Bagaimana Keabsahan Surat Panggilan dari Kejaksaan untuk Menjadi Saksi?

image
Saya mendapatkan surat panggilan dari Kejaksaan untuk menjadi saksi dengan nomor formulir P-37. Saya ingin bertanya, apakah surat panggilan dari kejaksaan dengan nomor formulir P-37 itu? Surat itu diserahkan pada saat libur nasional sehari sebelum acara sidang. Surat tersebut dititipkan kepada tetangga saya dengan alasan yang tidak tepat/tidak ada penjelasan atau komunikasi sedikitpun, tidak ada tanda tangan penerima dan yang menyampaikan. Dalam surat panggilan tersebut diterangkan adanya sanksi pidana apabila dengan sengaja tidak mengindahkan panggilan tersebut, padahal itu surat yang pertama dan terakhir saya terima. Terakhir, apakah seperti itu S.O.P Kepolisian (Penyidik) dan Kejaksaan? Di sini saya awam tentang hukum namun itu sangat merugikan saya dan keluarga (ibu) yang saat itu menerima surat dari tetangga saya.
Terimakasih.

Kode-Kode Formulir dan Perkara

Mengenai kode-kode surat (kode-kode formulir dan perkara), P-1 sampai dengan P-53 adalah kode surat internal Kejaksaan, sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-518/A/J.A/11/ 2001 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana (“SK Jaksa Agung”). Artinya, semua surat-surat dari kejaksaan harus dibubuhi kode surat.

Berdasarkan SK Jaksa Agung tersebut, P-37 artinya, surat dari Kejaksaan untuk memanggil Saksi/Terdakwa/Terpidana agar menghadiri pemeriksaan di persidangan. Penjelasan selengkapnya mengenai kode-kode surat ini dapat Anda simak dalam artikel P-18, P-19, P-21, dan lain-lain.

Surat Panggilan Sebagai Saksi

Penuntut umum mempunyai wewenang menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.[1]

Sesuai dengan Pasal 146 ayat (2) KUHAP, Penuntut Umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil. Surat panggilan tersebut harus diterima langsung yang bersangkutan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dimulai.

Ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 227 ayat (1) dan (2) KUHAP yang berbunyi:

(1) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir;

(2) Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil dan membuat catatan bahwa panggilan telah diterima oleh yang bersangkutan dengan membubuhkan tanggal serta tanda tangan, baik oleh petugas maupun orang yang dipanggil dan apabila yang dipanggil tidak menandatangani maka petugas harus mencatat alasannya;

(3) Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), surat panggilan disampaikan melalui kepala desa atau pejabat dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat di mana orang yang dipanggil biasa berdiam dan apabila masih belum juga disampaikan, maka surat panggilan ditempelkan di tempat pengumuman kantor pejabat yang mengeluarkan panggilan tersebut.

Dengan demikian, surat panggilan sidang harus disampaikan kepada yang bersangkutan, tidak boleh diwakilkan, dan tidak boleh diterima orang lain, kecuali dalam hal-hal tertentu sebagaimana disebutkan dalam pasal di atas. Di samping itu, berdasarkan keterangan Anda, surat panggilan tersebut diserahkan sehari sebelum persidangan, ini artinya panggilan tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 91) orang yang dipanggil penuntut umum sebagai saksi harus tahu kedudukannya dalam panggilan dan pemeriksaan pengadilan yang akan datang. Dalam surat panggilan harus jelas dan tegas disebut bahwa dia dipanggil untuk menjadi saksi.

Lebih lanjut Yahya menjelaskan mengenai panggilan tidak boleh kabur. Panggilan yang kabur mengakibatkan kegelisahan dan ketidakpastian terhadap orang yang dipanggil. Penegasan dan penjelasan ini wajar dan perlu diketahui saksi, baik ditinjau untuk kepentingan pemeriksaan perkara itu sendiri maupun untuk kepentingan kejiwaan, perlindungan hukum, dan kepastian hukum bagi saksi. Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak dalam artikel Ketidakjelasan Asal Usul Surat Panggilan Saksi ke Pengadilan.

Sumber