Bagaimana hakikat doa kepada Allah swt?

Doa

Doa dapat berarti permohonan dan juga dapat berarti seruan. Sejatinya hanya kepada Allah swt lah kita memohon sesuatu, karena seluruh makhluk Allah hanyalah sekedar perantara. Bagaimana hakikat doa kepada Allah swt ?

Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary dalam kitab Al Hikam menyatakan,

Permintaanmu pada-Nya berarti suatu tuduhan terhadap-Nya. Permintaanmu bagi-Nya (agar Allah mendekatkan dirimu) menunjukan engkau jauh dari-Nya. Engkau meminta kepada selainNya, berarti engkau tidak punya rasa malu kepada-Nya. Dan engkau meminta dari selain-Nya, disebabkan karena engkau jauh dari-Nya

Kita selaku hamba Allah, seyogyanya dalam seluruh tindak-tanduk dan pekerjaan-pekerjaan dalam hidup duniawi ini, hendaklah kita niatkan untuk mendekatkan diri kita kepadaNya. Hati kita tidak boleh masygul dengan hanya meminta dan menuntut kepada Allah s.w.t. dalam segala sesuatu tanpa diikuti dengan perbuatan.

Bukan berarti kita tidak boleh berdoa kepada Allah s.w.t., bahkan kita hendaknya selalu berdoa dan memohon kepadaNya. Menurut hamba-hamba Allah yang muqarrabin, bahwa doa dan permohonan itu ada macam-macam sifatnya. Sifat-sifat ini adalah menurut penilaian perasaan makrifat mereka. Karena itu tidak dapat disamakan doa mereka dengan doa orang-orang awam.

Permintaanmu pada-Nya berarti suatu tuduhan terhadap-Nya

Maksudnya, ketika kita memohon kepada Allah, kita meminta kepadaNya, semoga Allah memberi rezeki kepada kita. Misalnya, jikalau kita tidak memohon kepadaNya, maka Allah s.w.t tidak mengabulkan keinginan kita

I’tikad kita yang begini menurut hakikat tauhid dan tasawuf tidak baik, sebab keadaan ini membawa kurang kepercayaan kita kepada ilmu Allah, kepada rahmatNya, dan kepada janjiNya.

Apabila kita percaya kepada Allah, bahwa Allah mengetahui segala hal tentang kita, apa yang kita maksudkan dan apa yan kita inginkan, pada hakikatnya kita tidak perlu minta kepadaNya supaya hajat kita diperkenankanNya.

Kita harus percaya kepada janjiNya, bahwa Dia telah menentukan segala sesuatu pada masa “azal”, dan seluruh apa yang ditentukan olehNya. (Dialah yang mentakdirkannya, pada hari dan zaman tertentu, sebab janji Allahlah yang berjalan.

Karena itu orang tasawuf yang muwahhid dan mendekat kepada Allah s.w.t. tidak meminta-minta kepada Allah dalam hal ini. Maka tepatlah seperti ucapan sebagian ahli tasawuf:

“Jangan kamu memohon rezeki karena hal itu merupakan orang-orang yang mementingkan diri (bahwa dengan permohonan itu kamu dapat rezeki), maka kamu adalah orang-orang yang kurang percaya kepada Allah yang Maha Memberi rezeki.”

Sebagaimana telah kita sebutkan di atas, bahwa segala sesuatu itu telah ditentukan oleh Allah, dan Allah akan menepati janjiNya, karena itu maka kepada Nabi Muhammad s.a.w. diperintahkan Allah untuk mengucapkan permohonan sebagai pengakuan bahwa Allah yang Maha Kuasa dan Maha Menghendaki atas segala-galanya.

Hal ini tersebut dalam Al-Quran:

“Katakanlah (hai Muhammad!): Wahai Allah yang mempunyai kerajaan! Engkau berikan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, Engkau ambil kerajaan dari siapa yang Engkau kehendaki, Engkau muliakan dan Engkau rendahkan siapa yang Engkau kehendaki, di tangan Engkau kebaikan. Sesungguhnya Engkau (adalah) Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang, Engkau masukkan siang ke dalam malam, Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau berikan rezeki bagi yang Engkau kehendaki tanpa batas.” (Ali Imran: 26-27)

Ayat ini adalah dalil bagi kita tentang ajaran yang telah disebutkan sebelumnya.

Permintaanmu bagi-Nya (agar Allah mendekatkan dirimu) menunjukan engkau jauh dari-Nya.

Maksudnya adalah apabila kita memohon kepada Allah supaya kita mendekat kepadaNya dan hilangnya hijab-hijab yang memisahkan antara kita dengan Allah, sehingga apabila kita telah mendekat kepadaNya dan segala hijab-hijab itu telah hilang tentu kita melihatNya dengan matahati kita.

Permohonan atau doa yang begini sifat lahiriahnya adalah baik, tetapi bagi pandangan hamba Allah yang muqarrabin adalah kebalikannya, sebab kewajiban kita adalah beramal dengan mujahadah, yakni memerangi hawa nafsu, syaitan dan iblis dalam segala gerak dan perbuatan kita. Apabila kita beramal dengan istiqamah, karena Allah s.w.t., Insya Allah Dia akan mendekatkan diri kita kepadaNya.

Apabila kita telah dekat dengan Allah, maka kita tidak perlu memohon lagi Bahkan pada hakikatnya kita tidak perlu meminta “dekat” kepadaNya, sebab memang Dia telah dekat dan begitu dekat dengan kita.

Bukankah Allah telah berfirman dalam AI-Quran Al-Karim:

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.” (Qaaf: 16)

Kita saja yang tak melihat Allah, bahkan bagi orang awam, Allah tidak dilihatnya baik oleh matanya sendiri ataupun oleh matahatinya. Ini bukan berarti bahwa Allah jauh dari kita, tetapi Dia adalah dekat dan Maha Dekat.

Keadaan ini telah dijelaskan oleh Allah dalam Al-Quran:

“Dan Kami lebih dekat kepada orang itu dari kamu, tetapi kamu tidak melihat.” (Al-Waqi’ah: 85)

Engkau meminta kepada selainNya, berarti engkau tidak punya rasa malu kepada-Nya.

Maksudnya, pada umumnya, manusia didalam kehidupan ini tidak menjadikan Allah sebagai tujuan. Kita mencari “kenikmatan” dunia seolah-olah dunia menjadi tujuan hidup kita. Kita mencari kemegahan dan kemuliaan seolah-olah itu merupakan kebahagiaan terakhir bagi kita.

Ada pula sebagian orang yang mengerjakan amal ibadah, tetapi tujuannya untuk mencapai keramat dan lain sebagainya. Apabila kehendak kita, permohonan kita dan doa kita untuk maksud-maksud di atas, berarti kita tidak punya rasa malu kepada Allah, sebab kita telah memalingkan diri kita pada selainNya. Tetapi apabila kita selaku hambaNya punya rasa malu kepadaNya, pastilah kita tidak memalingkan hati kita kepada selain Allah, bahkan semuanya tertuju padaNya.

Kita memohon dan berdoa kepadaNya bukan untuk kepentingan duniawi dan bukan untuk mencapai keramat dan lain-lainnya, tetapi adalah untuk memantapkan aqidah kita, bahwa betul segala-galanya itu datang dari Allah dan kembali kepadaNya. Inilah yang dimaksudkan dengan doa Nabi di atas seperti yang telah disebutkan dalam surat Ali lmran, ayat: 26-27.

Dan engkau meminta dari selain-Nya, disebabkan karena engkau jauh dari-Nya

Maksudnya, untuk mencapai sesuatu yang bersifat duniawi, kita arahkan pandangan dan perbuatan kita kepada selain Allah, sedangkan hati kita tidak ingat kepadaNya, atau dengan kata lain dapat digambarkan, kita berusaha untuk mendapatkan sesuatu, seperti kekayaan, kedudukan, dan lain-lain.

Kita mengajukan permohonan kepada selainNya, kita berharap kepada makhluk Allah untuk dapat memenuhi permohonan kita, dimana hal ini menunjukkan bahwa kita jauh dari Allah, kita tidak dekat denganNya.

Dalam kekuasaanNyalah segala sesuatu, alam, makhluk di bumi dan di langit, di dunia dan di akhirat.

Karena itu meskipun secara lahiriah kita meminta tolong dan mengemukakan permohonan kepada makhluk, tetapi hendaklah secara batiniah kita berpegang dan memohon dengan perasaan penuh tawakkal kepada Allah s.w.t.

Allah s.w.t. telah berfirman dalam Al-Quran:

“Dan Tuhan telah berfirman: Berdoalah kepadaKu, nanti Kuperkenankan (permintaan) kamu itu, sesungguhnya orang yang menyombongkan dirinya dari menyembahKu akan masuk dalam Neraka Jahanam dengan kehinaan.” (Al-Mukmin: 60)

Dengan demikian, kita berdoa kepada Allah s.w.t. adalah karena semata-mata mematuhi ajaran Allah, dan karena inilah kita mendapatkan pahala ketika berdoa, meskipun pada hakikatnya kita tidak perlu berdoa kepadaNya, sebab Allah s.w.t. Maha Mengetahui dalam segala-galanya.

Hendaklah niat kita berdoa karena semata-mata beribadah dan mematuhi ajaran Allah s.w.t.

Referensi : Abuya Syeikh Prof. Dr. Tgk, Chiek. H. dan Muhibbuddin Muhammad Waly Al-Khalidy, 2017, Al-Hikam Hakikat Hikmah Tauhid dan Tasawuf Jilid 1, Al-Waliyah Publishing