Retorika adalah pers yang tidak tertulis, tetapi dipidatokan sebagai media propaganda untuk membentuk pendapat umum. Retorika juga dapat diartikan sebagai komunikasi dua arah, dalam arti bahwa satu atau lebih orang, masing-masing berusaha dengan sadar untuk mempengaruhi pandangan satu sama lain melalui tindakan timbal balik satu sama lain.
Retorika berasal dari bahasa Yunani rhetorika, yang berarti seni berbicara. Pada awalnya retorika digunakan dalam perdebatan-perdebatan di ruang kuliah dan yang bersifat dua arah atau dialogis. Kemudian, pengertian ini dikembangkan menjadi suatu ilmu pengetahuan sendiri. Pergeseran retorika menjadi komunikasi massa dipelopori kaum sufi pada masa Yunani Romawi, dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dengan jalan membentuk dan membina pendapat umum.
Menurut plato retorika biasanya disebut dialectical rhetorie yang menekankan pada jiwa manusia. Maksudnya suatu kemampuan untuk mempengaruhi, mengurangi jiwa manusia secara positif kearah kebenaran dan menegangkan jiwa-jiwa manusia. Selain jenis retorika diatas aristoteles memperkenalkan dalam karyanya yang disebut retorika.
Ia membagi retorika dalam tiga jenis yaitu:
- Retorika diliberatif
- Retorika forensic
- Retorika demonstrative
Mesikipun demikian, dalam komunikasi politik tidak cukup hanya dengan menggunakan satu jenis retorika saja untuk mempengaruhi khayalak secara persuasi. Sedang persuasi dapat berarti merayu atau membujuk dengan menggugah emosi, atau dengan cara rational dengan menggugah khayalak berdasarkan kondisi dan situasi kepribadian khyalak.
Retorika pada dasarnya menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicaraan dengan pendengar dengan pendengar melalui pidato. Sedang pidato adalah konsep yang sama pentingya dengan retorika sebagai identifikasi atau sebagai simbolisme. Dengan berpidato kepada khyalak secara terbuka akan berkembang wacana public dan berlangsung proses persuasi.
Sumber:
- Definisi Retorika
Retorika (dari bahasa Yunani: ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul ‘Grullos’ atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader (orang yang mempersuasi) dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka.
Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan di atas) dan praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisis atas teks tertulis dan visual.
-
Retorika Politik
Dalam Karyanya, Retorika, Aristoteles mengidentifikasi ada tiga jenis retorika yang sering digunakan dalam peristiwa politik antara lain:- Retorika deliberatif digunakan untuk mempengaruhi orang-orang dalam masalah kebijakan pemerintah.
- Retorika forensik/yuridis yang berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu sebagai upaya menunjukkan bersalah atau tidak bersalah seseorang yang bisanya digunakan dalam proses pengadilan.
- Retorika demonstratif adalah epideiktik, wacana yang memuji dan menjatuhkan. Retorika demonstratif ini digunakan untuk memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, suatu lembaga, atau gagasan. Menurut Aristoteles, kampanye politik biasanya penuh dengan retorika demontratif dimana satu pihak menantang kualifikasi pihak lain bagi jabatan di dalam pemerintahan.
-
Retorika politik & Media Masa
Dukungan editorial oleh surat kabar, majalah, televisi dan radio juga mengikuti garis retorika demonstratif, digunakan untuk memperkuat sifat-sifat positif kandidat yang didukung dan sifat-sifat negatif lawannya. Teun van Dijk memandang retorika berita terkait erat dengan “ bagaimana jurnalis mengatakan sesuatu”.
Pendapat Aristoteles dan Dijk didukung Gill and Karen Whedbee (1998) yang berpendapat retorika memiliki beragam pengertian, tetapi semuanya mendefinisikan retorika sebagai tipe instrumental teks berita, wahana menggiring pemahaman pembaca (audiance). Asumsinya tidak semua individu atau kelompok masyarakat memiliki kesamaan akses ke saluran komunikasi (media), karena teks berita bisa menjadi hegemonik. Dalam relasi seperti itu retorika cenderung dijadikan alat dominasi atau menindas misalnya, ketika teks berita senatiasa berperspektif tunggal untuk memahami berbagai peristiwa.
Media pasti mempunyai retorika tertentu ketika memberitakan suatu masalah. Hal ini dapat diamati dari bingkai berita yang ditonjolkan. Menyusun orasi dari juru kampanye menjadi berita adalah suatu strategi wacana yang dilakukan jurnalis. Bagi jurnalis yang mendukung satu kandidat, komentar kandidat, jurkam atau pendapat tokoh mengenai satu kandidat cenderung akan dikutip apa adanya dalam teks berita. Sebaliknya jika jurnalis tidak setuju, maka komentar atau ucapan kandidat itu akan tetap dikutip dalam teks berita, tetapi biasanya dengan mengkontraskannya dengan pendapat yang berseberangan. Dengan cara itu, jurnalis secara tidak langsung mensugestikan kepada pembaca bahwa komentar calon kandidat atau tokoh itu tidak benar, dan tidak didukung banyak orang.
Referensi
Smith, Donald K. 1969. Man Speaking: A Rhetoric of Public Speech. New Jersey: Dodd Mead.
Suhandang, Kustadi, 2009, Retorika : Strategi, Teknik dan Taktik. Berpidato, Jakarta: Nuansa
Abidin, Yusuf Zainal, 2013, Pengantar Retorika, Bandung: Pustaka Setia.