Bagaimana Hakikat Pembelajaran Sastra?

Bagaimana Hakikat Pembelajaran Sastra?

Bagaimana Hakikat Pembelajaran Sastra?

Sulastringsih dan Mahmudah (2007) menyatakan bahwa sampai kini terjadi perdebatan yang berkepanjangan tentang pengajaran satra. Ada yang menginginkan agar pengajaran sastra diajarkan secara terpisah dengan pengajaran bahasa dan ada pula yang menyarakan agar pengajaran sastra diajarkan secara terpadu dengan pengajaran bahasa.

Pihak yang setuju pengajaran sastra diajarkan terpadu karena mereka berpendapat bahwa sastra memang merupakan bagian dari bahasa. Oleh karena itu, pengajaran bahasa dan sastra sangat sulit dipisahkan.

Dengan demikian, walaupun pengajaran sastra merupakan pengajaran seni, ia tetap merupakan “bagian dari pengajaran bahasa”. Artinya tidak hanya secara substansial, pengajaran sastra bagaimanapun akan membantu pengajaran bahasa.

Sebaliknya, pihak yang setuju dengan pengajaran sastra dipisahkan dengan pengajaran bahasa mereka bertolak dari pemahaman bahwa satra memiliki karakteristik sendiri sebagai „pengajaran seni‟. Pengajaran seperti ini juga telah dicanangkan dalam kurikulum 2004 yakni telah memisahkan kompetensi pengajaran sastra dengan kompetensi dengan pengajaran bahasa Indonesia.

Walaupun terdapat dualisme dalam pengajaran sastra, pengajar harus mengambil hakikat utama bahwa pengajaran sastra adalah pengajaran seni. Seni yang menggunakan bahasa tentunya memiliki karakteristiknya sendiri yang berbeda dengan seni lainnya. Artinya, pengajaran sastra dengan sendirinya akan turut mempertinggi kemampuan berbahasa. Dengan kata lain, kemampuan seseorang dalam berbahasa dapat saja ditandai pula oleh kemampuan bersastra. Oleh karena itu, materi karya sastra boleh digunakan untuk pengajaran bahasa.

Oleh karena itu, materi karya sastra boleh digunakan untuk pengajaran bahasa. Sebaliknya, materi bahasa dapat saja digunakan untuk mengajarkan karya sastra. Namun, tidak semua materi itu dapat dipadukan. Yang dapat dipadukan yakni materi yang hanya mempunyai hubungan dari kedua pengajaran tersebut.

Misalnya saja kemampuan berbahasa tentang kompetensi dasar penyampaian informasi/pesan yang diperoleh dari berbagai sumber, maka sebaiknya guru menyajikan sumber pelajaran, baik materi sastra maupun nonsatra. Begitu juga, kompetensi dasar membaca dan menemukan gagasan isi teks, guru boleh juga mengambil materi karya sastra, seperti: dongeng, cerita rakyat, cerpen atau drama. Hal ini telah dicanangkan dalam kurikulum 2006 (KTSP)