Bagaimana adab bertamu yang baik menurut ajaran Islam ?

Bertamu adalah salah satu upaya untuk menjalin tali silaturahmi antar sesama manusia. Dalam islam, kita diwajibkan untuk senantiasa mengunjungi/berkunjung ke rumah saudara kita untuk menjalin silaturrahmi. Lantas Bagaimana adab bertamu yang baik menurut ajaran Islam ?

Adab-adab dalam bertamu tersebut dirangkum dalam beberapa poin dibawah ini :

  1. Memenuhi undangan sesuai waktu yang ditentukan
    Hal ini sangat dianjurkan. Kecuali ada suatu udzur yang sangat penting sehingga menyebabkan kita tidak dapat datang pada waktunya, atau bahkan jika kita datang itu akan membahayakan kita.

  2. Jangan membeda-bedakan siapa yang mengundang kita
    Kita sangat tidak dianjurkan untuk membedakan siapa yang akan datang mengunjungi rumah kita. Apalagi jika kita membedakan antara orang yang kaya dan orang yang miskin.

  3. Berniatlah untuk hadir dalam rangka menghormati sesama muslim

Ketika sudah sampai di rumah seseorang yang mengundang kita, masuklah setelah diizinkan oleh tuan rumah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan batasan kepada kita untuk meminta izin (atau mengucapkan salam) dalam bertamu sebanyak tiga kali. Semisal pintu telah dibuka ketika salam ketiga, kita harus tetap menunggu zizin pemilik rumah untuk masuk. Hal tersebut dijelaskan dalam hadist berikut ini :

Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiallahu’anhu, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adab bertamu dalam kitab al Kutub al Sittah adalah sebagai berikut,

1. Meminta Izin Sebelum Masuk,

Seorang muslim yang terpelihara dengan adab Islam, maka tidak akan masuk ke rumah orang lain kecuali dengan seizin penghuninya. Izin semacam ini merupakan perintah Allah, tidak boleh menyepelekannya. Sesungguhnya masuk ke rumah orang lain tanpa seizin pemiliknya dapat menimbulkan fitnah atau huru-hara, karena itulah Allah memerintahkan
kepada hamba-Nya yang beriman untuk “meminta izin” jika akan masuk rumah.

"Meriwayatkan kepada kami 'Ali bin Abdullah, Meriwayatkan kepada kami Sufyan, meriwayatkan kepada kami Yazid bin Khuzaifah dari Busira bin Sa’id dari abi Sa’id al-Khudri Ia berkata: “Aku berada di salah satu majlis kaum Anshar, Ketika itu abu Musa datang dengan tergopoh-gopoh”, maka ia (abu Musa) berkata: "Aku meminta izin kepada “Umar sampai tiga kali kemudian ia belum mengizinkan, lalu aku kembali”, maka abi Sa’id bertkata: “Apa yang menghalangimu?” Aku berkata: “Aku meminta izin tiga kali kemudian ia belum mengizinkan maka aku kembali”. Dan Rasulullah saw bersabda: “Apabila salah seorang dari kamu meminta izin sampai tiga kali kemudian belum di izinkan maka hendaklah kembali (balik). Maka 'Umar berkata : “Demi Allah kamu harus mengadakan saksi atas keteranganmu itu”. Apakah ada seorang dari kami yang mendengarkan sabda dari Nabi? Maka berkata Ubai bin Ka’ab demi Allah tidak ada besertamu kecuali serendah-rendahnya kaum dan aku adalah kaum yang paling rendah (lemah). Kemudian aku beserta bersamanya (Abu Musa) lalu aku memberitakan kepada 'Umar “Sesungguhnya Nabi saw berkata: Demikian itu”. Ibnu Mubarak berkata: Menceritakan kepada aku ibnu Uyainah meriwayatkan kepada aku Yazid dari Busira melihat abi Sa’id seperti ini”.

2. Mengucapkan Salam Atas Penghuni Rumah

Jika hendak masuk rumah, maka harus mengucapkan salam terhadap keluarga, baik keluarga itu adalah seorang laki-laki, maupun seorang perempuan. Sedangkan salam yang harus diucapkan adalah salam orang-orang muslim, yaitu Asalamu 'alaikum warahmatullahi waharakatuh (semoga keselamatan, rahmat elan keberkahan atas kalian).

Diceritakan kepada kami abu Hatim al-Ansari Muslim bin Hatim, diceritekan kepada kami Muhammad bin 'Abdullah al-Ansari, dari Bapaknya, dari 'Ali bin Zaid bin Sa’id al-Musaibi dari Anas bin Malik berkata: "Rasulullah saw, bersabda: "Wahai anakku, jika engkau masuk terhadap keluargamu, hendaknya engkau mengucapkan salam, niscaya dia akan menjadi keberkahan (manfaat) terhadapmu dan terhadap keluargamu.

3. Lamanya Masa Bertamu

Biasanya dalam melakukan kunjungan (bertamu) ke rumah orang lain. Kebiasaan menginap sering dilakukan oleh masyarakat, apalagi dalam keadaan darurat, maupun di sengaja.

Yang harus diperhatikan adalah bahwa batasan-batasan waktu bertamu hanyalah tiga hari, setelah itu pulanglah segera ke tempat (rumah) masing-masing, janganlah menunggu hingga diusir tuan rumah.

Diceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf, Diberitakan kepada kami Malik dari Sa’id bin abl Sa’id al Muqabiri dari abi Syuraih al-Ka’biy, RasuIullah saw bersabda: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya, masa (waktu) diperbolehkan bertamu sehari semalam dan bertamu itu tiga hari, maka hari-hari sesudahnya adalah sodaqah. Dan tidak boleh berdiam (bertamu) sehingga ia (tuan ruma) mengeluarkannya.

Rngkasan ceramah subuh, tentang cara Rasulullah menghormati tamu dan adab seorang tamu …

Sesungguhnya Rasulullah itu tampil dalam pesona luar biasa. Beliau bukan saja beliau mengajarkan tata cara beribadah yang baik, tetapi juga mengembangkan moralitas yang sehat dan karakter pribadi yang terpuji.

Rasul tidak pernah menggunakan bahasa yang kasar dan menyakitkan; kata-kata yang buruk, buruk sangka atau kutukan; tidak emosional dan tidak kehilangan kontrol diri.

Rasul adalah pribadi yang baik hati, lemah lembut, sabar dan toleran. Iinilah yang menarik banyak orang, sehingga kurang dari 23 tahun Islam telah mengubah sifat manusia dari alam jahiiyyah menjadi alam diniyah- basyariyah, ilmiyah dan wathaniyah.

Syaikh Ibnu Sa’ad menyatakan bahwa Nabi bersabda :

”Sesungguhnya Allah Maha Dermawan dan mencintai kedermawanan, dan beliau mencintai cara-cara yang terhormat dan membenci cara-cara yang licik dan rendahan.”

Cara-cara yang indah lagi terhormat ini pulalah yang ditunjukkan oleh Rasulullah terhadap para tamunya, entah siapa, dari mana, golongan apa tidak menjadi pertimbangan.

Rasul menghormati tamu dengan wajah tersenyum merekah, memberikan tempat duduk, makan secukupnya dan menyediakan tempat istirahat bagi tamu yang jauh yang bermalam. Beliau melayani tamu sepenuh hati tanpa meninggalkan tamu sendirian di ruang tamu.

Itulah sebabnya rasulullah sangat memuji siapa pun yang menghormati tamunya, dan menyebutnya itulah orang-orang yang terbaik karena telah menjaga dengan baik antara hablum minallah dengan hablum minan nas.

Bukan hanya itu, beliau juga menegaskan dalam sabdanya :

"Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah menghormati tamunya.” (Lihat Arbai’in)

Tak hanya itu, Rasul juga mengimplementasikan dalam sekian contoh bagaimana cara menghormati tamunya. Mukjizatpun tiba. Seperti diceritakan Tsaubah, budak rasulullah, seorang tamu dari Badui (orang kampung) datang. Rasulullah duduk bersamanya di depan rumah. Mulailah beliau bertanya pria itu, apakah kaumnya bahagia dengan Islam ? Bagaimana pula dengan salat mereka ? Lalu pria itu memberikan kabar bagus kepada nabi hingga aku meihat wajah nabi berseri-seri, kemudian menjelang tengah hari, dan telah tiba waktunya makan, nabi memanggilku dan berbisik : “pergilah ke rumah Aisyah dan beri tahu bahwa nabi kedatangan tamu”.

Kemudian, Aisyah datang seraya berkata : "Demi Zat yang telah mengutusmu dengan bimbingan dan agama yang benar, kami tidak punya apa pun di rumah untuk bisa dimakan.”

Kemudian beliau mengutusku ke istri-istri beliau yang lain, dan mereka semua berkata seperti jawaban Aisyah hingga aku melihat wajah nabi saw berubah muram.

Pria Badui itu cerdas, ia sadar apa yang sedang terjadi sehingga dengan halus berkata kepada Rasulullah SAW. "Kami orang gurun sudah terbiasa dengan masa-masa sulit, tidak seperti orang kota. Salah satu dari kami bahkan sudah merasa cukup dengan beberapa remah roti dan seteguk susu, dan itulah makanan terbaik bagi kami.”

Ketika baru bicara demikian seekor kambing bernama Tsmara yang telah siap memproduksi susu lewat. Lalu nabi memanggil nama kambing itu “Tsamara-Tsmara”, sehingga kambing itu pun mendatangi Nabi.

Kemudian nabi meregangkan kaki hewan itu dan mulailah memerah susunya seraya membaca “Dengan Nama Allah” kantung susunya langsung penuh dengan susu dan beliau minta sebuah wadah sehingga aku membawakan satu untuknya.

Beliau lalu mulai memeras kambing itu dan bersabda : "Dengan nama Allah” dan beliau memenuhi wadah itu dengan susu.

Kemudian beliau bersabda:” Berikanlah ini padanya dengan nama Allah.” Aku memberikan susu itu kepada tamu dan ia minum cukup banyak, kemudian akan diletakkan wadahnya.

Nabi kemudian bersabda padanya : ”Minumlah lagi” lalu ia minum lagi lalu ingin meletakkan wadahnya. Nabi masih bersabda : "minumlah” hingga ia menjadi kenyang.

Berikutnya Nabi memeras susu lagi dan berkata : "Denghan nama Allah” dan mengisi penuh wadah itu, lalu beliau bersabda : ”Kirimkan ini pada Aisyah, dan dia boleh minum sebanyak yang ia mau.”

Aku datang lagi pada beliau, lalu beliau memeras susu kambing itu, dan beliau mengutusku ke semua istrinya yang lain. Setiap mereka telah minumnya sampai kenyang.

Beliau lalu bersabda : "berikan itu padaku”’ sehingga aku memberikan wadah, kemudian beliau memberikannya padaku dan aku meminumnya sampai kenyang, rasanya lebih manis dari pad madu, lebih harum dari pada cendana, lalu beliau bersabda : ”Ya Allah berkahilah pemiliknya.

Di saat lain ketika tiada sesuatu yang dapat disuguhkan, beliau akan mengirimnya kepada salah satu sahabatnya untuk menjamunya.

Berdasar pengalaman tersebut, lalu bagaimana etika seorang tamu? Bahrul mengutip dari As-Samarqandy dalam Bustanul Arifin mengungkapkan 4 hal, yaitu :

  1. Duduk sesuai dengan pilhan tuan rumah ;
  2. Ridha dengan apapun yang disuguhkan ;
  3. Tidak beranjak kecuali setelah diijinkan tuan rumah ; dan
  4. Mendo’akan tuan rumah sebelum pulang.

Sementara dari tuan rumah hendaknya sesekali menawarkan dan mempersilahkan tamu menikmati jamuannya; jangan terlalu lama terdiam tanpa sentuhan ungkapan yang menyejukkan; jangan biarkan tamu sendirian’ dan jangan memarahi pembantu di depan tamu.

Sekian … wallahu a’lam bissawab … ???