Bagaimana Dampak Aksi Perompakan Somalia?

image

Bagaimana Dampak Aksi Perompakan Somalia?

Maraknya aktivitas perompakan yang dilakukan oleh para peompak Somalia dalam beberapa dekade terakhir khususnya setelah memasuki periode tahun 2005 telah mengakibatkan dampak yang signifikan dalam berbagai hal. Akibat dari aktivitas perompakan ini, stabilitas kemanan maritim jalur pelayaran internasional strategis yang berada di Teluk Aden menjadi terancam, begitu pula dengan banyaknya kerugian yang bersifat kemanusiaan dan ekonomi yang ditimbulkan, termasuk bagi rakyat Somalia sendiri.

Dampak yang diciptakan akibat aksi perompakan Somalia khusunya di Teluk Aden yang menjadi jalur penghubung pelayaran lintas Asia-Eropa adalah terancamnya stabilitas keamanan maritime dan perdagangan internasional diwilayah ini. Seperti yang diketahui, ada lebih dari 20.000 kapal setiap tahunnya yang melintas di Teluk Aden. Perompakan telah mempengaruhi biaya perdagangan internasional menjadi sangat mahal. Perusahaan-perusahaan pemilik kapal yang dirompak saat melintas di Teluk Aden mengalami kerugian besar akibat hilangnya uang untuk pembayaran tebusan dan semakin lamanya waktu yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Kapal-kapal sebenarnya mempunyai pilihan lain untuk mengambil rute pelayaran lain di Tanjung Harapan melalui sisi barat dan selatan benua Afrika. Namun akan lebih banyak waktu dan biaya oprasional yang dibutuhkan. Disisi lain perompakan membuat pihak asuransi pelayaran terpaksa harus meningkatkan harga premi asuransi terhadap kapal akibat tingginya resiko keamanan yang harus dihadapi.

Ditahun 2009 saja data menunjukan bahwa biaya premi asuransi meningkat dari sekitar “US 20.000 pada tahun 2008, menjadi US 150.000” pada akhir tahun. Laporan lain dari otoritas terusan Zues mengindikasikan adanya penurunan dalam lalu lintas pengiriman dan mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan dari aktivitas perdagangan akibat maraknya kasus perompakan. Jika pengiriman internasional terhambat untuk menyalurkan minyak dan ekspor gas di wilayah Teluk, dikhawatirkan terjadi peningkatan komodita dan harga energi dari Asia dan Timur Tengah yang diekspor Eropa dan Amerika. Selain itu, peningkatan premi asuransi akan mempengaruhi penurunan perdagangan regional untuk negara-negara seperti Mesir, Sudan, Arab Saudi, Eritrea, Ethiopia, Dijbouti dan Yaman.

Implikasi dari perompakan juga dapat mengancam keamanan dunia internasional. Sebab Somalia telah menjadi negara yang berbahaya dengan tingkat kekerasan yang tinggi dan adanya arus bebas penjualan senjata illegal di negara ini. Laporan dari Amerika Serikat menyebutkan bahwa sebagian uang dari hasi pembajakan di kuasai oleh kelompok teroris Al-Shabaab. Kekhawatiran masyarakat internasional akan ancaman dari para perompak Somalia dapat menjadi agen terorisme internasional. Meskipun belum ada bukti konkretnya, tapi beberapa fakta menunjukan bahwa tindakan terorisme juga menyerang kapal-kapal angkatan laut seperti AS, USS Cole yang diserang di wilayah Teluk Aden. Secara tidak langsung kegiatan massif perompakan telah menghasilkan uang tebusan yang mungkin saja dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendanaan kelompok terorisme internasional.

Bisnis perompakan di Somalia membuat perputaran uang yang besar dalam berbagai hal, termasuk dari pendapatan uang tebusan yang dibayarkan dari kapal yang ditawan. Selama kurun waktu antara 2005 dan Desember 2012, data UNODC-WB memperkirakan bahwa pendapatan dari hasil perompakan dalam bentuk tebusan untuk pembebasan sandera dan kapal yang ditawan oleh para perompak Somalia mencapai US 339.000.000 sampai US 413.000.000. Jumlah tebusan yang dituntut oleh kelompok perompakpun selama beberapa tahun terakhir telah meningkat dari puluhan ribu dolar menjadi ratusan ribu dan bahkan jutaan. Peningkatan pembayaran uang tebusan rata, yang naik dari perkiraan US 2,2 juta pada tahun 2009 menjadi sekitar US 3.670.000 pada tahun 2010. Namun pada tahun 2011, perompak berhasil memecahkan rekor terbesar jumlah uang tebusan yang didapat, dimana diperkirakan antara US 151.100.000 sampai US 155.670.000. Sedangkan Jumlah rata-rata pembayaran tebusan rata pada tahun 2012 diperkirakan lebih dari US $ 4 juta pertebusan.

Laporan lain dari hasil study lembaga kajian asal Inggris (Chatman House) menyebutkan, kerugian akibat aksi bajak laut di dunia mencapai angka antara 4,4 miliar pound – 7,6 miliar pound atau 7 miliar dollar AS – 12 miliar dollar AS pertahun. Dalam kurs rupiah, kerugian itu setara Rp 63 Triliun – Rp 108 triliun setahun. Biaya ini meliputi uang tebusan, penambahan peralatan keamanan dan dampak kepada perdagangan internasional. Akibatnya, demi menghindari gerombolan para perompak, para pelaut mengubah jalur pelayaran menjadi lebih jauh. Ini membuat biaya pelayaran naik 2,4 miliar dollar AS – 3 milliar dollar AS per tahun. Ongkos pengamanan di perarian Teluk Aden yang merupakan lokasi favorit para perompak menjadi naik 2 miliar dollar AS.“biaya-biaya ini terus meningkat,” kata Anna Bowden, peneliti lembaga kajian One Earth Future Fondation, di Colorado Amerika Serikat39. Berikut Grafik Evolusi jumlah tebusan tahunan yang dikumpulkan oleh perompak Somalia dari penyanderaan terhadap awak dan kapal antara tahun 2005 dan 2012.

image

Isu pangan dan kemanusiaan juga mendapatkan keprihatinan besar bagi komunitas kemanusiaan internasional. Perompakan berimplikasi negatif pada proses pengiriman makanan kepada orang-orang yang membutuhkan di Somalia. PBB mengatakan jumlah pengungsi Somalia di Tanduk Afrika telah melebihi 870.000 orang, di mana banyak di antaranya terpaksa mengungsi karena kerusuhan politik. Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan sekitar 1,5 juta warga Somalia terpaksa mengungsi ke wilayah negara lain. UNHCR mengatakan 125.000 penduduk Somalia bermigrasi ke Kenya dan sekitar 76.000 lainnya ke Ethiopia. Para pengungsi Somalia akhirnya terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka untuk menghindari bentrokan kekerasan antara pasukan pemerintah dan pemberontak. Keadaaan ini telah membuat sekitar 2,4 juta orang atau sepertiga dari populasi membutuhkan suplay bantuan pangan dan obat-obatan pada tahun 2011, terutama di wilayah Somalia selatan dan tengah Somalia. Kekeringan berlangsunglama dan telah mengakibatkan gagal panen serta memburuknya kondisi ternak.

Namun, aktivitas perompakan membuat bantuan internasional khususnya WFP menjadi sangat sulit memiliki akses masuk ke Somalia melalui jalur laut untuk memberikan bantuan pangan yang diperlukan bagi orang-orang yang terkena dampak kelaparan. Sedangkan pilihan pengiriman bantuan melalui jalur darat akan lebih berbahaya lagi karena alasan kemanan. Akibatnya sejak tahun 2007 sekitar 90% pengiriman WFP terpaksa harus menggunakan pengawalan dalam pengiriman bantuan pangan untuk kawasan Tanduk Afrika dengan kisaran 30.000 sampai 40.000 metrik ton per bulan. Sistem pengawalan ini terutama disediakan oleh Perancis, Denmark, Belanda dan Kanada. Sebelum sistem pengawalan mulai, WFP harus menangguhkan pengiriman makanan kepada para pengungsi yang kelaparan di Somalia.

Dampak lain yang juga menjadi perhatian internasional adalah tentang timbulnya ancaman besar bagi kerusakan lingkungan di sekitar perarian Somalia dan Teluk Aden. Banyaknya kapal tanker minyak berukuran besar yang berlayar melalui Teluk Aden menjadi kekhawatiran sendiri bagi keamanan lingkungan laut. Hal ini disebabkan oleh serangan perompak yang tidak segan untuk menembakakan senjata berukuran besar seperti roket RPG terhadap kapal tanker yang berusaha menghindar saat akan dibajak. Kasus serangan terhadap kapal tanker minyak Takayama berbendera Jepang ditahun 2008 yang mengangkut 150.000 ton minyak telah membuat tumpahan minyak dalam jumlah besar akibat kebocoran dari serangan perompak.

Dalam beberapa kasus lain, kapal-kapal tanker yang ditawan dapat dibakar dan ditenggelamkan atau bahkan muatan minyak ditumpahkan apabila proses negosiasi berjalan buruk. Hal ini tentunya menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekosistem laut serta kerugian besar bagi negara-negara di seputar Teluk Aden

termasuk Somalia sendiri yang mengandalkan potensi perikanan. Biaya yang mahal dan sulitnya penanggulanan akibat tumpahan minyak dilaut membuat keadaan lebih buruk karena tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

Dampak dari kegiatan perompakan juga mempengaruhi ekonomi negara Somalia. Meskipun ada peningkatan jumlah uang yang masuk pada penduduk Somalia akibat dampak pendapatan financial dari pembayaran uang tebusan hasil perompakan, Namun hal ini justru menghasilkan dampak buruk lain terhadap perekonomian secara umum. Data mengenai Pendapatan perkapita di Somalia tahun 2010 menunjukkan hanya 600. Angka ini tentunya sangat kontras dibanding dari besarnya uang tebusan yang didapatkan perompak. Bahkan anggota sindikat rendahan dari perompak saja dapat menghasilan rata-rata sekitar 6.000 sampai 10.000 dari 1.000.000 uang tebusan yang berhasil dibayarkan. Tingginya pendapatan financial para perompak kemudian mempengaruhi kenaikan harga pasar secara drastis karena kebutuhan hidup menjadi semakin mahal ditambah lagi masuknya suplay barang-barang selundupan mewah seperti mobil Sport, produk elektronik canggih dan sejenis narkotika Khat dari Kenya (Lembaran obat bius yang biasa dikunyah) serta merebaknya prostitusi. Beberapa sindikat perompak bahkan mengivestasikan uang untuk pembangunan resot dan hotel di beberapa negara tetangga.

Hal ini tentunya menimbulkan inflasi besar pada perekonomian dan mata uang Somalia. Tingginya biaya hidup tentu tidak banyak berpengaruh bagi keuangan perompak, namun sangat berbeda dengan penduduk Somalia lain yang ada diluar bisnis. Mereka akan semakin sulit mencukupi kebutuhan dan kelaparan serta konflik makin menambah beban kerugian penduduk. Situasi yang buruk ini tentunya akan sangat berpengaruh juga bagi para investor asing untuk menanamkan modal dalam dukungan pembangunan Infrakstruktur di negara ini akibat tidak adanya jaminan keamanan dan kepastian hukum yang jelas. Hal ini tentunya menghambat potensi kemanjuan Somalia. Adanya aksi perompak Somalia juga telah menyebabkan berkurangnya pendapatan bagi pelabuhan-pelabuhan di pesisir wilayah Somalia yang kemudian berdampak pada berkurangnya pemasukan bagi negara.

Dampak lain dari perompakan yang marak terjadi di jalur perairan Teluk Aden dan seputar Somalia tentunya adalah adanya penyanderaan dan korban jiwa yang tak bisa dihindari. Meskipun belum terdapat data yang akurat mengenai jumlah awak kapal dan yang disandera selama aksi perompakan marak dilakukan. Namun berdasarkan beberapa laporan telah mengindikasikan angka kekerasan yang mengkhawatirkan pada para awak kapal yang disandera perompak. Para sandera yang ditahan oleh perompak Somalia umumnya mengalami berbagai tindakan kekerasan. Para korban tidak memiliki perlindungan yang memadai di bawah payung hukum. Hal ini dikarenakan selain kurangnya penegakan hukum yang efektif dari kepolisian di Somalia dan belum adanya lembaga peradilan khusus yang menangani serta mengadili para perompak yang ditangkap. Masalah ini kemudian diperparah lagi dengan otoritas lepas pantai yang terfragmentasi pada sindikat perompak. Sementara Deklarasi Washington telah memberikan beberapa informasi tentang apa yang terjadi di penangkaran, tingkat kejahatan tertentu yang dilakukan selama periode penangkaran menjadi sulit untuk diukur karena keterbatasan jumlah informasi yang tersedia untuk umum.

Menurut Reuters selama periode 2007-2011 saja, lebih dari 3.500 sandera yang ditangkap, dimana 62 diantaranya meninggal dunia. Penyebab kematian termasuk bunuh diri, dibunuh oleh bajak laut baik dalam serangan awal atau setelah ditangkap, penyakit atau kekurangan gizi, percobaan melarikan diri yang gagal, atau tertangkap dalam baku tembak selama upaya penyelamatan oleh kapal angkatan laut. Dalam kasus di mana pelaut tewas selama upaya penyelamatan, mereka sedang digunakan sebagai perisai manusia oleh bajak laut. Sedangkan menurut Intercargo 25 kematian dikaitkan dengan pembunuhan awak kapal. Dalam beberapa kasus, para tawanan juga dilaporkan disiksa. Banyak pelaut juga meninggalkan trauma berat setelah berhasil dirilis. Dari 4.185 pelaut yang kapalnya telah diserang oleh bajak laut dan 1.090 yang disandera pada tahun 2010. Sedang pada tahun 2011 Eu Navfor mengindikasikan adanya peningkatan signifikan dari jumlah kematian sandera. Dari 1.206 sandera, 3% dilaporkan meninggal dunia. Beberapa tawanan juga telah mengindikasikan bahwa mereka digunakan sebagai perisai manusia untuk serangan perompak lain saat sedang disandera.

Menurut laporan lain, 57% dari sandera menghadapi perlakuan buruk di tangan perompak. Juga 26% dari sandera mengalami pelecehan, sedangkan 43% digunakan sebagai perisai manusia. Penilaian penyalahgunaan berasal dari sumber-sumber media internasional dan termasuk bentuk ekstrem dari kekerasan terhadap sandera. Selain itu, alasan lainnya bahwa 70% masyarakat pesisir lokal sangat mendukung pembajakan sebagai bentuk pertahan teritorial perairan nasional. Selebihnya adalah bahwa tindakan mereka merupakan bagian dari upaya perlindungan terhadap eksploitasi sumberdaya alam laut dan penjagaan terhadap pembuangan limbah secara illegal. Akibatnya, Garis Pantai Somalia sepanjang 3.213 km telah berubah menjadi basis-basis perompakan. Sekitar 1.400 warga Somalia diperkirakan terlibat dalam perompakan.

Korban jiwa yang cukup besar juga dilaporkan berasal dari pihak para perompak Somalia sendiri. Menurut banyak perusahaan yang dihimpun dari wawancara keamanan maritim, kelompok pemilik kapal, pengacara dan perusahaan asuransi. Adanya kekhawatir serangan perompak telah meningkatkan kemungkinan pertemuan kekerasan di laut. Indikasi ini dilihat dari cukup banyaknya kasus dimana para penjaga kapal yang tidak profesional atau terlalu bersemangat terpaksa menembak tanpa pandang bulu sebelum mengukur tingkat ancaman pertama dari serangan perompak. Dalam proses ini, tak jarang mereka membunuh nelayan-nelayan setempat yang tidak bersalah karna penilaian yang salah. Hal ini tentu membahayakan reputasi perusahaan keamanan maritim pribadi dengan menggunakan senjata secara sembarangan. Selain itu, banyak dari perusahaan keamanan maritim baru yang muncul sering juga meminta jasa mantan polisi dan mantan tentara yang pernah bertempur di Irak dan Afghanistan. Kasus seperti ini di takutkan akan menimbulkan masalah baru tentang kemanusiaan dan keamanan maritim.