Bagaimana Mengatasi Kecemasan dengan Imagery dalam Psikologi Olahraga?

kecemasan dan imagery

Bagaimana caranya mengatasi kecemasan yang dialami dengan metode imagery?

Secara khusus, penggunaan imagery untuk mengatasi kecemasan dapat dilakukan melalui enam tahapan yang dapat dikuasai individu dengan melakukan latihan secara teratur. Keenam tahapan tersebut, yaitu:

  1. Relaksasi. Kondisi relaks dibutuhkan agar subjek dapat fokus pada iai dari imagery . Untuk mencapai kondisi relaks, pernafasan dalam ( deep breathing ) dan relaksasi progresif lebih dianjurkan. Dalam penelitian ini, teknik relaksasi yang akan digunakan yaitu teknik relaksasi progresif. Relaksasi progresif merupakan salah satu relaksasi dengan pendekatan otot dan pikiran ( muscle- to-mind ) (Vealey & Greenleaf, 2001). Teknik relaksasi ini dikembangkan oleh Jacobson (1930, dalam Vealey & Greenleaf, 2001) terdiri dari serangkaian latihan yang meliputi kontraksi pada kelompok otot tertentu, menahan kontraksi tersebut untuk beberapa detik, lalu melepaskannya.

    • Fase kontraksi mengajarkan individu untuk menyadari dan sensitif terhadap perasaan ketika otot tegang.
    • Fase relaksasi mengajarkan individu untuk menyadari perasaan ketika tidak terdapat ketegangan dan hal tersebut dapat dimunculkan secara sengaja dengan melepaskan ketegangan di otot secara pasif. Dengan melatih teknik ini, atlet dapat menyadari ketegangan yang tidak diinginkan yang muncul kapan saja dan dapat dengan mudah melepaskannya. Menurut Soewondo (2009), terdapat sembilan kumpulan otot yang disadarkan, yaitu kumpulan otot tangan, jari, dan lengan kanan; kumpulan otot tangan, jari, dan lengan kiri; kumpulan otot kaki, paha, dan telapak kaki kanan; kumpulan otot kaki, paha, dan telapak kaki kiri; otot dahi; otot mata; otot bibir, gigi, dan lidah; otot dada; dan otot leher.
  2. Menulis narasi. Pada tahap ini subjek memilih situasi nyata yang membuatnya cemas dan diminta untuk membayangkannya. Ia harus memahami alasan mengapa situasi tersebut dapat membuatnya cemas. Ia juga harus menemukan aspek dari situasi tersebut yang paling sulit untuk dihadapi. Ia harus mengetahui ketakutan terbesar yang mungkin terjadi dalam situasi tersebut, dan mengetahui titik dimana ia tidak dapat mengontrol emosinya. Hal-hal tersebut ditulis berurutan dalam bentuk narasi serinci mungkin karena semakin subjek memahami situasi yang ia hadapi, akan lebih mudah baginya untuk mengatasi kecemasannya.

  3. Mengidentifikasi titik stres. Dengan menggunakan narasi yang telah dibuat, individu membayangkan situasi tersebut dengan perlahan dan mengidentifikasi bagian dalam situasi tersebut yang membuatnya stres. Subjek dapat menutup matanya agar dapat fokus membuat gambaran dalam pikirannya.

  4. Merencanakan strategi coping . Reaksi kecemasan memiliki dua komponen dasar, yaitu respon fisiologis terhadap stres dan pikiran yang mengintepretasi bahwa situasi tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, dalam coping imagery harus tercakup metode untuk relaksasi fisik dan serangkaian pernyataan yang dapat menenangkan subjek yaitu cognitive coping statement . Berdasarkan pernyataan tersebut, cognitive coping statement merupakan pernyataan yang dibuat oleh subjek untuk mengatasi pikiran yang yang memunculkan kecemasan. Dengan mengidentifikasi titik stres pada setiap bagian dari peristiwa, subjek diharapkan dapat mengembangkan cognitive coping statement untuk mengingatkan mereka bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi situasi tersebut atau memberikan strategi spesifik untuk mengatasi masalahnya.

  5. Melatih rangkaian imagery . Pada tahap ini, subjek melatih kembali strategi yang telah diajarkan secara menyeluruh. Tujuan dari tahap ini yaitu untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan.

  6. Menerapkan coping imagery pada situasi sebenarnya. Ketika subjek dapat menggambarkan seluruh tahapan peristiwa dan berhasil mengurangi tingkat kecemasan pada tiap stress point , subjek dapat menggunakan pendekatan tersebut pada situasi sebenarnya. Dalam situasi sebenarnya, subjek memang tidak memiliki kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan seperti ketika berada dalam visualisasi. Meskipun demikian, subjek sudah belajar untuk mengontrol reaksi fisik dan emosi sehingga perasaan dan ketegangan yang menimbulkan ketakutan dapat dilihat sebagai tanda untuk relaks dan mendorong diri sendiri.