Bagaimana Islam mengatur sistem moneter dan apa saja instrumen moneter islam?

Pada perekonomian modern, kebijakan negara mengenai ekonomi dikenal dengan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam peradaban Islam yang dibangun oleh Rasulullah dan para sahabat, bagaimana sistem moneternya dan apa saja instrumen moneter islam yang dapat diterapkan pada saat ini?

investasi-dinar-dirham
Sumber : 99.co

Kebijakan moneter atau politik moneter merupakan politik negara dalam menentukan peraturan-peraturan dan tindakantindakan dalam lapangan keuangan negara. Secara lebih khusus kebijakan moneter mempunyai pengertian sebagai tindakan makro pemerintah melalui bank sentral dengan cara mempengaruhi penciptaan uang.

Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang, pemerintah bisa mempengaruhi jumlah uang beredar, yang selanjutnya pemerintah bisa mempengaruhi pengeluaran investasi, kemudian mempengaruhi permintaan agregeat dan akhirnya tingkat harga sehingga tercipta kondisi ekonomi sebagaimana yang dikehendaki.

Kebijakan moneter dalam Islam berbijak pada prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam sebagai berikut :

a) Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah lah pemilik yang absolut.

b) Manusia merupakan Pemimpin (khalifah) di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya.

c) Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Allah, dan oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudarasaudaranya yang lebih beruntung.

d) Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.

e) Kekayaan harus diputar.

f) Menghilangkan jurang perbedaaan antara individu dalam perekonomian, dapat menghapus konflik antar golongan.

g) Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.

Dalam aspek teknis, kebijakan moneter Islam harus bebas dari unsur riba dan bunga bank. Dengan adanya pengharaman ini maka bunga bank yang dalam ekonomi kapitalis menjadi instrumen utama manajemen moneter menjadi tidak berlaku lagi. Menejement moneter dalam Islam didasarkan pada prinsip bagi hasil.

Kebijakan Moneter Pada Masa Rasulullah

Perekonomian ketika zaman rasul merupakan ekonomi dagang bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam. Minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya lainnya masih terbatas. Lalu lintas perdagangan antara romawi dan India yang melalui Arab dikenal sebagai jalur dagang selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut sebagai jalur dagang utara. Antara Syam dan Yaman disebut jalur dagang utara selatan.

Perekonomian pada saat itu tidak terbelakang yang hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Pada masa itu telah terjadi :

• Valuta asing dari persia dan romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab, bahkan menjadi alat bayar resminya adalah dinar dan dirham.

• Sistem devisa bebas ditetapkan, tidak ada halangan sedikitpun untuk mengimpor dinar dan dirham.

• Transaksi tidak tunai diterima secara luas di kalangan pedagang.

• Cek dan Promissory note lazim digunakan, misalnya Umar Bin Khattab menggunakan instrumen ini ketika melakukan impor barang-barang yang baru dari Mesir ke Madinah.

• Instrumen factory (anjak utang) yang baru populer pada tahun 1980-an telah dikenal dengan nama hiwalah, tetapi tentunya bebas dari unsur riba.

Pada masa itu, bila penerimaan akan uang meningkat, maka dinar dan dirham diimpor. Sebaliknya bila permintaan uang turun, maka komoditaslah yang diimpor. Nilai emas maupun perak yang terkandung dalam koin dinar maupun dirham sama dengan nilai nominalnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa penawaran uang cukup elastis. Kelebihan penawaran uang dapat diubah menjadi barang perhiasan. Kondisi ini dapat menyebabkan permintaan dan penawaran uang cukup stabil.

Permintaan akan uang hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga. Permintaan uang untuk spekulasi tidak ada, dan penimbunan mata uang juga dilarang. Transaksi Talaqqi Rukhban dengan mencegat penjual dari kampung di luar kota untuk mendapat keuntungan dari ketidaktahuan harga juga tak diizinkan, karena akan menimbulkan distorsi harga yang kemudian menyebabkan spekulasi. Koin dinar dan dirham pada waktu itu, belum dicetak sendiri oleh negara.

Penawaran uang dengan demikian hanya dilakukan dengan mempercepat peredaran uang dan pembangunan infrastruktur sektor riil. Faktor pendorong percepatan perputaran uang adalah kelebihan likuiditas, larangan penimbunan uang, dan peminjaman dengan bunga. Kebijakan moneter rosululloh, dengan demikian selalu terkait dengan sektor riil. Di sisi lain nilai mata uang sangat stabil. Kedua hal ini membawa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang tinggi.

Tujuan Kebijakan Moneter dalam Islam

Untuk mencapai atau menjamin berfungsinya sistem moneter secara baik, biasanya otoritas moneter melakukan pengawasan pada keseluruhan sistem. Ini karena uang bukanlah suatu selubung yang sederhana. Sektor moneter merupakan jaringan yang penting dan mempengaruhi sektor riil. Kebijakan moneter merupakan instrumen penting dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi. Kebijakan moneter dalam Islam bertujuan :

  1. Kesejahteraan ekonomi

Tujuan ini erat kaitannya dengan maqashid syari’ah. Kesejahteraan ekonomi mengambil bentuk terpenuhinya semua kebutuhan pokok manusia, hapusnya semua sumber utama kesulitan dan peningkatan kualitas hidup secara moral dan material. Juga terciptanya suatu lingkungan ekonomi dimana khalifah Allah mampu memanfaatkan waktu, kemampuan fisik dan mentalnya bagi pengayaan diri, keluarga dan masyarakatnya.

Kesejahteraan bukanlah memaksimalkan kekayaan dan konsumsi untuk diri sendiri tanpa menghiraukan orang lain, atau untuk kelompok tertentu dan mengabaikan kelompok yang lain. Manusia hidup didunia adalah sebagai khalifah Allah bersama manusia lain yang juga khalifah Allah juga. Sumber daya yang tersedia adalah untuk semua manusia. Karena itu pemanfaatan sumber daya oleh individu adalah sah, tetapi dibatasi sedemikian rupa agar tidak membahayakan bagi kebahagiaan dan kebaikan sosial. Bahkan mendatangkan kebaikan bagi lingkungan sosialnya.

  1. Keadilan sosio-ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan.

Keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya. Konsep ini mengandung dua unsur pengertian. (a) suatu bentuk keseimbangan dan perbandingan antara orang yang memiliki hak. (b) Hak seseorang hendaklah diberikan dan diserahkan dengan seksama.

Nilai-nilai keadilan berpijak pada prinsip persamaan dan persaudaraan. Setiap individu mempunyai hak yang sama untuk memperoleh kekayaan dalam meningkatkan kesejahteraaan hidupnya tanpa membedakan ras dan golongan dan perbedaan-perbedaan lainnya. Persaudaraan mempunyai pengertian bahwa setiap individu adalah saudara. Mereka adalah makhluk Allah dan harus saling menyayangi.

Namun, keadilan bukan penyamarataan dalam distribusi kekayaan. Hal ini karena setiap individu mempunyai perbedaan-perbedaan yang memungkinkan terjadinya perolehan kekayaan. Juga bukan penguasaan kekayaan yang maksimal dan mempertahankan kekayaan untuk diri sendiri sebagai refleksi hak atas jerih payahnya.

  1. Stabilitas Nilai Uang.

Stabilitas nilai uang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian baik secara ediologi maupun praktek, karena uang menentukan nilai dan harga suatu barang dan jasa. Ketidak menentuan uang mengakibatkan kerusakan perekonomian, karena orde ekonomi didasarkan pada prinsip penawaran sebelum permintaan, sehingga peramalan suatu harga dengan tapat menjadi sulit dilakukan.

Ketidak menentuan nilai uang yang lebih berbentuk inflasi dari pada deflasi, menunjukkan bahwa uang tidak dapat berfungsi sebagai suatu satuan hitung yang adil dan benar, dan menyebabkan pelaku ekonomi berlaku tidak adil pula terhadap pelaku lain dengan tidak disadarinya, dengan memerosotkan aset-aset moneter tanpa sepengetahuannya. Inflasi memperburuk iklim ketidak pastian dimana keputusan-keputusan ekonomi diambil, menimbulkan kekawatiran pada formasi modal

Instrumen Kebijakan Moneter Islam

Instrumen kebijakan moneter dalam Islam dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kontrol kuantitatif pada penyaluran dana dan metode yang dapat menjamin alokasi pembiayaan dapat berlangsung dengan baik pada sektor-sektor yang bermanfaat dan produktif.

1. Kontrol Kuantitatif Pada Penyaluran Kredit

Kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit dapat berupa; Pertama. Statutoryreserve Requirement. Instrumen ini pada ekonomi Islam merupakan instrumen yang penting karena discount rate dan operasi pasar terbuka tidak dapat berlaku. Bank komersial diwajibkan menempatkan sebagian dananya yang berasal dari demand deposit pada bank sentral sebagai statutory reverse.

Reserve requirement ini hanya berlaku pada demand deposit bukan pada mudarobah deposit, karena mudarobah deposit merupakan penyertaan (equity) dari penabung pada bank tersebut yang memiliki kemungkinan laba maupun resiko rugi. Sistem ini akan berlangsung baik bila ditunjang dengan pengawasan bank yang baik pula.

Kedua Credit Ceiling . Yaitu, batasan nilai kredit tertinggi yang diberikan bank komersial untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total sesuai dengan target moneter. Dengan hanya mengandalkan reserve requirement yang memudahkan bank sentral melakukan penyesuaian pada High Powered Money , belum menjamin keberhasilan manajemen moneter, karena dapat terjadi ekspansi kredit melampauhi dari jumlah yang ditargetkan.

Hal ini terjadi karena aliran dana yang dapat di perkirakan dengan tepat masuk dalam sistem perbankan hanya yang berasal dari bermudarobahnya bank sentral dengan bank komersial, sedangkan aliran dana dari sumber lain yang masuk dalam sistem perbankan sulit ditentukan secara akurat. Hal lain yang turut mempengaruhi adalah tidak jelasnya hubungan antara reserve requirement yang ada pada bank komersial dengan ekspansi kredit. Singkatnya, perilaku money suplay mencerminkan interaksi berbagai faktor-faktor internal dan eksternal yang komplek maka sebaiknyalah ditetapkan kredit ceiling.

Ketiga, Demand Deposit. Untuk mempengaruhi reserves pada bank komersial pemerintah berwenang memindahkan demand deposit pemerintah yang ada pada bank sentral kepada dan dari bank komersial. Instrumen ini memiliki fungsi yang mirip dengan fungsi operasi pasar terbuka, dimana bank sentral mempengaruhi langsung terhadap bank komersial.

Keempat, Common Pool . Yaitu, Instrumen yang mensyaratkan bank-bank komersial untuk menyisihkan sebagian deposit yang dikuasainya dalam proporsi tertentu yang berdasarkan kesepakatan bersama guna menanggulangi masalah likuiditas. Instrument ini memiliki kemiripan fungsi dengan fasilitas rediskounto pada bank sentral konvensional untuk memecahkan masalah likuiditas.

Kelima, Moral Suasion . Yaitu kontak-kontak personal, konsultasi dan pertemuan-pertemuan bank sentral dengan bank komersial untuk memonitor kekuatan dan masalah-masalah yang dihadapi bank-bank komersial. Dengan instrumen ini bank sentral dapat dengan jelas dan tepat memberikan saran guna mengatasi masalah-masalah yang dihadapi perbankan sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan perbankan yang telah direncanakan.

2. Metode yang dapat menjamin alokasi kredit dapat berlangsung dengan baik pada sektor-sektor yang bermanfaat dan produktif

Pertama, Treating the Created Money as Fay’ . Uang inti yang diciptakan bank sentral berasal dari pelaksana hak prerogratif. Hal ini membawa keuntungan bagi bank sentral karena biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan uang lebih kecil dari pada nominalnya atau dikenal dengan money seigniorage.

Oleh karena itu, dengan adanya seignioraga tersebut, maka sewajarnya bank sentral menyisihkan sebagian dananya sebagai fay atau pajak yang utamanya digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang dapat memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin dan dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan kekayaan. Dana ini tidak boleh digunakan oleh pemerintah untuk membiayai proyek-proyek yang hanya menguntungkan golongan kaya. Dengan instrumen ini alokasi dana dapat dipertanggungjawabkan penyalurannya kepada kegiatankegiatan yang bermanfaat dan produktif.

Kedua, Goal Oriented Allocation of Credit . Alokasi pembiayaan perbankan berdasarkan tujuan pemanfaatan akan memberikan manfaat yang optimum bagi semua pelaku bisnis, akan menghasilkan barang dan jasa yang dapat terdistribusi kesemua lapisan masyarakat. Pada kenyataannya hal ini sulit terjadi karena dana yang dapat dihimpun oleh perbankan umum berasal sebagian besar dari penabung kecil, namun pemanfaatannya dalam bentuk kredit lebih tertuju pada pengusaha-pengusaha besar. Keengganan perbankan menyalurkan kredit pada usaha kecil karena adanya resiko yang lebih tinggi dan pengeluaran yang lebih besar dalam pembiayaan usaha kecil.

Konsekuensi dari hal ini adalah usaha kecil sangat sulit memperoleh pembiayaan dari bank, kalaupun bank bersedia menyediakan dana untuk pembiayaan usaha kecil, namun disertai dengan berbagai persyaratan yang sulit bagi mereka, utamanya persyaratan jaminan. Dengan kondisi demikian, maka dapat diperkirakan pertumbuhan dan kelangsungan usaha kecil menjadi terancam walaupun sebenarnya usaha kecil berpotensi dapat memperluas kesempatan kerja. Menghasilkan produksi dan dapat memperbaiki distribusi pendapatan.

REFERENSI

Budiono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi N-2.Ekonomi Makro (Yogyakarta: BPFE, 2001), 96

Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: IIIT, 2001), 28

M. Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1997), 214

Mohammad Nejetullah Sidiqi, Kegiatan Ekonomi Islam, terj, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 45 15 M.

Azwir Daini Tara, Strategi Pembangunan Ekonomi Kerakyatan (Jakarta: Nuansa Madani, 2000). Lihat juga, Chapra, Sistem, 4

Wahyudi, Amien. (2013). Kebijakan Moneter Berbasis Prinsip-Prinsip Islam. Jurnal Justitia Islamica. 10 (1).