Apakah yang dimaksud dengan makar menurut hukum Indonesia?

Christopher Cantwell

Baru-baru ini diberitakan terdapat 11 warga Indonesia terkait dugaan makar dan pelanggaran UU ITE pada Jumat pagi, 2 Desember 2016. Mereka merupakan aktivis dan tokoh nasional yang dianggap akan memanfaatkan aksi super damai 212 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, untuk berbuat makar.

Dugaan yang dikenakan pada mereka antara lain :

  • Berbuat makar dan bermufakat jahat
  • Penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo
  • Ujaran kebencian yang mengandung suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Ke-11 warga negara tersebut adalah ; Kivlan Zein, Adityawarman Thahar, Ratna Sarumpaet, Firza Huzein, Eko Santjojo, Alvin Indra, Rachmawati Soekarnoputri, Sri Bintang Pamungkas, dan kakak beradik Rizal dan Jamran.

Bagaimana kasus tersebut dilihat dari sudut pandang hukum di Indonesia ?

Sebelumnya , kita harus mengetahui apa itu Makar…?
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, makar diartikan sebagai akal busuk; tipu muslihat; perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang; dan juga perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.

Makar dalam pengertian hukum positif adalah berasal dari kata aanslag (Belanda), yang menurut arti harfiah adalah penyerangan atau serangan, oleh karenanya unsur makar meliputi perlawanan terhadap pemerintahan yang sah dengan maksud untuk menjatuhkan pemerintahan atau menentang kebijaksanaan yang sudah menjadi ketetapan dengan melawan hukum, baik melalui dengan kekuatan senjata maupun dengan kekuatan lainnya atau dengan cara lain.

istilah aanslag terdapat dalam KUHP , yang telah lazim diterjemahkan dengan kata makar. Di dalam pasal 53 KUHP menjelaskan tentang percobaan melakukan kejahatan yang rumusannya adalah:

  • ”Mencoba Melakukan kejahatan, dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri"

  • “Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbutan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 53 KUHP”

Dari pasal 53 KUHP jelas menyatakan bahwa terjadinya kejahatan tidak lain adalah sebuah proses, yang dimulai dengan terbentuknya kehendak / niat, kehendak dilaksanakan dengan mewujudkan bermacam-macam tingkah laku yang terdiri dari persiapan dan pelaksanaan

Kesimpulannya yaitu, makar digolongkan sebagai tindakan kejahatan karena didalamnya telah terwujud tingkah laku kehendak / niat, persiapan /perencanaan, dan pelaksanaan kejahatan. Maka dari itu Makar dapat dikenai hukum pidana yang berlaku.

Tindak pidana makar diatur dalam Buku II Bab I KUHP tentang kejahatan melanggar keamanan negara, yang pada intinya adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan disertai dengan kekerasan atau bahkan pembunuhan terhadap presiden.

Menurut KUHP, makar diatur dalam pasal 104 hingga 129. Pasal 104 KUHP menyebutkan, makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

  • Pasal 106 berbunyi, makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun

  • Pasal 107 terbagi dalam dua ayat. Pertama, makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. kedua, para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal-pasal yang terkait dengan Makar, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, adalah sebagai berikut :

###Pasal 104

Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

###Pasal 105

[Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 13.]

###Pasal 106

Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

###Pasal 107

Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Para pemimpin dan pengatur makar tersebbut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

##Kapan seseorang dianggap melakukan makar ?

Disinilah polemik mulai muncul, karena terdapat perbedaan pendapat terkait hal tersebut.

Menurut ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Ahyani Djulfa, hal yang bisa mengategorikan suatu perbuatan sebagai makar berdasarkan pasal 87 KUHP adalah niat dan permulaan pelaksanaan.

Karena niat adalah sesuatu yang abstrak, maka aparat hukum bisa memandangnya menggunakan sudut pandang subjektif.

“Jadi segala tindakan yang menggambarkan tentang niat, itu sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan,” kata Eva, pada BBC.

Namun, ada sudut pandang objektif yang juga bisa dipakai dari sisi hukum. Sudut pandang ini menimbang kemampuan seseorang atau suatu pihak untuk mewujudkan tindakan makar.

“Kedua sudut pandang ini bisa sama-sama digunakan. Hanya saja, tergantung dari penegak hukum,” tutup Eva, pada BBC.

Apakah sudut pandang subjektif dan tergantung dari penegak hukum tidak menimbulkan permasalahan baru ?

Menurut hukumonline, BerdasarkanPasal 87 KUHP, menegaskan bahwa tindak pidana makar baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar.

###Pasal 87.

(s.d.u. dg. S. 1930-31.) Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, bila niat untuk itu telah temyata dari adanya permulaan pelaksanaan seperti tersebut dalam pasal 53. (KUHP 53, 104-108, 130, 140.)

So, pasal 87 tersebut diartikan niat saja sudah cukup atau niat yang sudah nyata ? Sehingga niat tidak dapat diartikan secara subjektif ?

Bagaimana dengan kasus Mantan Presiden RI, yaitu Soeharto dan Abdurahman Wahid ?

Seperti kita ketahui bersama, Soeharto dan Abdurahman Wahid turun dari kursi presiden karena tekanan-tekanan pihak luar yang menginginkan turunnya Soeharto dan Abdurahman Wahid dari kursi presiden.

Soeharto mengundurkan diri dan Abdurahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR.

Tetapi sebelumnya kedua kejadian tersebut terjadi, terdapat usaha-usaha tertentu dari seseorang maupun kelompok warga Indonesia yang menginginkan turunnya Soeharto dan Abdurahman Wahid dari kursi presiden.

Apakah usaha-usaha tersebut dapat dikatakan sebagai makar ?