Bagaimana Kedudukan Negara Berkembang Dalam Pelaksanaan WTO?

WTO
World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. WTO terbentuk tahun 1995 berdasarakan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan dan disepakati oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen. Tujuan dari perjanjian WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir, dan importir melakukan kegiatannya. Bagaimana Kedudukan Negara Berkembang Dalam Pelaksanaan WTO ?

Kedudukan Negara Berkembang Dalam Pelaksanaan WTO

World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. WTO terbentuk tahun 1995 berdasarakan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan dan disepakati oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen. Tujuan dari perjanjian WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir, dan importir melakukan kegiatannya.

Tujuan deibentuknya WTO yang dimaksudkan untuk melancarkan perdagangan antar negara dilatarbelakangi oleh banyaknya hambatan yang dialami dalam melakukan perdagangan. Hambatan tersebut dapat dilihat nyata dalam bidang-bidang yang sebagian besar masih memerlukan proteksi, misalnya melalui subsidi yang dituangkan dalam politik hukum pemerintah sebagai pelaksanaan kebijakan pembangunan. Praktik pelaksanaannya bertentangan dengan prinsip umum WTO dalam Artikel I, dan Artikel III WTO, dan transparansi, serta prinsip khusus, misalnya keadilan berusaha, yang antara lain diatur Artikel VI, yaitu pemberian subsidi yang dapat merugikan negara pengimpor, atau dumping.

Sebagian besar negara di dunia menerapkan prinsip dunia usaha yaitu demokrasi usaha atau biasa disebut dengan keadilan usaha. Prinsip WTO yang diterapkan dalam perdagangan internasional saat era baru ini memiliki pengaturan yang lebih luas dari GATT 1994 yaitu bersifat multilateral, membawa dampak yang sangat mempengaruhi negara anggota. Bagi negara berkembang, hal ini dipacu melalui berbagai tantangan yang memerlukan waktu tertentu untuk menikmatinya. Sedangkan bagi negara maju, hal ini membawa peluang-peluang baru yang sangat menguntungkan.

Negara berkembang diberikan pengecualian dalam penerapan Ketentuan Artikel I dan Artikel III WTO tersebut atas dasar prinsip keadilan. Prinsip keadilan merupkan hasil kesepakatan yang dicapai negara-negara di dunia, dituangkan dalam Final Act Tahun 1964, berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam ekonomi dunia, yang antara lain berkaitan dengan hak dan kewajiban memperoleh keuntungan timbal balik secara adil.

Ketentuan pengecualian yang didasarkan prinsip keadilan tersebut bertujuan untuk mensejahterakan negara anggota yang berkembang, melalui dorongan persaingan terbuka, reformasi pembangunan dan ekonomi, meningkatkan prediktabilitas. Atas dasar prinsip ini, bagi negara berkembang diterapkan persyaratan-persyaratan dan melalui prosedur-prosedur, berdasarkan Artikel XVIII WTO.

Visi dalam tujuan kesepakatan WTO yaitu untuk mensejahterakan negara-negara anggota pada kenyataannya sulit dicapai oleh negara anggota yang belum siap, yaitu negara berkembang. Kewajiban dan kebolehan dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi negara berkembang tidak dapat dilaksanakan termasuk Indonesia, walaupun beberapa negara di kawasan ASEAN jeli dalam menerima peluang dan mengatur strategi dalam mencapai tujuan WTO.

WTO yang mengandung antara lain aturan GATT 1994 merupakan suatu aturan perdagangan multilateral yang diatur dalam suatu “ ad interim agreement ” selama kurang lebih 48 tahun, Dalam perkembangannya, sistem GATT sebenarnya hanya sebagai instrumen hukum yang bersifat sementara untuk melakukan perundingan penurunan tarif sebagai akibat dari gagalnya International Trade Organization (ITO) untuk diberlakukan pada 1947.

Perkembangan arus barang dapat terjadi melalui penekanan penurunan atau sedapat mungkin penghapusan tarif dengan menggunakan metode yang tepat, termasuk penurunan atau penghapusan tarif tinggi dan eskalasi tariff. Hal itu dilakukan dengan cara penekanan pada peningkatan cakupan dari konsesi tariff ( expansion of the scope of tariff conssesion ) di antara semua negara peserta. Tarif rata-rata untuk hasil industri di negara maju secara progresif memang terus menurun dari sekitar tahun 1940-an menjadi sekitar 6,3 % sebagai hasil dari putaran perundingan multilateral sebelumnya.

Namun demikian usaha memperbaiki market access (akses pasar), terutama untuk produk ekspor penting dari negara berkembang perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Walaupun semua negara dituntut memberikan kontribusi dalam bentuk penurunan tariff, namun prinsip special differential treatment (perlakuan khusus dan berbeda) terhadap negara berkembang tetap diperhatikan. Bahkan harus dijamin agar MFN tariff cuts (penurunan tarif MFN) tidak menghilangkan manfaat dari preferensi GSP atau lainnya. WTO akan tetap memberikan perhatian atas perlunya upaya-upaya positif dalam rangka memberikan jaminan pertumbuhan perekonomian yang lebih baik bagi seluruh Negara Anggota, termasuk negara berkembang ( development countries ), dan negara berkembang terbelakang ( under development cuntries ).

Tujuan WTO itu dituangkan dalam ketentuan yang mengandung prinsip keadilan dengan tidak melupakan pemberdayaan bagi Negara berkembang dan berkembang terbelakang dengan menerapkan; Pertama, Prinsip resiprositas, artinya perlakuan yang diberikan oleh suatu Negara Anggota kepada Negara mitra dagangnya harus diberikan pula oleh Negara mitra dagang tersebut; Kedua, prinsip perlakuan sama atau nondiscrimination , yang dikenal juga dengan sebutan prinsipo most favour nation , dan Ketiga, prinsip tranparation atau transparansi, artinya perlakuan dan kebijakan yang dilaksanakan suatu Negara harus transparan, dapat diketahui mitra dagangnya.

Pencapaian tujuan tersebut ditunjang oleh publikasi substansi yang diatur atas kesepakatan Negara Anggota, yang dirumuskan secara arsitektur. Oliver Long, yang ditanggapi oleh Robert Reich, bahwa prinsip-prinsip WTO disusun dalam sistematika secara arsitektur, menunjang pandangan yang mengandung tema utama, mengarah pada tujuan akhir untuk menerapkan perdagangan yang bebas dan terbuka, dengan aturan dan prosedur yang rinci, serta pengecualian prinsip-prinsip yang terkandung dalam aturan-aturan yang mudah dipahami.

Prinsip-prinsip tersebut di atas yang secara umum dituangkan antara lain dalam Artikel I, dan Artikel III WTO. Khusus bagi Negara berkembang diterapkan ketentuan Artikel XVIII. Para pakar antara lain Sunaryati Hartono mengatakan bahwa pengecualian yang diberikan kepada Negara berkembang, mengandung prinsip positif discrimination . Ketentuan Artikel XVIII mengandung patokan pemberdayaan Negara berkembang dalam memasuki pasar bebas, yaitu bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip di atas bisa dikesampingkan oleh Negara berkembang dalam jangka waktu tertentu.

Manfaat pelaksanaan WTO bagi Negara berkembang, apabila dapat meningkatkan kinerja, khususnya bagi Indonesia adalah dapat menjamin terciptanya lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi dan perdagangan dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dunia. Ditegaskan pula bahwa dengan memanfaatkan sumber daya dunia yang optimal maka akan tercipta pembangunan yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan perlindungan lingkungan hidup.