Bagaimana hukum marah dalam Islam?

Marah

Marah adalah salah satu sifat yang tercela. Orang yang marah berarti telah menjadi budak hawa nafsunnya yang dikendalikan oleh syaitan. Bagaimana hukum marah dalam islam?

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” (HR al-Bukhari)

Hukum marah dalam islam terbagi dalam beberapa kategori, tentunya sesuai dengan situasi dan juga kondisi sebagai berikut :

1. Wajib

Terkadang marah memang wajib untuk dilakukan, apalagi jika agama kita dilecehkan bahkan dihina, maka sudah sewajarnya kita marah. Kemudian bisa juga ketika kita dihadapkan dengan perbuatan maksiat yang dilakukan terang-terangan, kita juga wajib marah dan sebagai sesama muslim harus saling mengingatkan.

“Apabila kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangan/kekuasaanya, apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan ucapan/lisan (nasihat), apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan hati. Dan yang terakhir, inilah wujud serendah-rendahnya iman. (H. R. Muslim).

2. Sunnah

Marah bisa dikategorikan ke dalam perbuatan sunnah karena adanya perbedaan pendapat di masyarakat terhadap suatu tindakan seperti contohnya pada saat sedang menjadi imam shalat melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan memanjangkannya.

Tentunya tidak semua orang berkenan dengan perbuatan tersebut. Marah karena tindakan yang dilakukan oleh imam tersebut bisa dikatakan dalam kategori sunnah. Tapi jika hal tersebut menyangkut bacaan ayat suci Al-Quran yang dilantunkan sesuai selera orang yang melantunkan, saya kira tidak perlu dipermasalahkan.

Beda lagi jika pelantunan ayat suci Al Qur’an tersebut tidak memperhatikan tajwid, kita berhak marah untuk mengingatkan.

3. Mubah

Mubah dalam islam sendiri mempunyai hukum yang masih boleh untuk dilakukan. Untuk penjelasan mengenai dalil bisa ditemukan pada suatu hal yang memang pernah terjadi pada sahabat Rasulullah Saw yakni Abu Bakar RA. Pada saat itu beliau sedang meluapkan ketidaksukaannya dengan marah kepada anaknya.

Hal tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya anaknya belum memberikan makan pada tamu. Sedangkan tamu yang datang itu dengan sengaja tidak mau makan terlebih dahulu sebelum Abu Bakar datang. Dan beliau harus makan dulu kemudian tamu tersebut baru makan.

Itulah yang sudah menjadi keputusan tamu itu sendiri dan bukan salah dari anaknya Abu Bakar. Namun Abu Bakar tetap saja marah kepada anaknya karena dianggap mengabaikan seorang tamu. Oleh karena Abdurrahman sempat menghindar dari Abu Bakar dan bersembunyi karena sangat takut apabila dimarahi.

4. Makruh

Arti dari perbuatan makruh ialah suatu tindakan yang jika dilakukan dengan sengaja atau pun tidak sengaja maka tidak akan mendapatkan berdosa, namun apabila menjauhinya justru akan mendapatkan pahala. Tentunya keduanya bukanlah pilihan yang sulit untuk dilakukan. Bisa kita lihat dari suatu kejadian antara Sa’ad dengan Rasulullah Saw. Pada saat itu Sa’ad memang sengaja mengajuka pertanyaan kepada Rasulullah Saw untuk memastikan saja perihal seumpama ada seorang lelaki yang sedang melakukan zina dengan istrinya.

Kemudian ia bermaksud akan langsung membunuh lelaki tersebut tanpa melalui proses mendatangkan empat orang saksi terlebih dahulu. Berarti tindakan marah yang dilakukan oleh Sa’ad ini merupakan tindakan yang masuk dalam kategori makruh karena ucapan yang ia lontarkan baru saja hanyalah sebuah pengandaian belaka.

5. Haram

Perbuatan atau tindakan meluapkan emosi dan juga kemarahan dengan menggunakan perkataan kotor, caci maki yang melampaui batas, hinaan yang menyakiti hati seseorang dan juga berbagai kata keji yang tidak pantas diucapkan bisa tergolong dalam kategori marah yang hukumnya diharamkan.

Hal seperti itu bisa terjadi karena kita tidak bisa mengendalikan hawa nafsu dan selanjutnya setan pun ikut campur di dalamnya, sehingga timbulah perbuatan yang melampaui batas. Padahal perbuatan tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan, dan hanya ke depannya hanya akan merugikan kedua belah pihak saja.