Bagaimana Cara Mengatasi Fobia?

Apakah anda mempunyai fobia ? Bagaimana caranya mengatasi fobia anda sehingga tidak mengganggu kehidupan sehari-hari ?

Apakah fobia anda bisa disembuhkan ?

Beberapa penderita ringan biasanya mengatasi fobianya hanya dengan menghindari hal-hal yang menyebabkan mereka takut. Berhasil atau tidaknya taktik ini tergantung dari besarnya respon fobia. Namun cara ini tidak berhasil bagi penderita yang lebih berat.

Untuk menangani kasus fobia yang sudah terbentuk, yang harus dilakukan oleh si penderita adalah mengakui fobianya sendiri. Tidak perlu malu jika kita mengidap suatu fobia. Pertolongan professional bisa kita dapatkan dari psikiater, psikolog, atau tenaga ahli. Beberapa contoh metode yang digunakan untuk menangani fobia adalah :

  • Desensitization (desensitisasi)
    Pasien diajarkan rileks oleh terapis, lalu setelah mencapai tahap rileks, pasien dihadapkan dengan objek/situasi fobik lewat imajinasi. (Pasien diminta mengkhayalkan menghadapi fobianya). Pada tahap selanjutnya tidak lagi menggunakan imajinasi, penanganan bertahap misalnya mulai dari penunjukan gambar, objek buatan, hingga objek sesungguhnya hingga sembuh.

  • Flooding
    Metode ini langsung menghadapkan pasien dengan benda/situasi fobiknya. Untuk metode ini, pasien harus memahami apa yang tengah dilakukan dan menjalani metode ini dengan rela atas kehendak sendiri.

  • Modelling (pencontohan)
    Terapis menghadapkan diri dengan benda/situasi fobik pasiennya di hadapan pasien, kemudian terapis mendorong dan meyakinkan pasien untuk menirukannya.

  • Hypnotheraphy
    Metode ini merupakan penyembuhan lewat alam bawah sadar, dilakukan dengan memberikan sugesti kepada penderita fobia bahwa mereka mampu untuk lepas dari jerat fobia yang mereka derita. Atau dengan teknik age-regression dimana pasien dibawa ke masa lalu ketika pertama kali mengalami trauma yang menyebabkan fobianya dan didamaikan dengan traumanya.

  • Reframing
    Metode ini dilakukan dengan membayangkan masa lampau ketika pertama kali merasakan fobianya, lalu dengan imajinasi harus membayangkan seolah-olah ia mampu melawan dan tidak merasa takut lagi terhadap fobia yang selama ini ditakuti.

Penggunaan obat sebenarnya tidak dianjurkan untuk mengatasi fobia, namun bisa dipergunakan untuk mengatasi efek dari fobia. Beberapa jenis obat yang direkomendasikan :

  • Antidepresan: untuk mengurangi rasa cemas, biasanya untuk mengatasi fobia sosial.

  • Obat-obatan yang mengandung Benzodiazepine: bisa digunakan untuk mengatasi kecemasan yang parah, berfungsi sebagai obat penenang, relaksan otot, dan anticonvulsants. Namun obat ini menimbulkan efek ketergantungan, sehingga pemakaiannya sebaiknya seminimal mungkin dan di bawah pengawasan ahli.

  • Beta-blocker: untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan kardiovaskular (masalah jantung dan tekanan darah tinggi), mengurangi kecemasan yang disertai detak jantung yang tak beraturan. Namun obat ini menimbulkan efek samping seperti perasaan lelah, pusing, perasaan mengantuk, perut tidak enak, bahkan beberapa jenis obat ini bisa memicu timbulnya depresi.

Bagaimanapun fobia dapat disembuhkan, asalkan ada keinginan yang kuat untuk terbebas darinya dan mau mencari penanganan, baik dengan atau tanpa bantuan orang lain.

Fobia adalah ketakutan yang tidak terkendali, irasional, dan terus-menerus dari objek tertentu, situasi, atau kegiatan.

Menurut Mage (1996) dalam Psikologi Abnormal, sebagian besar orang mengalami penderitaan karena fobia yang meraka alami dan tidak tahu bagaimana cara mencari pertolongan. Pada kenyataanya, banyak orang yang didiagnosis mengidap fobia oleh seorang ahli klinis tidak merasa dirinya mempunyai masalah yang memerlukan perhatian khusus. Keputusan untuk menjalani terapi sering kali muncul ketika terjadi perubahaan dalam kehidupan seseorang yang membuatnya terpapar dengan sesuatu yang telah dihindari atau diminimalkan selama bertahun-tahun.

Terapi berbicara.

Perawatan ini seringkali efektif untuk mengatasi berbagai fobia. Jenis terapi bicara yang bisa digunakan adalah:

  • Konseling : konselor biasanya akan mendengarkan permasalahan seseorang, seperti ketakutannya saat berhadapan dengan barang atau situasi yang membuatnya cemas. Setelah itu konselor akan memberikan cara untuk mengatasinya.

  • Psikoterapi : seorang psikoterapis akan menggunakan pendekatan secara mendalam untuk menemukan penyebabnya dan memberi saran bagaimana cara-cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.

  • Terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavioural Therapy/CBT) : yaitu suatu konseling yang akan menggali pikiran, perasaan dan perilaku seseorang dalam rangka mengembangkan cara-cara praktif yang efektif untuk melawan fobia.

Terapi pemaparan diri (Desensitisation).

Orang yang mengalami fobia sederhana bisa diobati dengan menggunakan bentuk terapi perilaku yang dikenal dengan terapi pemaparan diri. Terapi ini dilakukan secara bertahap selama periode waktu tertentu dengan melibatkan objek atau situasi yang membuatnya takut. Secara perlahan-lahan seseorang akan mulai merasa tidak cemas atau takut lagi terhadap hal tersebut. Kadang-kadang dikombinasikan dengan pengobatan dan terapi perilaku.

Menggunakan obat-obatan.

Penggunaan obat tidak dianjurkan untuk mengatasi fobia, karena biasanya dengan terapi bicara saja sudah cukup berhasil. Namun, obat-obatan ini dipergunakan untuk mengatasi efek dari fobia seperti cemas yang berlebihan.

Catatan : Pengobatan Fobia dengan cara diatas harus dilakukan oleh orang yang ahli.

Ada berbagai terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan, seperti :

  1. Terapi psikodinamik dengan tambahan hipnosis (Watkins & Macfie, 2013)
  2. Self compassion (Reyes, 2012; Terry, Leary, Mehta & Henderson, 2013)
  3. Mindfulness (Fiocco & Mallya, 2015; Eyles, dkk, 2015; Barquist-Conlon, Maynard, Brendel & Farina, 2017).

Selain itu, terapi alternatif seperti yoga (Sharma & Haider, 2013) dan taichi (Sharma & Haider, 2015) pun juga sudah dikembangkan untuk mengatasi kecemasan. Penelitian Lo, Ng dan Chan (2015) juga menambahkan bahwa penggabungan antara compasssion dengan mindfulness efektif untuk dilakukan karena dapat mengurangi tekanan serta dapat me- ningkatkan emosi positif dalam diri seseorang.

Dari beberapa jenis terapi dengan pendekatan transpersonal di atas, dikembangkan pula terapi berbasis transpersonal untuk mengatasi kecemasan pada penderita fobia, yaitu Empathic Love Therapy (ELT). ELT merupakan suatu terapi yang dibangun berdasarkan konsep psikosintesis dari pendekatan transpersonal di mana proses terapi ini mengajak individu untuk mengenali dirinya secara mendalam dan mengubah bagian dalam diri yang ingin diubah (Firman, 2011). Dalam terapi ini, individu akan diajak untuk menemui ber- bagai pengalaman dalam dirinya, baik pengalaman menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Terapi ini juga memungkinkan individu untuk bertemu dengan luka atau trauma yang pernah dialami sebelumnya.

Dalam psikosintesis, pertemuan individu dengan luka atau trauma yang dialami merupakan proses yang sangat dibutuhkan dalam terapi. Firman dan Gila (2002) menyatakan bahwa ketika seseorang mengalami luka dan menekannya, maka bukan hanya kehilangan rasa sakitnya saja, tetapi juga aspek-aspek berharga dalam dirinya ikut teredam dalam alam bawah sadar. Dengan tertimbun- nya aspek berharga dalam diri seseorang maka hubungan empatik individu pada dirinya akan hancur. Hal tersebutlah yang akhirnya menyebabkan potensi kreatif individu untuk melihat hal-hal berharga dalam dirinya dan menghadapi permasalahan tidak berkembang dengan baik. Padahal potensi kreatif merupakan hal yang penting untuk mendukung pertumbuhan jiwa yang sehat.

Agar dapat mengembalikan potensi kreatifnya, individu yang bersangkut- an harus berani menghadapi luka atau trauma yang pernah dialami. Dengan be- gitu, rasa malu maupun kreativitas dapat dimiliki kembali, disembuhkan serta diintegrasikan. Untuk mengeksplorasi akar krisis dibutuhkan kekuatan besar untuk menghancurkan pembatas dalam hidup yang kaku sebelumnya. Oleh karena itu, hadirnya cinta empati menjadi bagian penting yang diperlukan selama proses te- rapi berlangsung. Kehadiran cinta empati akan membuat individu memiliki kebe- ranian serta kebebasan seluas-luasnya untuk menjadi dirinya sendiri.

Selain itu, individu juga akan memiliki kesempatan untuk menemukan dirinya yang sejati yang dapat mendukung pertumbuhan jiwa (Rueffler, 1995; Firman & Gila, 2007).

Dengan terjadinya pertumbuhan jiwa yang sehat, maka individu dapat mengekspresikan energi kehidupan secara sadar dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai identitas dirinya (Rueffler, 1996). Selain teori psiko- sintesis, beberapa pendekatan lain seperti humanistik, teori kelekatan serta psi- kologi positif telah menyatakan bahwa cinta merupakan komponen utama ter- jadinya pertumbuhan jiwa yang sehat. Seseorang yang memiliki cinta dalam diri- nya akan merasa aman, percaya diri serta dapat mengaktualisasikan dirinya (Maslow, 1962; Cassidy & Shaver, 1999; Lewis, Amini & Lannon, 2001).

Dalam beberapa penelitian, telah dinyatakan bahwa terapi berbasis trans- personal, termasuk psikosintesis, memberikan pengaruh yang positif terhadap kecemasan. Dengan adanya kesadaran dan pemahaman yang utuh mengenai identitas diri serta hadirnya kasih sayang dalam diri seseorang maka hal tersebut dapat membantu individu dalam mengurangi emosi negatif dalam dirinya, meningkat well-being , meningkatkan penerimaan akan kegagalan sehingga individu mampu bertindak secara sadar serta membuat individu tidak mudah terganggu pikirannya. Terjadinya perubahan dalam aspek-aspek tersebut dapat membuat gejala psikopatologi, seperti kecemasan atau depresi semakin membaik (Muris, Meesters, Pierik & Kock, 2016; Nyklíček & Irrmische, 2017).

Sebagai salah satu terapi yang dikembangkan dari konsep psikosintesis, Empathic Love Therapy juga telah terbukti mampu mengatasi beberapa perma- salahan psikologis. Penelitian terkait terapi Empathic Love telah dilakukan sebelumnya dan dinyatakan berhasil mengatasi gangguan kecemasan yang dialami seseorang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yana (2015) telah terbukti bahwa Empathic Love Therapy efektif dalam menurunkan kecemasan pada individu yang mengalami gagap. Tittarini (2015) juga menyatakan bahwa Empathic Love Therapy dapat diterapkan untuk menurunkan kecemasan pada mahasiswa. Selain mengatasi kecemasan, Empathic Love Therapy juga telah dinyatakan ber- hasil menangani beberapa kasus, seperti: menurunkan simptom depresi pada perempuan korban KDRT (Saragih, 2015), mengurangi depresi pada masyarakat umum (Widiasari, 2015) serta meningkatkan kesejahteraan subjektif guru inklusi (Rosada, 2015).