Bagaimana cara memahami kebutuhan pengguna dengan menggunakan metode user story ?

Ketika akan membuat suatu produk, startup aataupun layanan bagi customer perlunya mengetahui terlebih dahulu apa saja kebutuhan dari customer yang dijadikan target user, agar produk yang dibuat sesuai kebutuhan. Lalu bagaimana melakukan customer research dengan menggunakan salah satu metode user story ?

User story adalah deskripsi singkat dan sederhana dari fitur yang dijelaskan dari sudut pandang orang yang menginginkan fungsionalitas baru, biasanya pengguna atau pelanggan sistem. User story membantu menyederhanakan deskripsi dari sebuah kebutuhan yang merupakan bagian dari pendekatan agile.

Beberapa hal yang dapat diterapkan untuk menghasilkan user story yang sesuai :

1. Utamakan Pengguna

Sebuah user story menggambarkan bagaimana seorang pengguna menggunakan produk tersebut yang diceritakan dari sudut pandang pengguna. User story sangat membantu untuk mendapatkan fungsi tertentu, seperti mencari produk atau melakukan pemesanan. Jika tidak tahu siapa target pengguna atau pelanggan dan mengapa mereka ingin menggunakan produk tersebut, maka sebaiknya tidak perlu menulis user story. Lakukan penelitian pengguna yang diperlukan terlebih dahulu.

2. Gunakan persona untuk menemukan user story yang tepat

Persona adalah karakter fiktif yang didasarkan pada pengetahuan dari kelompok sasaran. Biasanya terdiri dari nama dan gambar, karakteristik, perilaku, sikap yang relevan, dan sebuah tujuan. Yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat yang ingin dicapai persona atau masalah yang dimiliki persona. Setelah itu, gunakan tujuan persona untuk mengidentifikasi fungsionalitas produk.

3. Buat cerita yang berkesinambungan

Cerita dari pengguna tidak boleh diserahkan kepada tim pengembang. Pemilik produk dan tim harus mendiskusikan cerita dari pengguna secara bersama. Hal ini membangkitkan kreatifitas dan pengetahuan tim sehingga user story yang dihasilkan lebih baik.

4. Buat User Story ringkas dan sederhana

User story harus mudah dimengerti, buatlah agar sederhana dan ringkas. Hindari istilah yang membingungkan dan ambigu, dan gunakan active voice. Fokus pada hal yang penting.

5. Mulailah dengan epics

Epik atau epics adalah cerita yang besar, samar, dan kasar. Hal ini biasanya dipecah menjadi beberapa user story dari waktu ke waktu, memanfaatkan feedback dari user untuk prototype awal dan peningkatan produk.

Memulai dari epik memungkinkan Anda untuk membuat sketsa fungsionalitas produk tanpa memikirkan detilnya. Hal ini berguna untuk mendeskripsikan produk dan fitur baru karena memungkinkan untuk mendapatkan cakupan kasar, dan itu memberi Anda waktu untuk belajar lebih banyak mengenai cara terbaik untuk mengatasi kebutuhan pengguna.

6. Perbaiki skenario sampai siap

Pecah cerita menjadi cerita yang lebih kecil dan rinci hingga siap yaitu jelas, layak, dan dapat diuji. Semua anggota tim pengembang harus memiliki pemahaman tentang bagaimana skenario atau alur maknanya.

7. Gunakan Post it

Pendekatan ini memberi tiga manfaat. Pertama, post it atau kartu kertas murah dan dapat digunakan. Kedua, kartu kertas memfasilitasi kolaborasi; setiap orang dapat mengambil kartu dan menuliskan ide. Ketiga, kartu dapat dengan mudah dikelompokkan di atas meja atau dinding untuk memeriksa konsistensi dan kelengkapan, dan untuk memvisualisasikan ketergantungan.

8. Jangan hanya mengandalkan User Story

User story dapat menangkap fungsi produk, tetapi kurang cocok untuk menggambarkan perjalanan pengguna (user journey) dan desain visual. Oleh karena itu, lengkapi user story dengan teknik lain seperti story map, diagram alur kerja (workflow), sketsa, dan mockup.

referensi :