Bagaimana dampak mengkonsumsi Telur Asin yang sudah pecah ?

telus asin

Apa dampak dari mengkonsumsi telur Asin yang pecah, tetapi dalamnya masih bagus. Bagaimana perbedaannya dengan telur biasa ?

Pada dasarnya Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan dengan garam (NaCl). Telur itik sangat lazim digunakan karena penetrasi NaCl ke dalam telur itik sangat mudah, mengingat telur itik mempunyai pori-pori lebih besar dibandingkan dengan telur ayam.

Telur asin yang baik mempunyai ciri-ciri cangkang tidak retak, putih telur kenyal, kuning telur masir berminyak, tidak berbau dan tahan lama penyimpanan.

Tujuan utama dari proses pengawetan makanan adalah mengurangi atau bahkan meniadakan kontaminasi bakter (mikro organisme) yang berbahaya apabila dikonsumsi oleh manusia. Dampak fisik, seperti warna, bentuk dan bau bukanlah hal yang utama, mengingat perubahan fisik bahan makanan disebabkan oleh bakteri (mikro organisme) itu sendiri.

Fungsi garam dalam proses pengawetan makanan adalah untuk mengurangi kelarutan oksigen, sehingga bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidup menjadi terhambat. Fungsi garam yang lain adalah untuk menyerap air sehingga telur yang dihasilkan akan menjadi lebih awet.

Adanya air dalam bahan makanan sering menyebabkan bahan tersebut mudah rusak, karena air merupakan media yang baik bagi berkembangnya mikro organisme seperti bakteri, kapang dan khamir.

Terkait dengan telur asin yang cangkangnya pecah atau retak, hal tersebut bisa juga disebabkan oleh aktivitas mikro organisme yang ada didalam telur. Kerusakan mikrobiologis telur dapat disebabkan oleh bakteri pembusuk, antara lain Pseudomonas spp Micrococcus, Clostridium botulinum, Bacillus, Cladosporium, Penicillium. Mikro organisme tersebut dapat masuk melalui pori-pori telur itu sendiri.

Mikro Organisme yang berbahaya di Telur Asin

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 19-2897-1992 kualitas mikrobiologis telur asin dapat ditentukan berdasarkan ada tidaknya bakteri Salmonella dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada telur asin tersebut. Bakteri patogen seperti Salmonella, Vibrio cholera, Eschericia coli, serta Staphylococcus aureus jika mengkontaminasi suatu bahan makanan yang dikonsumsi seperti telur asin, akan menyebabkan terjadinya penyakit keracunan makanan (food borne disease).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Armenia Eka Putriana, setelah melalui uji biokimia, didapatkan hasil bahwa sampel dengan konsentrasi garam 100 gram, 150 gram, dan 200 gram pada masa simpan 0 hari, 3 hari, dan 5 hari aman untuk dikonsumsi sebab pada sampel tidak ditemukan adanya bakteri patogen yakni Salmonella sp… Namun, pada sampel berkonsentrasi garam 200 gram dengan waktu simpan 7 hari tidak aman untuk dikonsumsi sebab pada sampel ditemukan adanya bakteri patogen yakni Salmonella sp.

Selain itu, setelah melalui uji biokimia, didapatkan hasil bahwa sampel dengan konsentrasi garam 100 gram, 150 gram, dan 200 gram aman untuk dikonsumsi sebab pada sampel tidak ditemukan adanya kontaminasi bakteri patogen Staphylococcus aureus.

Beberapa bakteri yang terdapat pada sampel telur asin antara lain ; Proteus retigeri, Eschericia coli, Arizona hinsawii, Proteus morgani, Entero agglomerance, dan Proteus vulgaris. Bakteri-bakteri tersebut tumbuh pada konsentrasi garam dan lama penyimpanan yang berbeda. Hasil penelitan yang dilakukan mendapatkan hasil berikut ini :

  • Bakteri Proteus retigeri banyak ditemukan pada konsentrasi garam 100 gram dengan lama simpan 3 hari.

  • Bakteri Eschericia coli banyak ditemukan pada sampel dengan konsentrasi garam 100 gram dengan lama simpan 5 hari dan 7 hari.

  • Bakteri Arizona hinsawii banyak ditemukan pada sampel dengan konsentrasi garam 200 gram dengan lama simpan 3 hari.

  • Bakteri Proteus morgani banyak ditemukan pada konsentrasi garam 150 gram dengan lama simpan 7 hari dan konsentrasi garam 200 gram dengan lama simpan 5 hari.

  • Bakteri Entero agglomerance banyak ditemukan pada sampel dengan konsentrasi garam 200 gram dengan lama simpan 0 hari.

  • Bakteri Proteus vulgaris banyak ditemukan pada konsentrasi garam 150 gram dengan lama simpan 3 hari dan konsentrasi garam 200 gram dengan lama simpan 5 hari.

Oleh karena itu, kesimpulan yang didapat dalam penelitian tersebut adalah sebaiknya menghindari mengonsumsi telur yang masa simpannya sudah mencapai 7 hari karena cenderung mengandung mikroba Salmonella other sp.

Terkait dengan pertanyaan “mengkonsumsi telur asin pecah”, sebaiknya juga dihindari, mengingat ketika cangkang telur asin sudah pecah, maka kontaminasi bakteri dariluar akan semakin besar. Sekali lagi, higienitas makanan ditentukan dari jumlah bakteri yang mengkontaminasi makanan, dimana bakteri tersebut tidak terlihat oleh mata, bukan dari tampilan fisik makanan itu sendiri.

Referensi :

Armenia Eka Putriana, Saifuddin Sirajuddin, Ulfa Najamuddin, PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KANDUNGAN MIKROBA TELUR ASIN, Program Studi Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin

Terimakasih atas infonya, Arizet.
Oh ya aku mau share berita. Kalian tau tidak, ternyata telur asin bisa dibuat seperti jajan/camilan loh. Namanya TELASIN, yang dibuat oleh alumnus Unair. Pokoknya harus cobain deh. Karena disini tidak hanya enak dan halal, tetapi harganya juga murah.
Yuk lihat beritanya di link berikut :