Bagaimana dengan budaya politik di Indonesia?

Budaya politik memiliki tiga tipe yaitu parokial, subyek,dan partisipan. bagaimana dengan budaya politik negara kita?
image

Ada beragam pandangan mengenai budaya politik Indonesia. Keragaman pendapat ini dimungkinkan karena persoalan budaya politik itu dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

Rusadi Kartaprawira dalam bukunya Sistem Politik di Indonesia menyatakan adanya beberapa ciri dari budaya politik Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut.

  • Sifat ikatan primordial masih kuat yang dikenali melalui indikator yang berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan.
  • Budaya politik Indonesia bersifat parokial subjek di satu pihak dan partisipasi di lain pihak.
  • Ada subbudaya yang banyak dan beraneka ragam. Hal ini terjadi karena Indonesia memiliki banyak suku yang masing-masing memiliki budaya sendiri-sendiri.
  • Kecenderungan budaya politik Indonesia masih mengukuhi sifat paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikator, misalnya adalah perilaku menyenangkan atasan.

Karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen atas dasar suku, daerah, dan
agama maka di Indonesia terdapat banyak subbudaya politik. Bangsa Indonesia
adalah bangsa yang berprinsip Bhinneka Tunggal Ika sehingga semua bentuk
subbudaya yang ada di Indonesia adalah budaya politik nasional. Salah satu aspek penting dalam sistem politik adalah budaya politik yang mencerminkan faktor subjektif. Budaya politik mengutamakan segi psikologis dari suatu sistem politik.

Demokrasi Pancasila adalah suatu paham demokrasi yang bersumber pada pandangan atau filsafat hidup bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri.

Demokrasi Pancasila pada hakikatnya adalah sarana atau alat bagi bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan Negara sebagaimana telah dirumuskan di dalam Pembukaan UUD 1945. Budaya Politik Pancasila akan mengarahkan keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi seperti politik dan pandangan hidup pada umumnya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila

Budaya politik yang berkembang di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen. Kondisi masyarakat yang heterogen selain dapat memperkaya berkembangnya budaya politik yang beragam, juga dapat menjadi ancaman terhadap keutuhan bangsa.

Untuk menghindari terjadi disintegrasi bangsa, perlu kiranya menanamkan nilai-nilai dasar yang dapat mengikatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, seperti toleransi, kekeluargaan, musyawarah mufakat, gotong royong, jaminan dan perlindungan hak asasi manusia. Yang terpenting dalam hal ini adalah bukan membicarakan perbedaan yang ada, melainkan bagaimana menyatukan pandangan yang lebih menekankan pada kepentingan nasional.

Penelaahan terhadap politik di Indonesia harus memerhatikan peranan budaya politik karena mempunyai refleksi pada pelembagaan politik, bahkan pada proses politik. Dengan demikian, pembangunan politik Indonesia dapat pula diukur berdasarkan keseimbangan atau harmoni yang dicapai, antara lain oleh budaya politik dengan pelembagaan politik yang ada atau yang akan ada. Konstalasi tentang budaya politik di Indonesia dapat ditelaah melalui beberapa variabel:

  1. Konfigurasi subkultur di Indonesia. Pada satu pihak, fenomena pluralisme di Indonesia menjadi mozaid dan keindahan, tetapi pada pihak lain menjadi sumber konflik. Oleh karena itu, upaya nation building melalui character building harus menjadi pilihan.

  2. Pada budaya politik Indonesia yang bersifat parokial kaula pada satu pihak dan budaya politik partisan pada pihak lain, masyarakat masih ketinggalan dalam menggunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya akibat isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, ikatan primordial. Pada pihak lain, kaum elite dan sekelompok massa lain merupakan partisan yang aktif.

  3. Sifat ikatan primordial yang masih kuat berakar yang dikenal melalui indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu puritanisme dan nonpuritanisme. Fenomena ini masih kuat terlihat dalam gerakan kaum elite untuk mengeksploitasi masyarakat dengan menyentuh langsung pada subkultur tertentu dengan tujuan rekrutmen politik.

  4. Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih diwarnai sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya: tipe parokial kaula lebih mempunyai keselarasan untuk tumbuh dengan persepsi masyarakat terhadap objek politik yang menyadarkan diri pada proses output dari penguasa.

  5. Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat. Persoalannya adalah apakah pelembagaan dalam sistem politik Indonesia sudah siap menampung proses pertukaran ( interchange) kedua variabel ini.