Bagaimana hukum menggunakan cadar bagi wanita?

Cada

Cadar adalah kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan). Niqab adalah istilah syar’i untuk cadar yaitu sejenis kain yang digunakan untuk menutupi wajah. Niqab dikenakan oleh sebagian kaum perempuan Muslimah sebagai kesatuan dengan jilbab (hijab).

Bagaimana hukum menggunakan cadar bagi wanita?

Berikut hukum memakai cadar menurut 4 madzhab,

Madzhab Hanafi

Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Asy Syaranbalali berkata:

“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah )

Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:

“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” ( Ad Durr Al Muntaqa , 81)

Al Allamah Al Hashkafi berkata:

“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” ( Ad Durr Al Mukhtar , 2/189)

Al Allamah Ibnu Abidin berkata:

“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” ( Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar , 3/188-189)

Al Allamah Ibnu Najiim berkata:

“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” ( Al Bahr Ar Raaiq , 284)

Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H.

Madzhab Maliki

Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.

Az Zarqaani berkata:

“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad . Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” ( Syarh Mukhtashar Khalil , 176)

Ibnul Arabi berkata:

“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” ( Ahkaamul Qur’an , 3/1579)

Al Qurthubi berkata:

“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” ( Tafsir Al Qurthubi , 12/229)

Al Hathab berkata:

“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” ( Mawahib Jaliil , 499)

Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:

“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah , ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” ( Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)

Madzhab Syafi’i

Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga wajib wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.

Asy Syarwani berkata:

“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad , (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” ( Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj , 2/112)

Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:

“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” ( Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj , 411)

Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib , berkata:

“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” ( Fathul Qaarib , 19)

Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:

“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” ( Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj , 3/115)

Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar , berkata:

“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” ( Kifaayatul Akhyaar , 181)

Madzhab Hambali

Imam Ahmad bin Hambal berkata:

“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir , 6/31)

Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’ , berkata:

“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah … kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” ( Raudhul Murbi’ , 140)

  • Ibnu Muflih berkata:

“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat ‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” ( Al Furu’ , 601-602)

Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’, ia berkata:

“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” ( Kasyful Qanaa’ , 309)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:

“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi ” ( Fatawa Nurun ‘Alad Darb ,

Sumber : Hukum Memakai Cadar dalam Pandangan 4 Madzhab

Hijab dan juga termasuk jilbab dan cadar adalah beberapa aturan yang tercantum dalam hukum Islam terutama yang mengatur bagaimana tatacara pergaulan manusia yang baik. Hijab sebenarnya dapat didefinisikan sebagai salah satu aturan dalam Islam tentang keharusan menjaga jarak atau pandangan antara pria dan wanita saat bergaul. Dengan kata lain, hijab dapat diartikan sebagai pembatas yang ada dalam suatu rumah yang memisahkan bagian luar dengan bagian dalam rumah sehingga tamu yang dating tidak langsung meihat bagian dalam rumah tersebut.

Hijab saat ini telah mengalami penyempitan makna dimana hijab diartikan sebagai pakaian yang menutupi seluruh aurat atau tubuh seorang wanita mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Beberapa ulama menyebutkan bahwa cadar adalah bagian dari hijab yang menutup bagian wajah. Di Indonesia penggunaan cadar sebagai bagian dari hijab belum begitu familiar dan masih dianggap tabu bagi sebagian kalangan meskipun sudah ada banyak wanita yang menggunakan cadar saat berada di luar ruangan.

Dasar Hukum Hijab
Aturan hijab dalam Islam dapat ditemukan dalam beberapa surat alqur’an. Ayar-ayat mengenai hijab tersebut menurut ulama imam al-Jashshash diturunkan karena adanya suatu sebab atau peristiwa. Pada masa Rasulullah SAW, rasul sering mengadakan jamuan dengan tamu-tamunya dan tamu-tamu tersebut bebas keluar masuk rumahnya dan bercakap-cakap dengan bebas.

Hal tersebut dirasakan dapat mengganggu keberadaan istri-istri Rasulullah yang juga bisa dipandang oleh para tamu. Oleh karena itu Allah SWT menurunkan ayat berikut untuk menghindarkan Rasul dan istri-istrinya dari fitnah.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (QS Al Ahzab ; 53)

Hukum Wanita Mengenakan Cadar

Meskipun sudah diketahui bahwa mengenakan hijab adalah wajib hukumnya, sebaliknya hukum mengenakan cadar masih menjadi perdebatan diantara beberapa kalangan ulama. Adapun pendapat mengenai hukum wanita bercadar berdasarkan pendapat ulama 4 mahzab adalah sebagai berikut :

  • Menurut Mahzab Hanafi
    Menurut ulama yang menganut mahzab hanafi, menggunakan cadar bagi seorang wanita muslim hukumnya sunnah karena wajah bukan merupakan bagian aurat wanita. Sebagaimana pendapat Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin

    “Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)

  • Menurut Mahzab Maliki
    Sama seperti ulama mahzab hanafi, ulama yang menganut mahzab maliki juga berpendapat bahwa hukum mengenakan cadar bagi seorang muslimah adalah sunah karena wajah bukanlah bagian dari aurat wanita. Sebagaimana pendapat ulama Az Zarqaani berikut

    “Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)

  • Menurut Mahzab Syafi’i
    Berbeda dengan pendapat kedua mahzab diatas, ulama Syafi’I menganggap bahwa aurat seorang wanita dihadapan pria yang bukan mahramnya dalah seluruh tubuh sehingga wajib hukumnya seorang wanita mengenakan cadar. Sebagaimana pendapat ulama Ast Syarwani berikut

    “Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)

  • Menurut Mahzab Hambali
    Ulama yang menganut mahzab Hambali juga sependapat dengan mahzab Syafii yang mengharuskan wanita untuk mengenakan cadar penutup wajah. Menurut Imam Ahmad bin Hambal, sekuruh tubuh wanita adalah aurat dan termasuk juga kuku-kukunya. Sebagaimana disebutkan dalam pendapat Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari berikut

    “Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)

Wallahu A’lam bis shawab.

Sumber : http://m.republika.co.id/amp_version/nlvfq3