Bagaimana hukum berangkat haji dari hadiah ?

Haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan tempat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka’bah dan Mas’a(tempat sa’i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Bagaimana hukum berangkat haji dari hadiah ?

tentu kita gembira dan mengapresiasi jika ada perusahaan atau instansi yang memberikan hadiah apalagi sampi hadiah haji karena prestasinya karyawan atau pekerjanya. Ini tentu suatu penghargaan yang patut disambut baik dan bisa inspirasi serta motivasi perusahaan lain dan juga semangat berkarya bagi para karyawan dalam bekerja.

Sepengetahuan saya, Allah Swt. menetapkan wajib haji hanya untuk orang yang memiliki istitha’ah (kemampuan untuk melaksanakannya).

“…Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran 3: 97).

Kemampuan perjalanan ke Baitullah meliputi kemampuan harta, fisik, dan ilmu. Kemampuan harta tidak selamanya harus didapatkan dengan keringat sendiri, tapi bisa juga hadiah atau pemberian dari orang lain. Jadi menurut hemat saya,tentu kita boleh berangkat haji dari hadiah karena itu merupakan bentuk kemampuan dan insya Allah hajinya sah.

Terkait dengan pertanyaan Anda apakah pergi haji dari hadiah bisa menjadi haji mabrur? Tentu saja bisa karena untuk mendapat predikat haji mabrur bukan dinilai dari berangkatnya, apakah dana sendiri atau karena hadiah. Coba kita perhatikan hadits yang disampaikan Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda,

“Siapa yang ibadah haji dan tidak rafats (bicara tidak senonoh) dan tidak berbuat fusuk (dosa), maka akan terampuni dosanya seperti seorang bayi yang baru lahir dari ibunya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Para ahli hadits menyimpulkan bahwa haji mabrur artinya ibadah haji yang diterima oleh Allah Swt. Ciri atau tanda-tandanya bahwa seseorang itu menjadi haji mabrur adalah terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Misalnya, sebelum berhaji sering terlambat shalat wajib, setelah berhaji selalu shalat awal waktu; sebelum haji jarang ke majelis ta’lim, setelah berhaji menjadi rajin; sebelum berhaji tidak pernah shalat tahajud, setelah berhaji menjadi sering tahajud.

Begitu pun dengan ibadah-ibadah sosial lainnya. Jadi secara umum atau kasat mata nampak ada perubahan baik ibadah mahdhah ( habluminallah) maupun ghairu mahdhah ( hablumminannas) yang lebih baik dari sebelum menunaikan ibadah haji. Demikian juga dengan spiritualnya juga mengalami peningkatan. Lisannya tidak lagi suka berbicara kotor, lemah lembut kepada orang lain dan perubahan positif lainnya.