Bagaimana Implikasi Penerapan Kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF) Terhadap Nilai Tukar?

Kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF) Terhadap Nilai Tukar

Bagaimana Implikasi Penerapan Kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF) Terhadap Nilai Tukar?

Secara umum, negara-negara yang telah menerapkan kebijakan inflation targeting secara penuh seperti Brazil, Republik Czech, Mexico, dan Thailand telah meninggalkan rejim nilai tukar tetap dan beralih pada rejim nilai tukar yang lebih fleksibel sebagai konsekuensi logis dari keputusan untuk menggunakan target inflasi sebagai nominal anchor dalam kebijakan moneternya. Selain itu, alasan lain dari pemilihan rejim nilai tukar tersebut adalah munculnya imposible trinity dalam pemilihan rejim nilai tukar, dimana setiap negara harus melepaskan satu dari tiga tujuan utama, yaitu : fixed echange rate, monetary independent dan free capital mobility. Dengan fakta bahwa pasar keuangan semakin terintegrasi secara internasional, maka pilihan tujuan utama tinggal dua yaitu : melepasakan exchange rate stability (floating exchange rate) atau melepasakan monetary independent (fixed exchange rate). Dengan pilihan tersebut dapat disimpulkan bahwa negara-negara yang menggunakan kebijakan inflation targeting pasti akan melepaskan exchange rate stability dalam rangka memenuhi salah satu prasyarat berhasilnya kebijakan inflation targeting yaitu kebijakan moneter yang independent.

Dengan realitas yang ada, variabilitas nilai tukar merupakan salah satu tantangan bagi otoritas moneter dalam mencapai target inflasi yang telah ditentukan. Hal ini didasari oleh argumentasi bahwa perubahan nilai tukar akan berdampak pada tingkat inflasi yang disebut dengan exchange rate pass through effect. Jika dalam suatu periode terjadi shock di pasar internasional yang berdampak pada semakin besarnya pass thorugh effect, maka besarnya shock yang terjadi baik langsung maupun tidak langsung akan membahayakan target inflasi yang telah ditentukan. Untuk itu bank sentral dapat menetralisir perubahan nilai tukar dengan melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung. Dalam literatur disebutkan bahwa bentuk intervensi yang dilakukan ada dalam rejim fear of floating atau dirty floating.

Dari beberapa teori dan studi empiris mengenai dampak volatilitas nilai tukar terhadap inflasi (pass through effect into inflation) diperoleh hasil bahwa efek perubahan nilai tukar terhadap tingkat inflasi terus mengalami penurunan, meskipun beberapa pendapat mengatakan bahwa efek penurunan tersebut hanya bersifat sementara. Untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara rejim “nilai tukar mengambang terkendali” (flexible exchange rate), inflation targeting dan penurunan pass through effect (lower pass through effect), maka berikut ini diilustrasikan dalam bentuk framework small open economy (Reyes, 2003).

Diawali oleh asumsi bahwa setiap individu mengkonsumsi barang trade dan non trade, maka indeks harga umum adalah kombinasi dari barang trade dan barang non trade sebagaimana ditulis dalam persamaan (2.18):

Dimana, adalah harga domestik untuk barang trade dan adalah harga domestik untuk barang non trade, sedangkan adalah notasi yang menunjukkan proporsi dari barang trade. Dengan asumsi berlakunya the law of one piece hold untuk barang trade, maka harga internasional untuk barang (PtT )* dan nilai tukar nominal (Et) adalah sama dengan harga domestik untuk barang trade (Et .PtT * =PtT ). Dengan asumsi harga internasional untuk barang trade adalah satu, maka tingkat harga umum menjadi:

Jika bank sentral mengimplementasikan kebijakan inflation targeting, maka tingkat harga umum ditentukan oleh :

dimana, Po adalah tingkat harga pada kondisi awal, a merupakan notasi yang menunjukkan tingkat harga yang ingin dicapai (target inflasi), t menunjukkan waktu. Ketika terjadi exogeneous shock yang menyebabkan naiknya nilai tukar nominal, maka bank sentral dengan terpaksa mengendalikan nilai tukar tersebut agar sesuai dengan tingkat inflasi yang ditargetkan. Intervensi yang dilakukan oleh bank sentral dibutuhkan untuk mengimbangi kenaikan harga pada barang non tradeable, dimana kombinasi antara tingkat deperesiasi dan kenaikan harga barang non tradeable berakumulasi pada pencapaian target inflasi sehingga alur nilai tukar nominal pada kondisi ini ditentukan dengan mensubstitusi Pt yang diekspresikan dalam persamaan (2.18) dengan persamaan (2.20) dan mengisolasi nilai tukar nominal (Et), sehingga diperoleh :

Untuk menganalisis pass through effect dari nilai tukar nominal terhadap tingkat inflasi untuk setiap rejim, dapat dilihat dari rasio antara tingkat harga umum dan tingkat nilai tukar nominal, yang ditulis sbb :

Pada periode pelaksanaan kebijakan inflation targeting dengan rejim nilai tukar bebas, pass through nilai tukar terhadap tingkat inflasi relatif kecil. Hal ini terjadi karena pemerintah tetap melakukan intervensi terhadap pergerakan nilai tukar dalam rangka meminimalisasi pengaruh nilai tukar terhadap target inflasi yang telah ditentukan sebelumnya.