Pasal-pasal yang terkait dengan Makar, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, adalah sebagai berikut :
###Pasal 104
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
###Pasal 105
[Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 13.]
###Pasal 106
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
###Pasal 107
Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Para pemimpin dan pengatur makar tersebbut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
##Kapan seseorang dianggap melakukan makar ?
Disinilah polemik mulai muncul, karena terdapat perbedaan pendapat terkait hal tersebut.
Menurut ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Ahyani Djulfa, hal yang bisa mengategorikan suatu perbuatan sebagai makar berdasarkan pasal 87 KUHP adalah niat dan permulaan pelaksanaan.
Karena niat adalah sesuatu yang abstrak, maka aparat hukum bisa memandangnya menggunakan sudut pandang subjektif.
“Jadi segala tindakan yang menggambarkan tentang niat, itu sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan,” kata Eva, pada BBC.
Namun, ada sudut pandang objektif yang juga bisa dipakai dari sisi hukum. Sudut pandang ini menimbang kemampuan seseorang atau suatu pihak untuk mewujudkan tindakan makar.
“Kedua sudut pandang ini bisa sama-sama digunakan. Hanya saja, tergantung dari penegak hukum,” tutup Eva, pada BBC.
Apakah sudut pandang subjektif dan tergantung dari penegak hukum tidak menimbulkan permasalahan baru ?
Menurut hukumonline, BerdasarkanPasal 87 KUHP, menegaskan bahwa tindak pidana makar baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar.
###Pasal 87.
(s.d.u. dg. S. 1930-31.) Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, bila niat untuk itu telah temyata dari adanya permulaan pelaksanaan seperti tersebut dalam pasal 53. (KUHP 53, 104-108, 130, 140.)
So, pasal 87 tersebut diartikan niat saja sudah cukup atau niat yang sudah nyata ? Sehingga niat tidak dapat diartikan secara subjektif ?