Bagaimana cara menentukan pilihan Hukum dalam Suatu Perjanjian?


Menentukan pilihan hukum dan yurisdiksi hukum yang berlaku dalam suatu perjanjian.

Pertama-tama saya perlu menjelaskan pengertian dari pilihan hukum dan yurisdiksi hukum yang berlaku dalam suatu perjanjian. Menurut pendapat dari Sudargo Gautama, dalam bukunya Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, terbitan Badan Pembinaan Hukum Nasional (hal. 168-170), mengenai pilihan hukum (choice of law/Rechtswahl), para pihak dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak (perjanjian) dengan pembatasan, yaitu sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum.

Sedangkan pengertian yurisdiksi menurut Black’s Law Dictionary, sebagaimana telah dikutip dan diterjemahkan secara bebas oleh Huala Adolf dalam bukunya Dasar-Dasar, Prinsip & Filosofi Arbitrase, terbitan Keni Media (hal. 141), yurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan pengadilan untuk memutus suatu sengketa atau disebut juga sebagai kewenangan pengadilan atau competent jurisdiction.

Kesepakatan para pihak dalam suatu perjanjian untuk memilih yurisdiksi dan pilihan hukum yang berlaku tetap dikembalikan pada penerapan dari asas kebebasan berkontrak (pacta sun servanda) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hikmahanto Juwana, selaku pakar hukum internasional pernah berpendapat kepada penjawab bahwa dalam implementasi dari asas kebebasan berkontrak yang sifatnya universal dalam suatu perjanjian juga tergantung pada posisi tawar menawar (bargaining power) di antara para pihak dalam suatu perjanjian untuk menentukan kedua hal tersebut.

Apabila kita menggunakan Hukum Indonesia sebagai choice of law, tentu saja akan lebih memudahkan kita dalam penguasaan dan penerapan hukum yang berlaku, termasuk untuk mencari ahli hukum Indonesia yang memiliki kompetensi di bidangnya. Namun apabila hukum asing yang dipakai, apalagi jika berbeda sistem hukum (contoh: sistem hukum Singapura: common law,) maka kita membutuhkan ahli hukum asing untuk dapat menjelaskan bagaimana penerapan hukum asing dalam perjanjian tersebut.

Sumber: hukumonline.com