Bagaimana Cerita Tokoh Garuda dalam Cerita Mahabarata atau Ramayana?

mitologi Garuda

Garuda adalah seekor burung mitologis, setengah manusia setengah burung, wahana Wisnu. Ia adalah raja burung-burung dan merupakan keturunan Kaśyapa dan Winatā, salah seorang putri Dakṣa.

Bagaimana Cerita Tokoh Garuda dalam Cerita Mahabarata atau Ramayana ?

Kisah tokoh Garuda diceritakan pada Kitab Adiparwa. Kitab Adiparwa pada dasarnya berisi ringkasan keseluruhan cerita Mahabharata, kisah-kisah mengenai latar belakang cerita, nenek moyang keluarga Bharata, hingga masa muda Korawa dan Pandawa. Kisahnya dituturkan dalam sebuah cerita bingkai dan alur ceritanya meloncat-loncat sehingga tidak mengalir dengan baik.

Kitab Adiparwa telah disalin ke dalam bahasa Jawa kuna atau juga dikenal sebagai bahasa Kawi pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh dari kerajaan Kediri tahun 991-1016). Pada tahun 1958 kitab Adiparwa dibuat ulang di Jogjakarta dalam dua bahasa yaitu Jawa dan bahasa Indonesia lama oleh Siman Widyatmanta yang diterbitkan TBBJ (Tjabang Bagian Bahasa Jogjakarta) dengan judul Adiparwa Jilid I.

Berikut kisah Garuda yang ada pada Kitab Adiparwa

Alkisah di negeri dongeng, tersebutlah seorang guru nan bijaksana bernama Resi Kasyapa. Resi ini memiliki empat belas orang istri, Namun ada dua istri yang belum juga memiliki anak mereka adalah Kudra dan Winata. Resi Kasyapa memberikan Kudra seratus telur dan Winata dua Telur untuk di jaga agar menetas dan mereka pelihara sebagai anak. Kudra berhasil menetaskan Semua telur tersebut menjadi ular, sedang Winata yang merasa putus asa melihat kudra berhasil menetaskan semua telur tersebut akhirnya memecahkan paksa satu telur sehingga saat ditetaskan paksa memiliki bentuk tidak sempurna tidak memiliki kaki dan paha anak pertama winata bernama Aruna.

Aruna yang merasa marah karena bentuknya tidak sempurna pergi dan mengutuk Winata akan menjadi budak seumur hidupnya, sedang satu telur sisanya akhirnya menetas dan lahirlah Garuda. Meskipun sang resi sangat bijaksana dan bersikap adil terhadap kedua istrinya, namun Kadru senantiasa merasa cemburu terhadap Winata. Maka dalam setiap kesempatan Kadru senantiasa ingin menyingkirkan Winata dari perhatian dan lingkaran keluarga. Segala tabiat dan niat jahat seringkali dijalankan untuk menjauhkan Winata dari suami mereka.

Silsilah Garuda
Gambar Silsilah Garuda

Pada suatu ketika, para dewa mengaduk samudra purba dengan air suci amertha sari, air suci tirta amerta yang membawa keabadian bagi siapapun makhluk yang meminumnya. Bersamaan dengan peristiwa itu muncullah kuda yang bernama Ucaihsrawa. Didorong oleh rasa kecemburuan yang telah menahun, Kadru menantang Winata untuk bertaruh mengenai warna kuda Ucaihsrawa, barang siapa yang kalah dalam pertaruhan tersebut, maka ia harus menjadi budak seumur hidup yang harus taat dan patuh terhadap apapun kehendak dan perintah sang pemenang. Dalam taruhan Kadru bertaruh Ucaihsrawa berwarna hitam, sedangkan Winata memilih warna putih.

Para ular tahu bahwa kuda Ucaihsrawa sebenarnyalah berwarna putih. Mereka kemudian melaporkan hal tersebut kepada Kadru, ibunda mereka. Atas pelaporan para ular, Kadru secara licik memerintahkan para ular untuk menyemburkan bisa mereka ke tubuh kuda putih agar nampak seperti kuda hitam. Pada saat Ucaihsrawa tiba di hadapan Kadru dan Winata, nampaklah kuda yang dipertaruhkan berwarna hitam, bukan putih sebagaimana aslinya, akhirnya Winata harus menjadi budak dan melayani segala perintah Kadru seumur hidupnya.

Sejak saat itu Winata diperintahkan melayani segala keperluan Kadru serta mengasuh seratus ular anaknya yang nakal-nakal dan sering menghilang diantara semak-semak, karena kasihan melihat ibunya selalu kelelahan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh Kadru. Garuda akhirnya membantu ibunya untuk menjaga para ular. Setelah berhari-hari menjaga para ular, Garuda merasa kesal dengan tingkah laku para ular yang nakal dan tidak bisa diatur, lalu Garuda bertanya kepada ibunya kenapa kita harus menuruti semua perintah Kadru, sementara Kadru bermalas-malasan saja. Dengan berat hati Winata menceritakan perihal taruhan tersebut kepada Garuda.

Garuda yang tidak rela ibunya menjadi budak Kudra, bertanyalah Garuda kepada para ular bagaimana caranya agar ibunya bisa bebas dari Perbudakan Kudra. Para ular memberitahukan agar Garuda dapat membawakan mereka air suci tirta amerta. Garuda menyanggupi persyaratan itu dan segera mohon ijin ibunya untuk berangkat ke Kahyangan. Perjalanan Garuda tidaklah mudah, selain Garuda harus melawan para dewa yang menjaga air suci tirta amerta, Garuda juga menemui beberapa monter jahat yang menghalangi perjalanannya.

Singkat cerita dengan kekuatan Garuda dan tekadnya yang beras untuk membebaskan ibu tercintanya dari perbudakan, Garuda akhirnya bisa mengalahkan semua dewa termasuk Dewa Indra yang menjadi pemimpin para dewa perang dan juga monter-monter jahat yang menghalangi perjalannan Garuda. Pada saat Garuda hendak pergi dengan membawa kamandalu bertali rumput ilalang yang berisi air suci tirta amerta ditangannya, datanglah Bathara Wisnu yang sudah mengetahui alasan Garuda mengambil air suci tirta amerta dan mengatakan akan memberikan tirta amerta kepada Garuda dengan syarat Garuda harus bersedia menjadi tunggangan Bathara Wisnu, tanpa pikir panjang Garuda pun menyanggupinya karena ingin sesegera mungkin membebaskan ibunya dari perbudakan Kadru.

Tidak lama setelah kesepakatan itu dibuat, datang Dewa Indra menghampiri Garuda dan Bathara Wisnu, Dewa Indra masih tidak percaya bahwa senjatanya yang sangat sakti tidak bisa melukai sang Garuda, akhirnya dengan besar hati

Garuda memberi sehelai bulunya pada Dewa Indra, untuk ditunjukan kepada para dewa bahwa Garuda telah terluka oleh Dewa Indra. Garuda pergi meninggalkan Kahyangan tempat para dewa menuju kediaman Kadru dan para ular. Tidak lama setelah Garuda pergi, Bathara Wisnu memerintahkan Dewa Indra untuk merebut kembali air suci tirta amerta setelah sampai ditangan para ular dan Garuda telah membawa kembali ibunya pulang ke rumahnya.

Diberikanlah air suci tirta amerta kepada para ular, dan Garuda terbang membawa Winata kembali kerumah. Sebelum pergi Garuda berpesan kepada para ular untuk mandi terlebih dahulu sebelum meminum air suci tirta amerta, para ular yang berjumlah seratus ekor, berlarian ke danau untuk mandi tanpa ada satu pun yang menjaga tirta amerta. Ketika para ular berada di danau, Dewa Indra mengambil kembali tirta amerta dengan meninggalkan beberapa helai ilalang yang digunakan untuk mengikat kamandalu. Para ular terkejut ketika melihat kemendalu yang berisi tirta amerta hilang dan hanya tersisa ilalang yang sedikit basah oleh tirta amerta, para ular berebutan menjilati ilalang hingga akhirnya lidah para ular terbelah menjadi dua bagian, itu sebabnya keturunan para ular sebangsa reptil memiliki lidah yang terbelah. Setelah membawa pulang dan membebaskan sang ibu yaitu Winata dari perbudakan sang Kadru, Garuda lalu pergi menepati janjinya pada Bathara Wisnu untuk menjadi kendaraanya, dan menjadi salah satu dewa yang dihormati dan dikagumi oleh penganut agama Hindu.

Kisah Garuda berasal dari kitab Mahabharata, yaitu pada kitab Adi Parva atau Adiparwa pada bagian Astika Parva. Dalam Astika Parva Adiparva 1 yang dituliskan oleh Krisna-Dwaipayana Vyasa, kisah Garuda dituliskan dari Bagian XVI hingga Bagian XXXIV.

1. Bagian XVI Kitab Astika Parva Adiparva 1

Menurut Vyasa pada Bagian XVI menceritakan tentang 2 putri Prajapati yang diperistri oleh Kasyapa, mereka bernama Winata dan Kadru. Kasyapa menawarkan kepada istri-istrinya sebuah anugerah. Kadru berharap untuk memiliki putra, yaitu seribu naga dengan keagungan yang sama. Sedangkan Winata meminta dua putra yang memiliki keagungan yang lebih dari 1000 putra Kadru. 500 tahun kemudian, telur-telur Kadru telah menetas, namun tidak dengan dua telur milik Winata. Oleh ketidaksabarannya, Winata memecahkan satu telur miliknya dan keluarlah seekor burung yang belum lengkap tubuhnya. Anak burung itu marah dan mengutuk ibunya akan mengalami masa perbudakan. Anak burung itu bernama Aruna, dan setelah mengutuk ibunya dia terbang ke langit untuk menjadi kusir dewa Surya.

2. Bagian XVII, XVIII, dan XIX Astika Parva Adiparva 1

Bagian XVII, menceritakan tentang kuda Uchchaisravas, seekor kuda yang menjadi objek pertaruhan antara Kadru dan Winata. Sedangkan bagian XVIII dan XIX menceritakan tentang kisah pengadukan Samudra Manthana atau dikenal pula dengan kisah pemutaran Mandara Giri, kisah dimana kuda Uchchaisravas muncul ditengah-tengah pencarian Tirta Amerta oleh para dewa dan asura. Pada bagian ini pula diceritakan peperangan antara para dewa dan asura memperebutkan air suci tersebut, dan peperangan dimenangkan oleh pihak dewa.

3. Bagian XX, XXI, dan XII Astika Parva Adiparva 1

Pada bagian-bagian ini bercerita tentang awal mula perbudakan Winata. Vyasa menceritakan bahwa suatu hari Kadru bertanya kepada Winata tentang apa warna ekor kuda Uchchaisravas, Winata menjawab putih dan Kadru memilih hitam. Kadru mengajak Winata untuk mempertaruhkan pilihan mereka ini dan bagi yang kalah akan menjadi budak bagi sang pemenang. Setelah Winata menyetujui pertaruhan itu Kadru memanggil putra-putranya, dia memerintahkan putra-putranya untuk merubah diri mereka menjadi rambut hitam dan segera menyelimuti ekor kuda itu agar tampak menjadi hitam. Namun para naga menolak permintaan ibunya tersebut. Kadru marah dan mengutuk putra-putranya akan dibinasakan oleh Agni dalam upacara pengorbanan ular Raja Janamejaya dari ras Pandawa. Lalu para naga memutuskan untuk memenuhi perintah ibunya.

4. Bagian XXIII Astika Parva Adiparva 1

Pada paragraf pertama dalam bagian ini dijelaskan bahwa Winata dan Kadru pergi ke tengah samudra untuk menyaksikan apa warna ekor dari kuda Uchchaisvaras. Lalu merekapun mendapati bahwa warna ekor kuda itu adalah hitam, Winata kalah dan menjadi budak Kadru.

Bersamaan dengan kejadian itu, di paragraf kedua dijelaskan bahwa telur terakhir milik Winata telah menetas. Pada paragraf ini Vyasa menggambarkan Garuda terlahir dengan kekuatan yang teramat besar.

“Seekor burung bertubuh manusia yang mampu merubah bentuknya menjadi apapun, yang mampu pergi kemanapun, yang mampu menciptakan energi sebesar apapun. Cahayanya bagaikan api kiamat, matanya terang seperti kilat petir. Dan setelah kelahirannya itu dia memperbesar tubuhnya hingga menyentuh langit. Mengaum dengan suara keras dan dahsyat, dia terlihat seperti samudra api kedua. Dewa-dewa melihat kejadian ini dan mencari perlindungan pada Agni, mereka sujud pada Agni dan berkata, “O, Agni, jangan perluas tubuhmu! Akankah engkau memakan kami? Tumpukan besar dari apimu telah menyebar luas!” Dan Agni menjawab, “O, kalian penyiksa para Asura, ini tidak seperti yang kalian bayangkan! Ini adalah kekuatan besar Garuda dan keagungannya sama denganku, dianugerahi dengan tenaga yang besar, dan lahir untuk kebahagiaan Winata. Pun penglihatan dari kilauan ini memciptakan khayalan bagi kalian. Dia adalah anak kuat Kasyapa, pembinasa para naga, terlibat dalam kesejahteraan para dewa, dan musuh dari Daityas dan Rakshas. Janganlah takut sedikitpun. Datang denganku dan lihatlah” Demikian terjadi, para dewa bersama para Rishi pergi menuju Garuda dan memujanya dari kejauhan”.

5. Bagian XXIV, XXV, dan XXVI Astika Parva Adiparva 1

Dalam bagian-bagian ini bercerita tentang pengabdian Garuda kepada keluarganya. Disini juga diceritakan Kadru meminta Winata untuk membawanya beserta anak-anaknya ke sebuah pulau yang indah di tengah samudra. Kadru lalu menggendong Winata di pundaknya dan memerintah Garuda untuk membawa para naga, Garuda segera membawa para naga dan terbang mendekati matahari. Dalam waktu yang singkat para naga merasa terbakar. Melihat kejadian itu Kadru meminta kepada dewa Indra untuk menurunkan hujan, dan para naga pun terselamatkan oleh hujan dari Indra

6. Bagian XXVII Astika Parva Adiparva 1

Pada bagian ini diceritakan bahwa mereka telah sampai di pulau tersebut. Para naga sangat senang dan segera bermain-main mengelilingi pulau itu. Lalu para naga meminta kepada garuda untuk mengantarnya ke pulai lain yang tak kalah indahnya. Mendengar permintaan para naga Garuda terdiam untuk beberapa saat lalu bertanya kepada ibunya, “Kenapa, Ibu, aku harus melakukan perintah para naga?”.Winata menjelaskan bahwa dia telah menjadi budak bagi Kadru, dia kalah dalam sebuah pertaruhan dikarenakan tindakan licik dari para naga. Mendengar cerita ibunya Garuda merasa sedih dan segera menghampiri para naga. Garuda menanyakan apa syarat untuk membebaskan ibunya dari perbudakan Kadru. Para naga lalu meminta untuk dibawakan air suci Tirta Amerta (Amrita) sebagai syarat pembebasan Winata.

7. Bagian XXVIII dan XXIX Astika Parva Adiparva 1

Dua bagian ini menceritakan awal perjalanan Garuda dalam mendapatkan Tirta Amerta. Setelah mendengar permintaan para naga Garuda menghadap ibunya meminta restu untuk mendapatkan Tirta Amerta. Mendengar permintaan putranya Winata memerintah Garuda untuk pergi ke sebuah pulau yang dihuni oleh para nishada dan memakan mereka semua yang tinggal disana, kecuali para brahmana. Lalu Winata merestui Garuda dengan segala doa dan berangkatlah Garuda menuju pulau tersebut. Sesampainya di pulau itu Garuda segera memakan ribuan nishada yang tinggal disana.

Tak berselang lama Garuda merasakan panas dalam tenggorokannya. Ternyata tanpa sengaja dia telah menelan seorang brahmana dan istrinya. Garuda segera memuntahkan mereka dan meminta maaf atas ketidaksengajaannya itu. Setelah itu Garuda segera meninggalkan pulau tersebut dan terbang menuju kediaman ayahnya, Kasyapa.

Bertemu dengan ayahnya Garuda meminta petunjuk dimana dia dapat mendapatkan makanannya kembali. Kasyapa lalu menunjukkan sebuah danau dimana disitu tinggal seekor kura-kura raksasa dan seekor gajah raksasa dan keduanya boleh dijadikan makanan bagi Garuda. Setelah mendapatkan berkat doa dari Kasyapa, Garuda segera terbang menuju danau itu, menyambar kedua hewan raksasa itudan membawanya terbang mencari tempat untuk memakan keduanya.

8. Bagian XXX dan XXXI Astika Parva Adiparva 1

Dalam Bagian XXX diceritakan bahwa dalam perjalanan Garuda mencari tempat untuk memakan kedua hewan raksasa itu, Garuda bertemu dengan para Valakhilya. Saat itu Garuda tanpa sengaja menjatuhkan sebuah cabang pohon raksasa dimana Garuda hendak memakan kedua santapannya di atas cabang itu. Namun cabang pohon itu tak mampu menahan beban Garuda dan rubuh bersama para Valakhilya yang ternyata sedang melakukan pertapaan dibaliknya. Garuda dengan cepat menyambar cabang itu dengan paruhnya menyelamatkan para Valakhilya. Lalu atas saran Kasyapa, Garuda membawa mereka semua ke puncak sebuah gunung, meletakkan cabang raksasa beserta para Valakhilya dan memakan santapannya diatas puncak gunung itu.Setelah itu munculah banyak hal buruk di khayangan.

Dalam paragraf ketujuh dijelaskan bahwa berbagai macam pertanda mulai bermunculan beserta firasat buruk para dewa. Petir Indra menyala-nyala dalam ketakutan. Meteor dengan api dan asap, merenggangkan langit, berjatuhan pada hari itu. Senjata dari para Vasu, Rudra, Aditya, Sadhya, Marut dan dewa-dewa lain, mulai mengeluarkan kekuatan mereka saling melawan satu dengan yang lain. Suatu hal yang belum pernah terjadi walaupun dalam perang antara para dewa dan Asura.

Lalu dewa Indra menanyakan hal ini ke Vrihaspati, dan Vrihaspati menjelaskan semua pertanda buruk ini muncul dikarenakan oleh karma dewa Indra terhadap Valakhilyas dan kini karma itu telah dinyatakan dalam wujud Garuda. Cerita dibalik karma Indra itu dijelaskan dalam Bagian XXXI.

9. Bagian XXXII, XXXIII, dan XXXIV Astika Parva Adiparva 1

Tiga bagian ini adalah bagian terakhir yang menceritakan peperangan Garuda. Pada bagian XXXII menjelaskan tentang pertempuran yang terjadi di khayangan. Vyasa menggambarkan bagaimana para dewa dikalahkan oleh Garuda dan khayangan yang diporak-porandakan oleh Garuda. Pada akhir bagian ini dan awal Bagian XXXIII diceritakan bahwa Garuda mulai meninggalkan medan perang dan menuju tempat persembunyian Tirta Amerta. Garuda menghancurkan semua benda yang melindungi Tirta Amerta dan membunuh dua ekor naga yang menjaga air suci itu. Setelah mendapatkan air suci itu, pada paragraf kedua Bagian XXXIII dijelaskan Garuda bertemu dengan Wisnu. Disini Vyasa menjelaskan bahwa Wisnu memuji perjuangan Garuda dan Wisnu menawarkan anugerah kepada Garuda. Lalu Garuda meminta untuk dia tetap berada di atas Wisnu dan meminta untuk hidup abadi tanpa meminum Tirta Amerta.

Wisnu mengabulkannya, dan Garuda berbalik untuk menawarkan anugerah kepada Wisnu. Lalu Wisnu meminta Garuda untuk menjadi tunggangannya dan menjadi panji-panji perangnya, dan Garuda pun mengabulkannya. Lalu pada paragraf ketiga, setelah selesai berhadapan dengan Wisnu, Garuda berhadapan dengan Indra. Indra menyerang Garuda dengan melemparkan petirnya, namun petir itu tidak membuat Garuda kesakitan. Sebaliknya, Garuda dengan sengaja mencabut dua helai bulunya sebagai tanda bahwa dia sangat menghargai sang pencipta Bajra (petir Indra), dan Bajra, dan Indra itu sendiri.

Lalu pada Bagian XXXIV Indra memberikan anugerah kepada Garuda berupa kebebasan Garuda untuk memangsa para naga, lalu mereka berdamai dan menjalin hubungan pertemanan. Garuda dan Indra juga membuat perjanjian bahwa setelah Tirta Amerta dibawa dan diletakkan dihadapan para naga, Indra akan mengambilnya sebelum para naga mendapatkannya. Lalu garuda segera turun ke bumi, meletakkan air suci di atas rumput Kusa dihadapan para naga, dan memerintahkan para naga untuk melakukan ritual penyucian diri sebelum meminum Tirta Amerta. Para naga pun segera menyatakan kebebasan Winata dan segera melakukan ritual penyucian diri. Dan ketika itu pula Indra dengan cepat mendapat kembali Tirta Amerta.