politk dinasti yang ada di Indonesia ? Apakah menurut kalian dinasti politik perlu dihilangkan saja ? Jika iya bagaimana caranya ?

Referensi :

  1. Setyaningrum, D. & Saragih, H., A. (2019). Political Dynasties and the Moderating Role of Good Public Governance. Jurnal Ilmu Ekonomi. 8(2), 135 - 144.
  2. https://voi.id/bernas/42710/politik-dinasti-pengertian-dan-contohnya-di-indonesia

Jika pertanyaannya perlu dihilangkan maka jawaban saya adala BIG YES, karena sudah jelas dinasti politik sangat bertentangan dengan sistem milik kita yaitu sistem demokrasi. Kecuali jika Indonesia merupakan Negara monarki yang memang pemimpin diwariskan dari garis keturunan.

Entah memang mungkin berawal dari jiwa masyarakat Nusantara sebelum Indonesia menjadi sebuah republik, yang mana masih menganut sistem kerajaan. Sehingga mungkin sistem dinasti sudah merasuk dalam DNA warga Indonesia terutama para politikus sehingga sistem dinasti ini susah dihilangkan. Ah, itu cuman sebuah lelucon.

Tapi jika ditelaah lagi, hal hal semacam ini sudah menjadi sistem yang mengakar dalam konstitusi di Indonesia, sehingga lawan kita bukan hanya individu namun sebuah sistem. Dan ini sebenarnya adalah sebuah tantangan bagi kawula muda Indonesia yang ingin terjun ke dunia politik yang sudah dikuasai oleh pemikiran pemikiran usang seperti ini malah membuat idealisme seorang pemuda yang ingin memberikan perubahan malah ikut terseret kedalam lubang yang sama.

Lalu apakah sistem akan selamanya seperti ini? Tidak bisa berubah? Tentunya tidak, dan jika kita sadari kita semua tahu caranya. Yups, cukup siapkan diri kita masing masing dengan membekali ilmu kehidupan yang cukup, dengan idealisme yang matang. Karena kita sebagai kawula muda adalah penerus estafet perjuangan, dan tidak ada yang lain. Dan mereka yang sekarang duduk nyaman di belakang meja sambil menunggu gaji besar tiap bulannya pasti akan meninggalkan hal itu , karena mereka tidak abadi dunia ini. Dan kitapun juga tahu di 2045 Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yang mana populasi pemuda kan lebih besar daripada populasi orang tua, sehingga new mind akan menjadi dominan daripada old mind. Maka dari itu kawan kawan sekalian, tidak usah menuntut terlalu banyak kepada konstituen apalagi sekarang berbagai gerakan yang dilancarkan hanya bagai angin lewat di hadapan mereka, cukup persiapkan diri kita masing masing. Satu dua orang menggerakkan berjuta orang pasti akan susah, namun satu orang menggerakan dirinya sendiri akan jauh lebih baik. Terimakasih

download (5)

Menurut pendapat saya adanya kehadiran dinasti politik boleh-boleh saja. Apalagi negara kita adalah negara demokrasi, dimana kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Pemilihan kepala daerah dan pemerintah pun dilaksanakan dengan pemilu dan dipilih langsung oleh rakyat. Jadi, apabila yang menjadi pemimpin kebanyak satu dinasti itu adalah hal yang dipebolehkan. Yang memilihnya saja rakyat berarti rakyat sendirilah yang menginginkan siapa yang berhak menjadi pemimpin tersebut.

Namun, perlu diperhatikan oleh rakyat sebaiknya selektif dalam memilih seoran pemimpin jangan hanya karena kerabat presiden atau orang yang terperca menjadi terpengaruh untuk memilihnya. Padahal darah keturunan tidak mengahsilkan sikap yang sama persis. Misal, boleh saja karena ayahnya memiliki kemampuan yang bagus untuk menjadi pemimpin. Jadi, ketika anaknya mencalonkan menjadi pemimpin kita langsung memilinya saja tanpa berpikir panjang. Padahal sifat dari tiap orang manusia itu berbeda-beda.

Jadi, yuk kita amati dahulu sebelum memilih dalam pemilu nanti. Lihatlah kinerja dari orang tersebut bukan dari keturunan atau dari keluarga mana ia berasal. Karena kita sebagai rakyatlah yang akan memilih pemimpin untuk negeri ini.

Saya sependapat dengan kakak. Apabila dinasti politik yang dimaksud melewati tahap pemilu dalam artian proses demokrasi ya sah-sah saja. Sebab bisa jadi suatu keluarga tersebut memang sudah mempunyai tempat di hati masyarakat. Toh warga juga tidak dipaksa untuk memilih keluarga tersebut. Artinya di sini sudah berbeda proses dengan sistem monarki yang dalam praktiknya adalah ditunjuk oleh pihak kerajaan.

Tetapi apabila dinasti politik yang dimaksud adalah yang tidak melewati proses pemilu seperti contoh kasus di Banten, seperti yang si A jadi kepala dinas A, si B jadi kepala dinas B, si C jadi kepala dinas C, maka perlu dipertanyakan dan sudah masuk ranah KKN. Tentunya hal tersebut mencederai nilai - nilai demokrasi.

Dinasti politik di Indonesia telah menjadi topik perdebatan yang intens dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa orang percaya bahwa dinasti politik memberikan stabilitas dan kelanjutan, sementara yang lain berpendapat bahwa hal itu merugikan demokrasi dan menciptakan ketergantungan pada keluarga politik tertentu.

Pertama-tama, dinasti politik dapat dilihat dari sudut pandang positif. Beberapa orang berpendapat bahwa keberlanjutan keluarga dalam dunia politik membawa stabilitas dan pengalaman yang konsisten. Keluarga politik yang telah lama terlibat dalam urusan politik dapat membawa pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang masalah-masalah yang dihadapi negara. Dengan demikian, argumentasi ini berpendapat bahwa dinasti politik dapat memastikan keberlanjutan pembangunan dan kebijakan yang konsisten.

Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa dinasti politik dapat membahayakan prinsip dasar demokrasi. Salah satu prinsip demokrasi adalah rotasi kekuasaan dan peluang yang setara bagi semua warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Dinasti politik cenderung menciptakan konsentrasi kekuasaan di tangan keluarga tertentu, yang bisa berakibat pada ketidaksetaraan dan peluang terbatas bagi individu-individu di luar keluarga tersebut.

Dinasti politik juga dapat menyebabkan praktek nepotisme, di mana anggota keluarga mendapatkan posisi dan keuntungan secara tidak adil hanya karena hubungan keluarga mereka. Hal ini dapat merugikan sistem meritokrasi dan menghambat perkembangan bakat dan kemampuan individu yang mungkin lebih layak menduduki posisi tertentu.

Selain itu, dinasti politik dapat menciptakan ketidakpuasan di antara warga negara yang merasa bahwa sistem ini tidak adil dan tidak memberikan kesempatan yang sama bagi semua. Ini dapat merugikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga demokratis dan menciptakan rasa ketidakpuasan yang dapat memicu ketegangan sosial.

Perlu juga diperhatikan bahwa dinasti politik tidak selalu dihasilkan dari niat buruk atau korupsi. Beberapa keluarga politik mungkin memiliki sejarah panjang pelayanan publik dan dedikasi terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun, penting untuk mempertimbangkan efek jangka panjang dari dominasi politik keluarga terhadap dinamika demokrasi.

Pemahaman terhadap dinasti politik juga perlu mempertimbangkan konteks budaya dan sejarah Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia memiliki tradisi kuat dalam membentuk dinasti politik, yang mungkin mencerminkan norma-norma budaya dan sosial yang telah ada selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, menilai dinasti politik harus dilakukan dengan memahami latar belakang budaya dan sejarah setiap daerah.

Agar dinasti politik tidak merugikan demokrasi, perlu ada mekanisme kontrol dan transparansi yang kuat. Penegakan aturan dan regulasi yang mencegah penyalahgunaan kekuasaan serta memastikan partisipasi yang adil dalam politik dapat membantu menjaga keseimbangan dan integritas sistem politik.

Dalam merangkum, dinasti politik di Indonesia merupakan fenomena yang kompleks dengan dampak positif dan negatif. Evaluasi terhadap dinasti politik harus mempertimbangkan konteks budaya, sejarah, dan konsekuensi jangka panjang terhadap demokrasi. Langkah-langkah untuk memastikan kontrol, transparansi, dan partisipasi yang adil dapat membantu menjaga keseimbangan antara keberlanjutan politik dan prinsip dasar demokrasi.