Bagaimana Diplomasi Publik pada masa pemerintahan George W. Bush?

George W. Bush

Bagaimana Diplomasi Publik pada masa pemerintahan George W. Bush ?

Sejak tragedi 9/11, diplomasi publik AS mengalami perubahan. Kebijakan luar negeri AS, termasuk diplomasi publiknya di era peristiwa 9/11, menjadi salah satu sasaran kritik karena tidak mampu memperbaiki pandangan positif terhadap AS. Dalam kepemimpinannya memang Bush dikenal sebagai Presiden yang agresif dan militeristik. Sejak peristiwa 9/11 memang banyak timbul sentimen anti-Amerika di dunia yang berpusat di dunia Islam dan Arab. Hal itu disebabkan oleh kebijakan luar negeri AS yang dianggap terlalu ofensif terhadap dunia Islam. Berdasarkan Gallup Poll pada Desember 2001 dan Januari 2002 di sembilan negara Muslim, lebih dominan opini yang tidak menyukai AS dengan perbandingan dua banding satu. Di negara seperti Iran yang sejak lama tidak memiliki hubungan baik dengan AS, hasil tersebut dianggap wajar. Tetapi di negara yang memiliki hubungan baik dengan AS seperti Kuwait dan Arab Saudi pun hasilnya sama. Survey lain dari Pew Global Attitudes Project yang dilakukan pada musim panas 2002, Mei 2003, dan Maret 2004 juga memberi hasil yang sama. Pada intinya setelah peristiwa 9/11 masyarakat muslim dan Arab mayoritas memiliki ketidaksukaan terhadap AS.

Pemerintahan Bush bukannya tanpa menjalankan diplomasi publik sebagai instrumen dari kebijakan luar negeri AS. Sadar akan menurunnya citra AS di mata dunia khususnya terhadap dunia Islam, Bush yang awalnya dikenal dengan pemimpin yang suka menggunakan kekuatan militer khususnya setelah peristiwa 9/11, kemudian Bush mencoba menjalankan diplomasi publiknya untuk kembali meningkatkan citra AS khususnya terhadap dunia Islam. Pada masa menjalankan diplomasi publiknya target utama diplomasi publik AS saat itu adalah masyarakat Arab dan muslim, karena memang sentimen yang timbul terhadap AS adalah banyak dari negara-negara Islam.

Instrumen diplomasi publik yang cukup sering dijalankan Bush pada masa itu adalah penggunaan media massa sebagai salah satu dari diplomasi publiknya. Bush melihat media massa sebagai instrumen penting dalam ragam diplomasi publik. Seperti apa yang dikemukakan oleh Gillion, diplomasi publik diartikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melalui understanding, informing, and influencing foreign audiences .

Dengan demikian, media massa (yang identik dengan publikasi massa, radio, dan televisi) merupakan instrumen strategis untuk membentuk opini, baik domestik maupun global. Perkembangan informasi dan telekomunikasi telah menggeser pandangan tradisional tentang membentuk citra baik. Pemerintahan di dunia tidak dapat lagi berpropaganda untuk memanipulasi realitas. Citra dan realitas tidak dapat lagi dipisahkan, dimana untuk memperbaiki citra, maka realitas yang terlebih dahulu diperbaiki. Media massa akan menjadi komunikator yang mentransformasinya menjadi citra.

Salah satu media yang gencar melakukan pemberitaan-pemberitaan mengenai AS dalam rangka mempengaruhi opini publik adalah melalui Voice of America (VOA). VOA atau Voice of America adalah media massa resmi milik pemerintah AS. Tayangan beritanya tersebar hampir ke seluruh dunia dengan berbagai akses seperti siaran televisi, radio, dan VOA online. VOA ini menadapat sokongan yang kuat dari pemerintah hal ini terbukti dengan kerjasama yang kuat dengan pemerintah melalui prinsip-prinsipnya yakni:

  • VOA akan secara konsisten menayangkan berita secara akurat, dan komprenensif.
  • VOA akan merepresentasikan AS secara jelas, efektif dan juga membuka diskusi bagi opini mengenai kebijakan pemerintah.
  • VOA juga akan merepresentasikan berita tidak hanya mengenai masyarakat Amerika tapi juga institusinya

VOA tidak dapat dipisahkan dengan USIA atau ( United State Information Agency ), ini adalah awal dari keberadaan media resmi AS. USIA pada awalnya adalah badan yang bertugas untuk mempropagandakan liberalisme yang melawan komunis pada masa perang dingin sejalan dengan perkembangannya VOA muncul dengan menejemen broadcasting yang sebelumnya didirikan CIA.

Dalam perjalanannya VOA bekerjasama dengan berbagai stasiun televisi di berbagai negara, termasuk negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia. Pasca terjadinya tragedi 9/11 yang menyerang WTC dan Pentagon otomatis AS secara gencar menyiarkan berita mengenai serangan tentang terorisme ini praktis ke seluruh dunia yang ditayangkan oleh jaringan siaran VOA, baik itu siaran televisi maupun secara online. VOA juga memperluas siarannya mencapai Afghanistan dan Timur Tengah, menyiarkan, peristiwa-peristiwa penting di AS maupun di kawasan itu sendiri. Perluasan siaran juga dilakukan dengan menggunakan bahasa Arab, Dari, Parsi, Pashto, dan Urdu. VOA kemudia melakukan survey yang memperkirakan 80% pria dewasa di Afghanistan mendengarkan VOA dan menghargai kredibilitas serta objektivitasnya. Berbagai bentuk penyiaran ke Afghanistan, Irak, dan Timur Tengah dilakukan 24 jam.

Media massa lain yang digunakan sebagai alat diplomasi publik AS adalah Cable News Network (CNN). Didirikan pada 1980 oleh Ted Turner. CNN merupakan perusahaan milik Time Warner dan merupakan televisi berita yang menjadi pioneer tayang 24 jam dapat diakeses lebih dari 212 negara. CNN merupakan TV partner pemerintah bisa dikatakan begitu karena CNN dapat mengikuti proses pengambilan keputusan pemerintah Amerika selama 24 jam.

Dalam sebuah studi kritik media yang ditulis Robinson Piers Oktober 2005, dalam artikelnya yang menguji dampak dari media massa dalam politik AS. CNN adalah salah satu media yang digunakan sebagai alat kebijakan luar negeri AS dalam membuat CNN effect atau efek dari pemberitaan CNN. Hal ini diobservasi bahwa setelah penyerangan 11 September di New York, media massa dilihat sebagai kendaraan dari adminstrasi Bush dalam war on terror , Amerika dilihat memang menggunakan efek CNN ini tujuan dalam membuat opini publik.

Harmon, Mark, Muenchen, Robert, penulis dari An Exhaustive Analysis of Broadcast News Transcripts From the one-year Anniversary of the 9/11 Terror Attacks to the US. Congressional Authorization of Force Against Iraq . Memaparkan bahwa News organizations digunakan sebagai pelengkap dalam administrasi Bush dalam perang. Fox News, CNN, ABC, CBS, NBC, CNBC, dan public broadcasting , dikembangkan untuk pro-war dalam arti lainnya mereka menjelaskan media-media tersebut menayangkan perang yang diusung AS dalam opini publik internasioanal dengan pre-war antara Irak dan Al-Qaeda . Dengan penayangan korban-korban bangsa Amerika. Dalam masa pemerintahannya Bush mencoba memaksimalkan keberadaan media sebagai salah satu sarana diplomasi publik untuk memperbaiki citra AS yang turun pasca serangan 9/11 dan sarana untuk mendapatkan dukungan terhadap kebijakan luar negerinya.

Dari beberapa contoh peran media massa yang digunakan AS pada masa pemerintahan Bush memang terlihat bahwa pemerintah AS berusaha untuk meraih kembali dukungan publik dengan instrumen media massa. Pertama, pemerintah Bush berusaha mengkonstruksi wacana publik internasional bahwa ―terorisme (dalam kasus Afganistan) dan ―senjata pemusnah massal (dalam kasus Irak) merupakan merupakan ancaman nyata bagi rakyat AS dan seluruh masyarakat dunia. Media massa-lah yang paling berperan dalam proses konstruksi ini sehingga hampir semua orang di dunia merasakan bahwa terorisme merupakan ancaman nyata. Kedua, terbentuknya persepsi ini pada akhirnya diharapkan dapat memperkuat dukungan dunia terhadap AS untuk melakukan invasi ke Afganistan dan Irak. Ketiga, dalam proses invasi media massa tetap memiliki peran sentral untuk menunjukkan pembenaran dan kesuksesan invasi AS dalam kerangka pencapaian perdamaian dunia. Analisis tersebut dilihat dari perspektif pemerintah AS yang selalu ingin mengendalikan media massa.

Program Pertukaran ( educational and cultural exchange program ) , juga menjadi salah satu instrumen diplomasi publik AS yang digunakan pada masa pemerintahan Bush. Program-program yang diberikan adalah dengan melakukan program pertukaran internasional, beasiswa, dan pelatihan seperti Fulbright, Humprey Fellowships, International Visitor Program , dan Citizen Exchanges . Pada awal pembentukan program ini pemerintah AS memusatkan program ini pada negar-negara Islam, dengan harapan melalui program-program ini dapat membangun dialog interaktif, pertukaran dan pemahaman mengenai perbedaan budaya antara AS dan dunia Islam. Dengan demikian diharapakn programprogram tersebut dapat mereduksi pandangan negatif AS di mata dunia khususnya dunia Islam.

Pada masa pemerintahan Bush memang diplomasi publik bukanlah instrumen utama AS dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Namun AS pada masa pemerintahan Bush menyadari bahwa sentimen anti-Amerika yang muncul di negara-negara Islam dapat mempengaruhi citra AS di masyarakat internasional. Oleh karena itu Bush tetap menggunakan diplomasi publik sebagai instrumen kebijakan luar negeri untuk mencapai kepentingan nasionalnya dan memperbaiki citra AS yang menjadi buruk khususnya di negara-negara Islam. Melalui diplomasi publik ini Bush mencoba mengembalikan citra AS yang sempat turun pada masa pemerintahannya.