Bagaimana Diagnosis Sindrom Klinefelter?

Bayi yang dilahirkan dengan sindrom klinefelter mungkin akan memiliki gejala-gejala, seperti pasif dan pendiam, kekuatan ototnya rendah, serta lambat untuk bisa duduk, merangkak, berjalan, atau bicara dibandingkan bayi normal lainnya. Bagaimana Diagnosis Sindrom Klinefelter?
image

Sindrom Klinefelter adalah salah satu jenis penyakit kelainan genetik. Penyakit ini diderita oleh laki-laki yang dilahirkan dengan kromosom X tambahan.

Kromosom seks adalah gen dalam sel yang menentukan jenis kelamin seseorang. Normalnya, laki-laki memiliki susunan kromosom seks XY, sedangkan perempuan XX. Namun susunan kromosom seks pada penderita sindrom Klinefelter adalah XXY, dengan jenis kelamin laki-laki. Akibat duplikasi atau penggandaan kromosom X ini, laki-laki yang menderita sindrom Klinefelter akan memiliki beberapa karakteristik perempuan.

Penting memeriksakan kondisi sejak dini, terutama sejak masa kanak-kanak dan remaja, jika Anda mencurigai anak Anda terkena sindrom Klinefelter. Meskipun beberapa gejala sulit dideteksi (misalnya infertilitas), Anda bisa menaruh kecurigaan pada gejala lainnya, seperti gangguan belajar yang berdampak pada prestasi di sekolah atau pertumbuhan tinggi badan yang pesat dan berbeda dengan tinggi rata-rata di dalam keluarga.

Sedangkan secara medis, diagnosis sindrom klinefelter bisa dilakukan dengan cara:

  • Pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya ketidaknormalan pada ukuran testis, penis, atau payudara. Tes seperti mengukur kemampuan refleks dan fungsi otak juga dapat dilakukan.
  • Pemeriksaan urine dan darah untuk mengetahui adanya gangguan hormon.
  • Pemeriksaan genetik melalui sampel darah untuk mengetahui adanya kromosom X tambahan.

Pemeriksaan gangguan hormonal dapat dilakukan oleh dokter spesialis anak atau spesialis endokrinologi. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan saat umur 12 tahun atau masa pubertas. Jika dibutuhkan, pemeriksaan ulangan pada pertengahan akhir masa remaja bisa dilakukan.

Apabila diperlukan, pemeriksaan amniocentesis dapat dilakukan saat masa kehamilan dengan pengambilan sampel plasenta atau cairan ketuban untuk memeriksa kemungkinan adanya kelainan pada kromosom janin.

Sumber : www.alodokter.com