Penyakit tuberkulosis atau TBC adalah salah satu bentuk infeksi paru yang menular yang penyebabnya adalah akibat bakteri. Penyakit ini biasanya ditularkan lewat percikan atau dahak dari si penderita, apalagi jika sering terpapar oleh si penderita.
Bagaimana apabila pasien HIV terkena Tuberculosis (TBC) ?
Tuberculosis (TBC) meningkatkan progresivitas HIV karena penderita TB dan HIV sering mempunyai kadar jumlah virus HIV yang tinggi. Pada keadaan koinfeksi terjadi penurunan imunitas lebih cepat dan pertahanan hidup lebih singkat walaupun pengobatan TB berhasil. Penderita TB/HIV mempunyai kemungkinan hidup lebih singkat dibandingkan penderita HIV yang tidak pernah kena TB. Obat antivirus HIV (ART) menurunkan tingkat kematian pada pasien TB/HIV.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Batuk tidak merupakan gejala utama pada pasien TB dengan HIV. Pasien diindikasikan untuk pemeriksaan HIV jika :
Berat badan turun drastis
Sariawan/Stomatitis berulang
Sarkoma Kaposi
Riwayat perilaku risiko tinggi seperti
Pengguna NAPZA suntikan
Homoseksual
Waria
Pekerja seks
Pramuria panti pijat
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijumpai limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) atau kultur kuman dari spesimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pemeriksaan kadar CD4.
Uji anti-HIV
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Pada daerah dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada populasi dengan kemungkinan koinfeksi TB-HIV maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh pasien TB sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda-tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko terpajan HIV.
Tabel Gambaran TB-HIV
Diagnosis Banding
Kriptokokokis
Pneumocystic carinii pneumonia (PCP)
Aspergillosis
Komplikasi
Limfadenopati
Efusi pleura
Penyakit perikardial
TB Milier
Meningitis TB
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS
Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepat.
Pasien dengan koinfeksi TB-HIV, segera diberikan OAT dan pemberian ARV dalam 8 minggu pemberian OAT tanpa mempertimbangkan kadar CD4.
Perlu diperhatikan, pemberian secara bersamaan membuat pasien menelan obat dalam jumlah yang banyak sehingga dapat terjadi ketidakpatuhan, komplikasi, efek samping, interaksi obat dan Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome.
Setiap penderita TB-HIV harus diberikan profilaksis kotrimoksasol dengan dosis 960 mg/hari (dosis tunggal) selama pemberian OAT.
Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan menyebabkan efek toksik berat pada kulit.
Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang steril.
Desensitisasi obat (INH/Rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan efek toksik yang serius pada hati.
Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap pengobatan, selain dipikirkan terdapatnya malabsorbsi obat. Pada pasien HIV/AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan, karenanya dosis standar yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah dalam serum.
Konseling dan Edukasi
Konseling dilakukan pada pasien yang dicurigai HIV dengan merujuk pasien ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing).
Kriteria Rujukan
Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam jangka waktu tertentu
Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu
TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
Suspek TB–MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB–MDR .
Peralatan
Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin
Mantoux test
Radiologi
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.
Referensi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. PDPI. Jakarta. 2011.
Panduan Tata laksana Tuberkuloasis ISTC dengan strategi DOTS unutk Praktek Dokter Swasta (DPS), oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia Jakarta 2012.