Bagaimana cara melakukan pemeriksaan Demam Berdarah atau DHF (Dengue Haemorrhagic Fever)?

Demam Berdarah Dengue

DHF, atau yang biasa orang sebut Demam Berdarah Dengue, sering ditemukan pada musim hujan, dan ditularkan melalui vector nyamuk Aedes Aegypti.

Selain demam, apa saja yang harus dilakukan oleh dokter untuk dapat menegakan diagnose DHF ini?

Demam berdarah

Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian. (Depkes, 2006).

Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue di jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan. Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas (Depkes, 2006).

Gambaran Klinis DHF

Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrom. (Depkes,2006)

  1. Demam

    Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis.

  2. Perdarahan

    Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang paling parah adalah melena.

  3. Hepatomegali

    Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadang- kadang juga di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus.

  4. Shock

    Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk. Penderita DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar mulut dan akhirnya shock.

  5. Trombositopenia

    Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit.

  6. Kenaikan Nilai Hematokrit

    Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik.

  7. Gejala Klinik Lain

    Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium, muntah-muntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006)

Derajat Beratnya Penyakit DHF

Sesuai dengan patokan dari WHO (1975) bahwa penderita DHF dalam perjalanan penyakit terdapat derajat I dan IV. (Sumarmo, 1983) antara lain :

  1. Derajat I (Ringan)

    Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.

  2. Derajat II (Sedang )

    Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena (muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin dan lembab.

  3. Derajat III ( Berat )

    Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.

  4. Derajat IV

    Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.

Diagnosa Laboratorium

Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan lengkap darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk mengikuti perkembangan dan diagnosa penyakit.

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bagian cairan disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume dari darah secara keseluruhan sekitar 5 liter, yaitu 55 cairan dan 45 sisanya terdiri dari sel darah yang dipadatkan yang berkisar 40-47 % (Evelyn Pearce,1990)

Sel darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan trombosit. Eritrosit bentukya seperti cakram kecil bikonkaf, cekung pada sisinya. Jumlah eritrosit pada darah normalnya 5.000.000/µl.

Lekosit terdiri dari dua yaitu non granulosit dan granulosit. Sel granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil. Sel non granulosit terdiri dari limfosit dan monosit. Sel lekosit merupakan sel yang peka terhadap masuknya agen asing dalam tubuh dan berfungsi sebagai sistim pertahanan tubuh. Jumlah normal dalam darah 8.000 µl. Sel ini diproduksi di sumsum tulang belakang.

Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah merah. Jumlahnya sekitar 300.000/µl. Perannya penting dalam penggumpalan darah (A.V.Hoffbrand,J.e.Pettit,1996).

Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DHF.
Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku (Depkes,2006).

Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang di sebut Ptechiae (R.Ganda Soebrata,2004).

2. Pemeriksaan Hemoglobin

Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100 ml.

Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan adalah metode fotoelektrik.

Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter hijau (R.Ganda Soebrata,2004).

3. Pemeriksaan Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan mikro.

Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan % dari volume darah itu (R.Ganda Soebrata,2004).

4. Pemeriksaan Trombosit

Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /µl atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi.

Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah trombosit per µ/l darah (R.Ganda Soebrata,2004).

5. Pemeriksaan Lekosit

Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai lekopenia ringan.

Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah lekosit per µ/l darah (R.Ganda Soebrata,2004).

6. Pemeriksaan Bleding time (BT)

Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang.

Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan tersebut secara spontan. (R.Ganda Soebrata,2004).

7. Pemeriksaan Clothing time (CT )

Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis.

Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai dari keluarnya darah sampai membeku. (R.Ganda Soebrata,2004).

8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)

Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma biru ≥ 4 % dengan berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid. Terdapat limfosit Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM positif. (E.N Kosasih,1984).

Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-jenis lekosit.

9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot

Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM positif menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih rendah, dan harganya relatif lebih mahal.

Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh anti-human IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa (Suroso dan Torry Chrishantoro,2004).