Apakah yang dimaksud dengan Politik?

Politik

Secara garis besar, Politik adalah suatu seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. bagaimana pengertian politik secara lebih luas?

Dilihat dari sisi etimologi, kata politik berasal dari bahasa Yunani, yakni polis yang berarti kota yang berstatus negara kota ( city state ) (Imam, 2009). Dalam negara- kota di zaman Yunani, orang saling berinteraksi guna mencapai kesejahteraan (kebaikan, menurut Aristoteles) dalam hidupnya (Seta, 2011). Politik yang berkembang di Yunani kala itu dapat ditafsirkan sebagai suatu proses interaksi antara individu dengan individu lainnya demi mencapai kebaikan bersama.

Pemikiran mengenai politik pun khususnya di dunia barat banyak dipengaruhi oleh filsuf Yunani Kuno. Filsuf seperti Plato dan Aristoteles menganggap politics sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik ( polity ) yang terbaik (Mirjam, 2007). Namun demikian, definisi politik hasil pemikiran para filsuf tersebut belum mampu memberi tekanan terhadap upaya-upaya praksis dalam mencapai polity yang baik. Meskipun harus diakui, pemikiran- pemikiran politik yang berkembang dewasa ini juga tidak lepas dari pengaruh para filsuf tersebut.

Dalam perkembangannya, para ilmuwan politik menafsirkan politik secara berbeda-beda sehingga varian definisinya memperkaya pemikiran tentang politik. Gabriel A. Almond mendefinisikan politik sebagai kegiatan yang berbuhungan dengan kendali pembuatan keputusan publik dalam masyarakat tertentu di wilayah tertentu, di mana kendali ini disokong lewat instrumen yang sifatnya otoritatif dan koersif. Dengan demikian, politik berkaitan erat dengan proses pembuatan keputusan publik. Penekanan terhadap penggunaan instrumen otoritatif dan koersif dalam pembuatan keputusan publik berkaitan dengan siapa yang berwenang, bagaimana cara menggunakan kewenangan tersebut, dan apa tujuan dari suatu keputusan yang disepakati. Jika ditarik benang merahnya, definisi politik menurut Almond juga tidak lepas dari interaksi dalam masyarakat politik ( polity ) untuk menyepakati siapa yang diberi kewenangan untuk berkuasa dalam pembuatan keputusan publik.

Definisi politik juga diberikan oleh ilmuwan politik lainnya, yaitu Andrew Heywood. Menurut Andrey Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama (Heywood, 2007). Dengan definisi tersebut, Andrew Heywood secara tersirat mengungkap bahwa masyarakat politik ( polity ) dalam proses interaksi pembuatan keputusan publik juga tidak lepas dari konflik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya. Dengan kata lain, masing- masing kelompok saling mempengaruhi agar suatu keputusan publik yang disepakati sesuai dengan kepentingan kelompok tertentu.

Konflik dan kerja sama dalam suatu proses pembuatan keputusan publik adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan sebagai bagian dari proses interaksi antar kepentingan. Aspirasi dan kepentingan setiap kelompok dan individu dalam masyarakat tidak selalu sama, melainkan berbeda bahkan dalam banyak hal bertentangan satu sama lain (Ramlan, 1992). Oleh sebab itu, sebuah kelaziman apabila dalam realitas sehari-hari sering dijumpai aktivitas politik yang tidak terpuji dilakukan oleh kelompok politik tertentu demi mencapai tujuan yang mereka cita-citakan. Peter Merkl mengatakan bahwa politik dalam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri-sendiri ( politics at its worst is a selfish grab for power, glory, dan riches ).

Sistem Politik


Sistem politik menurut David Easton terdiri dari sejumlah lembaga- lembaga dan aktivitas-aktivitas politik dalam masyarakat yang berfungsi mengubah tuntutan-tuntutan ( demands ), dukungan-dukungan ( supports ) dan sumber-sumber ( resources ) menjadi keputusan-keputusan atau kebijakan- kebijakan yang bersifat otoritatif (sah dan mengikat) bagi seluruh anggota masyarakat (Beddy, 2016). Dari definisi tersebut, sistem politik mencerminkan sebagai suatu kumpulan aktivitas dari masyarakat politik ( polity ) untuk membuat suatu keputusan politik.

Gabriel A. Almond mengatakan bahwa sistem politik menjalankan fungsi- fungsi penyatuan dan penyesuaian (baik ke dalam masyarakat itu sendiri maupun kepada masyarakat lain) dengan jalan perbuatan atau ancaman untuk dilaksanakan walaupun agak bersifat paksaan (Sukarna, 1981). Hal ini mempertegas pernyataan Easton bahwa keputusan-keputusan politik yang dihasilkan dari kerangka kerja sistem politik sifatnya mengikat sehingga unsur paksaan dalam pelaksanaannya merupakan implikasi yang tidak dapat dihindari.

Selanjutnya, Easton mengajukan suatu definisi sistem politik yang terdiri dari tiga unsur, diantaranya yaitu:

  • sistem politik menetapkan nilai (dengan cara kebijaksanaan),
  • penetapannya besifat paksaan atau dengan kewenangan, dan
  • penetapan yang bersifat paksaan itu tadi mengikuti masyarakat secara keseluruhan.

Dari pendapat tersebut, maka sistem politik menunjukkan adanya unsur,

  • pola yang tetap antara hubungan manusia, yang dilembagakan dalam bermacam-macam badan politik,

  • kebijakan yang mencakup pembagian atau pendistribusian barang-barang materiil dan immateril untuk menjadi kesejahteraan atau membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai negara secara mengikat,

  • penggunaan kekuasaan atau kewenangan untuk menjalankan paksaan fisik secara legal, dan

  • fungsi integrasi dan adaptasi terhadap masyarakat baik ke dalam maupun ke luar.

Sistem politik berkaitan erat dengan sistem pemerintahan dan sistem kekuasaan yang mengatur hubungan-hubungan individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan negara dan antara negara dengan negara. Dengan demikian, secara sederhana, sistem politik dapat diartikan sebagai satu-kesatuan aktivitas yang saling berhubungan untuk mengatur relasi antara negara dengan masyarakatnya maupun negara dengan negara lainnya.

Adapun untuk memahami sistem politik, menurut Easton ada empat ciri atau atribut yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu:

  • Unit-unit dan Batasan-batasan Suatu Sistem Politik
    Di dalam kerangka kerja suatu sistem politik, terdapat unit-unit yang satu sama lain saling berkaitan dan saling bekerja sama untuk menggerakkan roda sistem politik. Unit-unit ini adalah lembaga- lembaga yang sifatnya otoritatif untuk menjalankan sistem politik seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, partai politik, lembaga masyarakat sipil, dan sejenisnya. Unit-unit ini bekerja di dalam batasan sistem politik, misalnya cakupan wilayah negara atau hukum, wilayah tugas, dan sebagainya.

  • Input-output
    Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. Input yang masuk dari masyarakat ke dalam sistem politik berupa tuntutan dan dukungan . Tuntutan secara sederhana dijelaskan sebagai seperangkat kepentingan yang belum dialokasikan secara merata oleh sistem politik kepada sekelompok masyarakat yang ada di dalam cakupan sistem politik. Di sisi lain, dukungan merupakan upaya dari masyarakat untuk mendukung keberadaan sistem politik agar terus berjalan. Output adalah hasil kerja sistem politik yang berasal baik dari tuntutan maupun dukungan masyarakat. Output terbagi menjadi dua, yaitu keputusan dan tindakan yang biasanya dilakukan pemerintah. Keputusan adalah pemilihan satu atau beberapa pilihan tindakan sesuai tuntutan dan dukungan yang masuk. Sementara itu, tindakan adalah implementasi konkret pemerintah atas keputusan yang dibuat.

  • Diferensiasi dalam Sistem
    Sistem yang baik haruslah memiliki diferensiasi (pembedaan atau pemisahan) kerja. Di masa modern adalah tidak mungkin satu lembaga dapat menyelesaikan seluruh masalah. Misalkan saja dalam pembuatan undang-undang pemilihan umum di Indonesia, tidak bisa cukup Komisi Pemilihan Umum saja yang merancang kemudian mengesahkan DPR. Tetapi, KPU. lembaga kepresidenan, partai politik dan masyarakat umum dibatkan dalam pembuatan undang-undangnya. Meskipun bertujuan sama, yaitu memproduksi undang-undang, lembaga-lembaga tersebut memiliki perbedaan di dalam dan fungsi pekerjaannya.

  • Integrasi dalam Sistem
    Mekipun dikehendaki agar memiliki diferensiasi (pembedaan atau pemisahan), suatu sistem tetap harus memerhatikan aspek integrasi. Integrasi adalah keterpaduan kerja antarunit yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Suatu sistem politik dapat dikatakan selalu mempunyai kapabilitas dalam menghadapi kenyataan dan tantangan terhadapnya. Menurut Almond ada enam kategori kapabilitas sistem politik yang didasarkan pada klasifikasi input dan output sistem politik, yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik sebagai berikut:

  • Kapabilitas Ekstraktif, yaitu ukuran kinerja sistem politik dalam mengumpulkan SDA dan SDM dari lingkungan domestik maupun internasional.

  • Kapabilitas Distributif, distribusi ini ditujukan kepada individu maupun semua kelompok dalam masyarakat, seolah-olah sistem politik itu pengelola dan merupakan pembagi segala kesempatan, keuntungan, dan manfaat bagi masyarakat.

  • Kapabilitas regulatif, yaitu ukuran kinerja sistem politik dalam menyelenggarakan pengawasan tingkah laku individu dan kelompok yang berada di dalamnya, maka dibutuhkan pengaturan.

  • Kapabilitas simbolik, yaitu ukuran kinerja sistem politik dalam kemampuan mengalirkan simbol dari sistem politik kepada lingkungan intra-masyarakat maupun ekstra-masyarakat. Petunjuk tentang tingginya kapabilitas simbolik ditentukanoleh atau bergantung pada kreasi selektif pihak pemimpin dan pada penimbaan yang penuh olehnya terhadap seperangkat penerimaan atau daya reseptif masyarakat

  • Kapabilitas responsif, yaitu ukuran kinerja sistem politik yang merujuk seberapa besar daya tanggap suatu sistem politik terhadap setiap tekanan yang berupa tuntutan baik dari lingkungan intra-masyarakat (domestik) maupun ekstra-masyarakat (internasional).

  • Kapabilitas Dalam Negeri dan Luar Negeri, yaitu ukuran kinerja sistem politik yang merujuk bahwa sejauh mana kapabilitas suatu sistem politik dapat berinteraksi dengan lingkungan domestik dan lingkungan internasional.

Proses Politik


Teori proses politik ( the Political Process Theory ) lebih banyak memfokuskan kepada faktor-faktor yang memungkinkan warga negara biasa membentuk suatu gerakan sosial mereka sendiri yang bertentangan dengan masyarakat yang dominan.Dengan demikian, proses politik erat kaitannya dengan upaya perubahan sosial. Proses politik ( political process ) adalah mengacu kepada suatu keadaan dimana ketika orang berusaha memperoleh akses pada kekuasaan politik dan menggunakannya untuk kepentingan mereka atau kelompok mereka sendiri (Maladi, 2015).

Proses politik dapat dimaknai sebagai perjuangan memperoleh akses atau jalur politik demi mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Selain itu, proses politik sarat dengan kepentingan sehingga berimplikasi terhadap struktur masyarakat yang saling beroposisi. Harus disadari bahwa kesepakatan sosial dan kendali sosial tidak pernah lengkap, konflik antara individu dengan kelompok, serta antara kelompok dengan kelompok adalah sesuatu yang selalu menyatu dalam kehidupan manusia sehari-hari (Maladi, 2015).

Proses politik adalah pola-pola politik yang dibuat oleh manusia dalam mengatur hubungan antara satu sama lain (Mirjam, 2007). Dalam interaksi antara satu sama lain, proses politik diwadahi dalam suatu sistem politik. Proses dalam setiap sistem dapat dijelaskan sebagai input dan output . Input itu sendiri merupakan tuntutan serta aspirasi masyarakat dan juga dukungan dari masyarakat. Input ini kemudian diolah menjadi output , kebijaksanaan, dan keputusan-keputusan, yang akan dipengaruhi oleh lingkungan sosial.

Gabriel A. Almond mengatakan bahwa proses politik dimulai dengan masuknya tuntutan yang diartikulasikan dan diagregasikan oleh parpol, sehingga kepentingan-kepentingan khusus itu menjadi suatu usulan kebijakan yang lebih umum, dan selanjutnya dimasukkan ke dalam proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh badan legislatif dan eksekutif. Dengan demikian, proses politik erat kaitannya dengan aktivitas infrastruktur politik seperti kelompok penekan dan partai politik maupun suprastruktur politik seperti eksekutif dan legislatif.

Kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota yang berstatus negara (city state). Aristoteles dan plato menganggap politik adalah suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik yang terbaik.

Pada waktu itu Aristoteles menyebut politik dengan zoon politikon yang kemudian terus berkembang menjadi polites (warga negara), politeia (hal-hal yang berhubungan dengan negara), politika (pemerintahan negara), lalu terakhir menjadi politikos (kewarganegaraan).

Miriam Budiardjo menyampaikan bahwa politik merupakan bermacam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut.

Politik adalah segala urusan yang menyangkut negara atau pemerintahan melalui suatu sistem politik yang menyangkut penentuan tujuan dari sistem tersebut dan cara mencapai tujuan tersebut.

Tujuan Politik


Sebagai suatu kegiatan dalam sistem politik maka politik sendiri memiliki beberapa tujuan. Tujuan politik yang ada di Indonesia dan secara umum dapat dilihat sebagai berikut:

  • Adanya suatu politik memiliki tujuan agar kekuasaan yang ada di masyarakat maupun pemerintah diperoleh, dikelola, dan diterapkan sesuai dengan norma hukum.
  • Kedua, adanya politik dapat menciptakan kekuasaan di masyarakat maupun pemerintah yang demokratis.
  • Adanya politik dapat membantu terselenggaranya kekuasaan pemerintah dan masyarakat yang mengacu pada prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Politik bertujuan mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia.
  • Melindungi hak-hak semua warga negara Indonesia dan menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban warga negara.
  • Menjaga keamanan dan perdamaian negara.
  • Menjaga kehidupan sosial yang seimbang untuk kemajuan bangsa.

Macam Macam Sistem Politik


Sistem Politik sendiri menurut Prof. Sri Sumantri merupakan pelembagaan dari hubungan antara manusia yang berupa hubungan suprastruktur dan infrastruktur politik.

Suprastruktur politik merupakan lembaga legislatif negara, lembaga eksekutif negara, dan lembaga yudikatif. Sedangkan infrastruktur politik terdiri dari 5 komponen, yaitu tokoh politik, partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, serta alat komunikasi politik.

Ada beberapa sistem politik secara umum digunakan dan yang dikenal di Indonesia. Berikut ini beberapa macam sistem politik:

  1. Sistem Politik Liberalisme
  2. Sistem Politik Fasisme
  3. Sistem Politik Komunisme
  4. Sistem Politik Monarki
  5. Sistem Politik Totaliteralism
  6. Sistem Politik Oligarki
  7. Sistem Politik Demokrasi

Menurut Penelitian Paramita, Politik berasal dari Bahasa Yunani “politeia” yang berarti kiat memimpin kota (polis). Secara prinsip, politik merupakan upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat.

Menurut Arsitoteles, politik adalah usaha warga negara dalam mencapai kebaikan bersama atau kepentingan umum. Politik juga dapat diartikan sebagai proses pembentukan kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Dari definisi yang bermacam-macam tersebut, konsep politik dapat dibatasi menjadi :

  1. Politik sebagai kepentingan umum
    Politik merupakan suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan dan jalan, cara, serta alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara, dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan itu. Politik dalam pengertian ini adalah tempat keseluruhan individu atau kelompok bergerak dan masing-masing mempunyai kepentingan atau idenya sendiri.

  2. Politik dalam arti kebijaksanaan
    Politik dalam arti kebijaksanaan ( policy ) adalah penggunaan pertimbangan - pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita, keinginan atau keadaan yang kita kehendaki. Kebijaksanaan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Politik memfokuskan pada pengguna kekuasaan untuk memengaruhi pengambilan keputusan dalam organisasi. Politik dalam organisasi adalah berkenan dengan perilaku politik yang terdiri dari aktivitas yang tidak tidak perlu merupakan bagian dari peran formal individual, tetapi memengaruhi atau berusaha memengaruhi distribusi kelebihan dan kekuranga dalam organisasi.

Perilaku politik


Perilaku politik adalah perilaku di luar sistem kekuasaan normal, dirancang untuk memberikan manfaat pada individu atau sub-unit. Dengan demikian, maka perilaku politik merupakan:

  1. Perilaku yang biasanya diluar sistem kekuasaan yang legitimate dan dikenal,
  2. Perilaku yang dirancang memberikan manfaat pada induvidu atau sub-unit, sering atas beban organisasi, dan
  3. Perilaku yang dimaksud dan dirancang untuk memperoleh dan memelihara kekuasaan (Gibson, James L, John M. Ivancevich, James H. Donelly, Jr. And Robert Konopaske, 2012).

Politik Organisasional


Politik Organisasional menyangkut tindakan memengaruhi yang dimaksudkan untuk meningkatkan atau melindungi self-interest individu atau kelompok. Penekanan pada self-interest membedakan bentuk ini dengan pengaruh sosial. Manajer secara tetap ditantang untuk mencapai keseimbangan antara self-interest pekerja dengan organisasi. Apabila terjadi keseimbangan yang tepat, pengejaran self-interest pada gilirannya menuju organizational interst. Perilaku pokitik menjadi kekuatan negatif ketika self-interest mengalahkan organizational interest.

Manuver politik terutama dipicu oleh ketidakpastian. Terdapat lima sumber ketidakpastian dalam organisasi, yaitu:

  1. Unclear objectives, sasaran tidak jelas,

  2. Vague performance measures, ukuran kinerja tidak jelas,

  3. ill-defined decision processes, proses keputusan salah didefinisikan,

  4. Strong individual or group competition, kompetisi individu atau kelompok kuat dan

  5. Any type change, tipe perubahan apa saja (Kreitner dan Kinicki, 2010).

Manuver politik kebanyakan terjadi pada tingkat individual, tetapi dapat pula mencakup kelompok atau tindakan kolektif. Pada tingkat individual, self-interest pribadi dikerja oleh individu. Tetapi aspek politik koalisi dan jaringan tidak begitu tampak nyata. Di sisi politik organisasional didefinisikan sebagai manajemen dari pengaruh untuk memperoleh hasil not sunctioned oleh organisasi atau memperoleh hasil sunction dengan cara pengaruh non sunctioned. Dalam pengertian ini, manajer sering dipertimbangkan berlaku politik ketika mereka mencari tujuan mereka sendiri, menggunakan sama yang belum diberikan kewenangan oleh organisasi atau mereka yang mendorong batas legal.

Strategi dan Taktik Politik


Strategi dan taktik politik antara lain dapat dilakukan dengan melakukan manajemen kesan, bermain politik, taktik politik dan proteksi diri.

1. Impression Management

Impression management atau manajemen kesan adalah merupakan suatu proses dimana orang berusaha mengontrol atau memanipulasi reaksi orang lain untuk memberikan citra diri atau gagasan mereka (Kreitner dan Kinicki, 2010). Kebanyakan impression management berusaha untuk diarahkan membuat kesan baik, good impression. Tetapi beberapa pekerja berusaha menunjukkan kesan buruk, bad impression. Apabila kesan ingin ditunjukkan pada atasan, maka dinamakan upward impression management.

Taktik upward impression management dapat dibedakan dalam tiga kategori:

  • Job-focused, memanipulasi informasi tentang kinerja seseorang,

  • Superior-focused, menghargai atau melakukan kebaikan untuk penyelia, dan

  • Self-focused, menunjukkan dirinya sebagai orang sopan dan menyenangkan.

Taktik upward impression management tidak menyenangkan yang dapat ditunjukkan bawahan adalah sebagai berikut:

  1. Decreasing performance
    Menurunkan kinerja dengan membatasi produktivitas, membuat lebih banyak kesalahan dari pada biasanya, menurunkan kualitas, mengabaikan tugas.
  1. Not working to potential
    Tidak bekerja sesuai potensinya dengan berpura-pura mengabaikan, mempunyai kapasitas tidak dipergunakan.

  2. Witdrawing
    Menarik diri dengan suka terlambat, istirahat berlebihan, berpura-pura sakit.

  3. Displaying a bad attitude
    Menunjukkan sikap buruk dengan cara mengeluh, menjadi bingung dan amarah, bertindak aneh, tidak bergaul dengan rekan kerja.

  4. Broadcasting limitation
    Menyiarkan keterbatasan dengan membiarkan rekan sekerja tahu tentang masalah fisik dan kesalahan seseorang, baik secara verbal maupun nonverbal.

Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly, Konopaske dalam Wibowo (2014) mengelompokkan taktik dalam mengelola kesan menjadi dua kategori, yaitu dengan cara self-presentation dan Other enhanchment. Self-presentation dilakukan dengan: senyum, kontak mata, nada suara positif, pakian yang sesuai, dan tingkat energi tinggi. Sedangkan Other enhanchment dilakukan dengan: melakukan kebaikan untuk orang lain, menggunakan bujukan, menunjukkan perhatian pada orang lain, menjadi pendegar yang baik, dan menyetujui pendapat orang lain.

3. Playing politics

Individu dalam organisasi yang dinilai tangkas dalam bermain politik sering dinamakan playing games. Taktik dalam bermain politik dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich, Donelly, Konopaske dalam buku Wibowo (2014), antara lain adalah:

  1. Insurgency Game. Permainan ini dilakukan untuk menolak kewenangan. Misalnya penyelia diinstruksikan untuk menegur pekerja tertentu karena melanggar kebijakan organisasi. Teguran tersebut dapat disampaikan menurut perasaan dan pendapat penyelia, dapat dilakukan dengan setengah hati atau dilakukan dengan agresif.

  2. Counter insurgency Game. Sering seseorang pada posisi kewenangan melawan balik ketika menghadapi teguran. Atasan penyelia mungkin harus memonitor secara berhati-hati apakah kebijakan yang berkaitan dengan teguran diikutin.

  3. Sponsorship Game. Merupakan permainan yang lebih bersifat langsung, di mana seseorang menempelkan diri pada seseorang yang mempunyai kekuasaan. Sponsor biasanya adalah atasan yang bersangkutan atau orang lain dengan kekuasaan dan status lebih tinggi.

  4. Coalition-Building Game. Sebuah sub-unit dapat meningkatkan kekuasaannya dengan membentuk aliansi atau koalisi dengan sub-unit lain. Kekuatan dalam jumlah gagasan di dorong oleh pembangunan koalisis.

  5. Line versus staff Game. Permainan manajer lini versus staf penasihat telah lama terjadi dalam organisasi. Permainan ini membuka kewenangan lini membuat keputusan operasi melawan keahlian staf penasihat. Antara keduanya terdapat pertentangan karena perbedaan nilai dan kepribadian.

  6. Wistle-blowing Game. Merupakan usaha memberikan informasi kepada seseorang tentang praktik organisasi itu perilaku yang melawan hukum atau konflik dengan nilai atau keyakinan personal.

Taktik politik yang dapat ditempuh dapat berupa (Kreitner dan Kinicki, 2010) :

  1. Attacking or blaming others, menyerang atau menyalahkan orang lain. Dipergunakan untuk menghindari atau meminimalkan hubungan dengan kegagalan. Bersifat reaktif ketika bergunjingan dilibatkan. Proaktif ketika tujuan adalah menguranggi kompetisi atas sumber daya terbatas.

  2. Using information as a polotical too, menggunakan informasi sebagai alat politik. Menyangkut menyembuyikan maksud atau distorsi informasi.

  3. Creating a favourable image (impression management), menciptakan citra menyenangkan. Mengikuti norma organisasional dan menarik perhatian pada keberhasilan dan pengaruh seseorang. Menerima penghargaan atas penyelesaian orang lain.

  4. Developing a base support, membangun dasar dukungan. Mandapatkan dukungan sebelumnya untuk sebuah keputusan. Membangun komitmen orang lain pada keputusan melalui partisipasi.

  5. Praising others (ingratiation), menghargai orang lain. Membuat orang berpengaruh merasa nyaman.

  6. Forming power coalitions with strong allies, membentuk koalisi kekuasaan dengan sekutu kuat. Menggabung dalam tim orang kuat yang dapat memperoleh hasil.

  7. Associating with influential people, asosiasi dengan orang berpengaruh. Membangun jaringan dukungan baik di dalam maupun di luar organisasi.

  8. Creating obligation (reciprocity), menciptakan tanggung jawab, menciptakan utang sosial. Apabila kita melakukan kebaikan, maka orang lain berutang kebaikan kepada kita.

Referensi

Wijaya, Candra. 2017. Perilaku Organisasi. Medan : Lembaga Peduli Pengembangan
Pendidikan Indonesia (LPPPI).

Dari segi etimologis kata politik berasal dari bahasa Yunani, polis yang dapat berarti kota atau negara-kota. Dari kata polis ini kemudian diturunkan kata-kata lain seperti “polites” (warga negara) dan “politikos” nama sifat yang berarti kewarganegaraan ( civic ), dan “politike techne” untuk kemahiran politik serta “politike episteme” untuk ilmu politik. Kemudian orang Romawi mengambil alih perkataan Yunani itu dan menamakan pengetahuan tentang negara (pemerintah) “ars politica”, artinya kemahiran (kunst) tentang masalah-masalah kenegaraan (Isjwara, 1982).

Menurut Duverger (1993), sejak manusia pertama kali berpikir tentang politik, mereka terombang-ambing di antara dua pengertian (interpretasi) yang saling bertentangan secara diametrik.

  • Sebagian orang menafsirkan politik secara hakiki adalah pergolakan pertempuran. Kekuasaan memungkinkan kelompok dan individu-individu yang memegangnya untuk mempertahankan dominasinya terhadap masyarakat dan mengeksploitasinya; kelompok dan individu lain menentang dominasi dan eksploitasi dengan berusaha melawan dan membinasakannya.

  • Tafsiran kedua menganggap politik sebagai suatu usaha untuk menegakkan ketertiban dan keadilan. Kekuasaan melindungi kemakmuran umum dan kepentingan umum ( common good ) dari tekanan dan tuntutan kelompok-kelompok kepentingan yang khusus.

Selain kedua tafsiran tentang politik tersebut, dalam kepustakaan ilmu politik, berbagai pandangan tentang konsep atau arti dari politik: misalnya: negara dipandang sebagai inti dari politik; kekuasaan dipandang sebagai inti dari politik; politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum; politik berkaitan dengan kebijaksanaan umum; dan politik adalah berkaitan dengan masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana.

Dari berbagai perbedaan pandangan tersebut, Budiardjo (1983) menyimpulkan bahwa unsur-unsur pokok yang terkandung dalam pengertian politik, mencakup; negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan pembagian.

  • Pertama, Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh rakyatnya. Pandangan yang menekankan negara sebagai inti dari politik memusatkan perhatian pada lembaga-lembaga kenegaraan serta bentuk formalnya. Pandangan ini bersifat tradisional dan ruang lingkupnya agak sempit, dan disebut sebagai pendekatan institusional ( institutional approach ).

  • Kedua, Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Pandangan yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik, menekankan pada masalah perjuangan kekuasaan dengan tujuan untuk kepentingan seluruh masyarakat. Pandangan ini banyak terpengaruh oleh sosiologi, ruang lingkupnya lebih luas dan lebih dinamis daripada pendekatan institusional karena memperhatikan proses.

  • Ketiga, Keputusan ( decision ) adalah membuat pilihan di antara beberapa alternatif. Sedangkan istilah Pengambilan Keputusan ( decision making ) menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. Pengambilan keputusan sebagai konsep dari politik menyangkut keputusan- keputusan yang diambil secara bersamaan (kolektif) dan yang mengikat seluruh masyarakat. Keputusan-keputusan itu dapat menyangkut tujuan masyarakat, dan menyangkut kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk mencapai tujuan itu. Setiap proses membentuk kebijaksanaan umum atau kebijaksanaan pemerintah adalah hasil dari suatu proses mengambil keputusan, yaitu memilih di antara beberapa alternatif, yang akhirnya ditetapkan sebagai kebijaksanaan pemerintah.

  • Keempat, Kebijaksanaan ( policy ) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Pada prinsipnya pihak yang membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Pandangan yang menekankan aspek kebijaksanaan umum menganggap bahwa setiap masyarakat mempunyai beberapa tujuan bersama. Cita-cita bersama ini ingin dicapai melalui usaha bersama, dan untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana yang mengikat, yang dituang dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan ( policies ) oleh pihak yang berwewenang, dalam hal ini pemerintah.

  • Kelima, Pembagian ( distribution ) dan alokasi ( allocation ) adalah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Pandangan yang menekankan pada pembagian dan alokasi melihat politik sebagai kegiatan membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai secara mengikat. Menurut pandangan ini, tidak meratanya pembagian nilai dapat menyebabkan konflik. Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik atau benar, sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang mempunyai harga, dan sebagainya. Nilai dapat bersifat abstrak, seperti kejujuran, kebebasan berpendapat, kebebasan mimbar, dan sebagainya. Nilai juga dapat bersifat konkret/nyata (material) seperti rumah, kekayaan, dan sebagainya.

  • Dari berbagai pandangan tentang politik, umumnya ahli politik cenderung melihat politik sebagai suatu kemahiran, sehingga dalam kaitannya dengan ilmu politik berarti ilmu dan kemahiran dalam bidang kenegaraan. Ilmu tentang seni memerintah. Meskipun demikian, berbagai macam pendefinisian tentang ilmu politik, seperti Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari sifat dan tujuan negara, ilmu yang menyelidiki lembaga-lembaga politik, ilmu yang menitikberatkan penyelidikannya dari statika ke dinamika politik, ilmu mengenai terbentuknya kebijaksanaan umum, dan pendefinisian menurut hakikat politik adalah suatu ilmu yang mempelajari masalah kekuasaan.