Bagaimana Kabar Kesehatan Mental Pasca Covid-19?

d7daf18f-160e-4047-b92e-5c1a3cdc4b62 (2)ini
credit : Kathrin Honesta Illustration/ilustrasidepresi

Kesehatan menjadi isu sangat penting belakangan ini dan mendapat perhatian dari semua kalangan. Kalangan atas, menengah bahkan mereka yang masih sering tidur dengan perut kosong karena seharian mengais sampah tanpa upah. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah sebuah virus yang menyadarkan dunia khususnya Indonesia tentang pentingnya Kesehatan.

Ada hal lucu yang saya ingat dari pandemik ini. Katanya, “orang Indonesia itu kebal virus korona.” Ada lagi “Di Indonesia itu panas termasuk negara tropis jadi virus korona tidak akan bisa hidup” dan yang paling saya suka bagian sarkastik ini “virus korona menangis melihat ini, virus korona sudah tidak ada harga dirinya”. Pada Senin, 2 Maret 2020 presiden kita Bapak Jokowi mengumumkan 2 kasus positif korona pertama di Indonesia.

Hal-hal lucu itu berubah menjadi sedikit serius. Orang-orang di negara tropis Indonesia mulai takut dengan serangan balik virus korona yang dianggap mati karena panas dan tidak ber-harga diri. Panic buying pun dimulai. Arogansi orang-orang yang lucu itu seperti ditelan bumi.

Pada saat tulisan ini di buat Selasa, 14 April 2020 data terbaru dari pemerintah terdapat 4.839 kasus pasien positif virus korona, 459 meninggal dunia dan tercatat 426 pasien sembuh. tidak sedikit dari tenaga medis kita yang gugur, banyak berita tentang penolakan jenazah pasien positif korona dan semua problematika yang membuat mental saya sedikit cidera.

Terjadi kontradiksi antara kebijakan pemerintah dengan prinsip dan kemauan masyarakat kita, para tenaga medis yang bertugas dengan ‘stok senjata’ mereka bahkan terjadi kontradiksi antara jiwa saya sebagai warga negara yang baik dan jiwa remaja saya yang ingin bebas dan benci #dirumahsaja dengan segala macam tugas. Semua ini membuat mental saya benar-benar cedera. Apakah semua problematika ini juga mencederai mental anda ?.

Isu Kesehatan yang sering diusung adalah Kesehatan fisik. Kita harus sering cuci tangan dengan sabun, social distancing dan memakai masker. Tapi bagaimana dengan mental-mental kami yang cedera atau tidak sehat ini? Bagaimana keadaan para remaja, emak-emak berjiwa sosial dan semua netizen yang sedang terkurung di dalam rumah masing-masing dengan ketakutan sebagai teman isolasi diri? What should we do with our mental health? .

Isolasi diri, social distancing, jumlah pasien positif korona yang terus mengalami kenaikan dan sulitnya mencari pelindung diri dari serangan COVID-19 sangat mempengaruhi kesehatan mental. Sakit mental jangan dianggap sepele, bukan hanya sakit fisik saja yang berujung kematian. Menurut World Health Organization (WHO), Suicide the second leading cause of death among 15-29 year-olds globally in 2016. Orang-orang yang mengalami kesulitan untuk menemukan obat untuk mental yang sedang sakit akan memilih untuk mengakhiri hidup contohnya menteri keungan Negara Bagian Hesse Jerman yang depresi karena dampak virus korona terhadap perekonomian di negaranya, WNA asing asal Korea Selatan di Solo yang dinyatakan positif virus korona, seorang perawat Italia, sepasang kekasih di Illinois Amerika Serikat yang ketakutan apabila dinyatakan positif padahal hasil tesnya negatif dan seorang supir taksi online di Bekasi yang mengalami kesulitan finansial karena virus korona. Suicide awareness voices of education (SAVE) mencatat bahwa depresi menjadi penyebab tersering seseorang bunuh diri.

Sayangnya, depresi masih dianggap bukan suatu penyakit yang mematikan. Depresi bisa membunuh sangat cepat tanpa disadari. Ketika seseorang mengalami depresi dan merasa hidupnya tidak berarti lagi hal itulah yang akan mendorong seseorang untuk melakukan bunuh diri. Selain melakukan aksi ‘pembunuhan’ pada diri sendiri, seseorang yang mengalami depresi dapat melakukan pembunuhan pada orang lain.

Terkadang juga, orang-orang dengan depresi tidak ingin membuat sahabat dan keluarganya khawatir sehingga Ia berpura-pura baik-baik saja dan menunjukkan bahwa depresinya telah selesai -Regis Machdy-

Stress yang berkepanjangan dapat menyebabkan depresi. Stress terjadi karena terdapat tekanan yang dapat mencederai mental seseorang. Perasaan negatif pun menjadi salah satu pemicu stress. Mayoritas orang denial terhadap perasaan negatif tersebut, sadar atau tidak kita sering mengusahakan positive vibes only .

Hal yang sering terjadi di tengah masyarakat kita adalah ketika seseorang mengalami depresi lalu dianggap lemah, kurang iman dan berujung pada rukyah atau bertemu orang ‘pintar’. Jika terjadi kasus bunuh diri di Indonesia, masih banyak sekali netizen yang akan mempertanyakan keimanannya. Ketika seseorang mengalami gejala depresi bukan membantu mencari solusi, kebanyakan dari kita malah memberikan positive vibes yang bersifat toxic. Seperti yang sering kita dengar dari mayoritas orang-orang disekitar kita “ yang sabar ya…” ,”semangat terus, jangan putus asa” dan yang paling positif tapi paling toxic adalah “kamu udah besar,harus kuat gak boleh nangis”.

Toxic positivity hanya akan membuat kita melupakan perasaan negatif yang seharusnya kita luapkan. Perasaan-perasaan negatif yang kita pendam tidak akan pernah hilang, perasan tersebut akan menjadi atom peledak dalam mental kita.

Atom-atom dari perasaan negatif yang tertumpuk, terpendam akan terakumulasi menjadi ‘bom atom peledak’ yang siap meledak bila ada api pemicunya. Perasaan negatif tidak selamanya buruk, jujur dengan apa yang sedang kita rasakan saat ini adalah salah satu kunci untuk menghindari pembunuhan. Jadi, apakah anda punya bom atom pada mental anda ?.

Written by : Putri Amira S

Referensi

  • Fadli,Rizal.2019. Memutuskan Bunuh Diri, Ini yang Terjadi di Otak Manusia. haloc.com.
  • Kompas Tv. Perkembangan Terkini Covid-19 pada 14-4-2020
  • Madelina,Tyssa.2017. Kenali Sejak Dini, 6 Gejala Depresi Yang Wajib Kamu Tahu. pluskapanlagi.com.
  • Marhendri,Denny.2020. Orang-Orang Ini Bunuh Diri Karena Corona, dari Menteri hingga Perawat .merdeka.co
  • Savitri,Gita. 2019. Toxic positivity . https://www.youtube.com/watch?v=3RssBAqL_Go&t=42s.