Bagaimana gerakan dalam tari jemparingan?

Gerak dalam tari menurut Matheus Wasi Bantolo merupakan medium utama untuk pengungkapan ekspresi dalam mencapai keindahan, sehingga setiap pembahasan mengenai tari tidak akan terlepas dari gerak (2002). Gerak dalam tari merupakan hasil stilisasi, sehingga dalam perwujudannya tampak indah dalam aplikatifnya. Menurut Gendhon Humardani bahwa, Bentuk gerak tari mengandung unsur-unsur volume, dinamik atau kecepatan, dan kualitas. Bentuk gerak tari mengandung unsur volume, dalam arti bahwa pelaksanaan suatu gerak tari dapat menimbulkan rasa ruang. Gerak tari mengandung unsur dinamik, dalam arti bahwa pelaksanaan suatu gerak tari dilakukan dalam tempo dan irama, atau dalam kecepatan dan kelambatan tertentu (Rustopo, 2001). Lalu, Bagaimana gerakan dalam tari jemparingan ?

Tari Jemparingan merupakan tari gagah gaya Surakarta, sehingga bentuk gerak tari yang dihadirkan merupakan gerak-gerak gagah dalam pembentukannya, seperti: gedhekan, kambengan, junjungan, onclangan, tranjalan, dan sebagainya. Tari Jemparingan bertemakan keprajuritan, dalam hal ini bentuk yang dihadirkan juga merupakan vokabuler gerak pencak didalamnya, seperti pada bagian beksan jurus dan perangan keris.

Vokabuler gerak pencak silat dalam tari Jemparingan seperti: tusukan, tangkisan, hindaran, keprukan, dan tendangan “T” (sikap badan dan kaki seolah membentuk huruf “T”). Menurut Edi Sedyawati (1986) bahwa, pencak dan tari mempunyai ciri dasar yang sama yaitu keduanya mempunyai aspek olah tubuh yang kuat, dan keduanya dibentuk atau diwarnai oleh kebudayaan yang melingkupinya. Ciri dasar yang sama antara pencak dan tari membuat sajian tari Jemparingan menjadi menyatu, bahkan pencak dalam tari Jemparingan semakin memperkuat tema keprajuritan dalam tari Jemparingan. Pencak dalam tari Jemparingan juga semakin menambah rasa gagah dan trengginas.

Volume dalam tari Jemparingan, memiliki volume yang besar/ luas pembentukannya antar segmen tubuh yang dihasilkan. Antara lengan atas dan lengan bawah dominan atau kebanyakan membentuk sudut kira-kira 90 derajat atau lebih dalam pembentukannya. Dapat diamati dalam gerak dengan pola kambengan, penthangan, dan sebagainya. Pola-pola kaki juga membentuk sudut yang serupa dengan pola-pola tangan yaitu kira-kira 90 derajat atau lebih, dapat dicermati dari vokabuler gerak jojoran, junjungan, onclangan, trecetan, dan lain sebagainya. Hal ini menjadikan pembentukan volume dalam tari Jemparingan menghasilkan volume yang besar atau luas dalam aplikatifnya.

Dinamika dalam tari Jemparingan memiliki tempo yang dominan cepat dalam aplikasinya. Tempo cepat dapat dirasakan dari pola tabuhan balungan dalam memberikan aksentuasi pada rasa garap geraknya. Aksentuasi tabuhan balungan dengan kesan tempo cepat dapat dicermati dari garap gending yang membentuknya, seperti pada gendhing Lancaran Dirga dalam tari Jemparingan. Kesan tempo cepat juga dapat dicermati jika menyejajarkan dengan gendhing Ladrang Diradhameta dengan pola tabuhan yang terkesan memiliki tempo pelan. Ritme dalam tari Jemparingan seperti dalam tari tradisi Surakarta pada umumnya, yaitu menggunakan ketukan 1-8 dengan aksentuasi pada hitungan 4 dan 8 yang bersamaan dengan pemangku kenong atau gong dalam karawitannya.

Secara garis besar gerak dalam tari Jemparingan dapat dibedakan menjadi gerak presentatif dan gerak representatif. Gerak presentatif bersifat murni atau tanwadhag dan gerak representatif bersifat wadhag. Gerak presentatif atau gerak murni adalah jenis gerak yang difungsikan untuk kebutuhan ekspresi yang secara visual tampak lebih simbolis. Gerak representatif atau gerak penghadir adalah gerak yang dihasilkan dari imitasi terhadap sesuatu (Maryono, 2010). Gerak yang difungsikan sebagai kebutuhan ekspresi dalam tari Jemparingan diantaranya: sabetan, ombak banyu, dsb. Gerak penghadir yang dihasilkan dari imitasi terhadap sesuatu diantaranya: lumaksana, jengkengan, dsb. Beragam jenis gerak-gerak penghadir rupanya untuk dapat menggambarkan tema keprajuritan yang dikehendaki.