Bagaimana Makanan Menjadi Media Diplomasi Publik?

Makanan Menjadi Media Diplomasi Publik

Salah satu aspek kebudayaan yang dapat digunakan sebagai media diplomasi publik adalah makanan.

Bagaimana Makanan Menjadi Media Diplomasi Publik ?

Makanan Sebagai Media Diplomasi Publik


Sebagaimana diketahui, setiap negara tidak dapat mencapai kepentingan nasionalnya tanpa melakukan interaksi dengan negara lain. Dalam proses interaksi yang dijalin tersebut, diplomasi merupakan salah satu kunci keberhasilannya. Harold Nicolson dalam Freeman (1994), memberikan definisi diplomasi yaitu sebagai berikut:

Diplomacy includes the management of international relations by means of negotiation; diplomacy represents a skill to address ideas in the conduct of international intercourse and negotiations; diplomacy is the method by which these relations among nations are adjusted and managed by ambassadors and envoys; diplomacy is business or art of the diplomats to pursuade the others.

Diplomasi termasuk manajemen hubungan internasiona dengan cara negosiasi; diplomasi merupakan keterampilan untuk menyampaikan ide dalam melakukan hubungan dan negosiasi internasional; diplomasi adalah metode di mana hubungan antar negara ini disesuaikan dan dikelola oleh para duta besar dan utusan; diplomasi adalah bisnis atau seni yang digunakan oleh diplomat untuk mempengaruhi yang lain.

Berdasarkan penjelasan tersebut jelas bahwa diplomasi merupakan salah satu instrumen penting dalam pelaksanaan politik luar negeri sebuah negara. Diplomasi bagaikan alat utama dalam pencapaian kepentingan nasional yang berkaitan dengan negara lain atau organisasi internasional. Melalui diplomasi inilah sebuah negara dapat membangun citra tentang dirinya dalam rangka membangun nilai tawar atau state branding (Freeman, 1994).

Diketahui juga bahwa dengan semakin kompleksnya isu-isu internasional, maka praktek diplomasi yang dilakukan oleh setiap negara pun semakin berkembang. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan potensi diplomasi publik. Diplomasi publik secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah aktivitas komunikasi yang terjadi antara pemerintah suatu negara dengan publik atau masyarakat global. Diplomasi publik merupakan usaha yang dilakukan oleh negara dalam mempengaruhi opini publik dengan menggunakan instrumen seperti pertukaran budaya, film, radio, dan media massa, dalam mengkomunikasikan gagasan dan cita-cita negara, institusi dan budayanya, serta kebijakan luar negerinya terhadap publik asing.

Merujuk pada definisi di atas, diplomasi publik merupakan salah satu instrumen soft power . Konsep soft power pertama kali diperkenalkan oleh Joseph S, Nye di tahun 1990. Konsep power sendiri menurut Nye adalah kemampuan dalam hal mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang kita inginkan. Selain itu, Nye mendefinisikan soft power sebagai kemampuan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari orang lain dengan cara memunculkan ketertarikan ( attraction ) dibandingkan melakukan paksaan ( coercion ) atau bayaran ( payments ) (Nye, 2004). Soft power ini terletak pada kemampuan suatu pihak dalam membentuk preferensi pihak lain. Soft power yang dimiliki oleh suatu negara pada dasarnya bergantung pada tiga sumber utama, yakni: budaya (dimana orang merasa tertarik terhadapnya), nilai-nilai politis atau political values (ketika orang merasakannya, baik itu di dalam negeri maupun luar negeri), dan terakhir kebijakan luar negeri (ketika orang melihatnya sebagai suatu legitimasi dan mempunyai otoritas moral) (Nye, 2004).

Diplomasi publik juga dikenal dengan istilah second track diplomacy yang secara umum didefinisikan sebagai upaya-upaya diplomasi yang dilakukan oleh elemen-elemen non-pemerintah secara tidak resmi ( unofficial ). Dengan kata lain, diplomasi publik dilancarkan dengan tujuan agar masyarakat domestik dan internasional mempunyai persepsi yang baik tentang kegiatan atau tindakan negara, sebagai landasan sosial bagi hubungan dan pencapaian kepentingan yang lebih luas (Shoelhi M, 2011), sehingga diplomasi publik didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melaui understanding, informing, and influencing foreign audiences . Diplomasi publik ini menjadi cara berdiplomasi yang tidak lagi hanya melibatkan peran pemerintah satu negara saja, tetapi juga melibatkan peran dari aspek-aspek lainnya. Publik memegang peranan yang semakin vital dalam menjalankan misi diplomasi sebuah negara terlebih pada situasi yang semakin terintegrasi dengan beragam bidangnya yang sangat variatif (Dwirezanti, 2012).

Salah satu aspek kebudayaan yang dapat digunakan sebagai media diplomasi publik adalah makanan. Peranan makanan dalam diplomasi telah disebutkan oleh Pham dalam tulisannya:

Throughout history, food has played a poignant purpose in moulding a world, figure ancient trade routes and awarding mercantile and domestic energy to those who rubbed cardamom, sugar, and coffee. These pathways speedy discovery—weaving a informative fabric of contemporary societies, tempering large palates, and eventually origination proceed for a globalizationof ambience and food culture

Sepanjang sejarah, makanan telah memainkan tujuan yang penting dalam membentuk dunia melalui rute perdagangan kuno dan memberikan energi perdagangan domestik melalui kapulaga, gula, dan kopi. Jalur ini mempercepat penukaran informasi di masyarakat kontemporer, membangun selera besar, dan akhirnya memulai untuk globalisasi dari suasana budaya dan makanan…” (Pham, 2013)

Berdasarkan penjelasan di atas, Pham telah menyebutkan bagaimana makanan dapat berperan dalam hubungan diplomasi. Sejarah telah mencatat bagaimana makanan dapat membangun rute perdagangan di dunia dan akhirnya makanan membangun sesuatu yang lebih besar yaitu memulai globalisasi. Meskipun ada banyak cara bagi suatu negara untuk menentukan dan memvisualisasikan identitasnya, makanan adalah salah satu yang sangat nyata. Seperti halnya untuk tujuan pariwisata negara akan sering merancang merek nasional yang menggunakan keindahan alam dan menarik fitur geografis mereka dan sekarang pemerintah menggunakan makanan sebagai bagian dari “strategi perluasan diplomasi budaya” dimana strategi ini berusaha untuk mengekspor artefak budaya terhadap dunia yang lebih luas dalam bentuk “hidangan nasional”.