Bagaimana gejala Sindrom Klinefelter?

Sindrom Klinefelter adalah salah satu jenis penyakit kelainan genetik. Penyakit ini diderita oleh laki-laki yang dilahirkan dengan kromosom X tambahan. Bagaimana gejala Sindrom Klinefelter?
image

Sindrom Klinefelter bukan merupakan penyakit turunan. Kondisi yang diderita oleh satu dari enam ratus bayi laki-laki ini terjadi secara acak sejak pembentukan sperma atau telur pada orang tua, atau saat bayi dalam kandungan. Walaupun tidak ada pemicu tertentu, risiko anak lahir dengan sindrom Klinefelter dapat sedikit meningkat pada ibu hamil yang berusia di atas 35 tahun.

Bayi yang dilahirkan dengan sindrom klinefelter mungkin akan memiliki gejala-gejala, seperti pasif dan pendiam, kekuatan ototnya rendah, serta lambat untuk bisa duduk, merangkak, berjalan, atau bicara dibandingkan bayi normal lainnya. Selain itu, testis bayi dengan sindrom ini juga terlihat tidak turun ke kantung zakar, dan menetap di rongga perut (kriptokismus/undescended testicles).

Pada masa remaja, khususnya ketika memasuki masa puber, testis penderita sindrom Klinefelter tidak tumbuh dan membesar secara normal. Akibat ukuran testis yang kecil ini produksi hormon testosteron menjadi kurang dan perkembangan seksual di masa pubertas menjadi terhambat. Kondisi ini juga dapat menyebabkan massa otot tubuh menjadi rendah sehingga tubuh menjadi lembek.

Selain itu, kurangnya produksi testosteron dapat membuat remaja penderita sindrom Klinefelter memiliki penis berukuran kecil, tidak banyak memiliki bulu-bulu di wajah atau tubuh, dan kekurangan kalsium di tulangnya. Bahkan dua pertiga dari mereka seperti mengalami pembesaran payudara dan pinggul layaknya perempuan.

Kendati kekurangan kalsium, perkembangan tinggi badan anak-anak dan remaja penderita sindrom Klinefelter biasanya pesat dan di atas tingkat pertumbuhan rata-rata.

Selain gejala-gejala yang disebutkan di atas, sindrom Klinefelter dapat membuat penderitanya mengalami:

  • Rasa kurang percaya diri dan pemalu sehingga sulit mengekspresikan perasaan dan sulit bersosialisasi.
  • Dispraksia dan disleksia ringan. Biasanya kondisi yang mengganggu kemampuan belajar ini dialami dua pertiga anak-anak dan remaja sindrom Klinefelter. Mereka akan sulit berkonsentrasi pada pelajaran di sekolah dan kemampuan membaca, mengeja, serta menulis mereka juga rendah.

Gejala sindrom Klinefelter pada masa dewasa sama seperti gejala yang ada di masa remaja, atau merupakan kelanjutan dari gejala di masa pubertas yang tidak segera diperiksakan ke dokter untuk didiagnosis dan ditangani.

Pada masa dewasa, selain ukuran testis dan penis yang kecil, dorongan seksual penderita juga rendah. Bahkan, umumnya penderita sindrom Klinefelter sulit memiliki keturunan akibat produksi sperma yang minim atau tidak ada sama sekali. Saat dewasa, penderita juga kerap mengalami depresi dan gangguan kecemasan.

Meskipun begitu, sebagian besar penderita sindrom ini bisa menjalani hidup secara normal ketika dewasa. Gangguan belajar yang dialami biasanya tidak akan memengaruhi intelegensi sehingga mereka bisa mendapatkan pekerjaan, membangun hubungan, dan hidup secara mandiri. Untuk masalah dalam memiliki keturunan pun sama. Hal tersebut bisa ditangani dengan mengadopsi anak atau pun ditangani secara medis dengan mengambil sperma dari testis penderita dan melakukan pembuahan buatan.

Sumber : www.alodokter.com