Apakah yang dimaksud dengan fasik?

Fasik secara etimologi berarti “keluar dari sesuatu”. Sedangkan secara terminologi berarti seseorang yang menyaksikan, tetapi tidak meyakini dan melaksanakannya. Dalam agama Islam, pengertian dari fasik adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya.

Apakah yang dimaksud dengan fasik ?

1 Like

Secara etimologi kata fasik berasal dari bahasa Arab yaitu fasaqa, kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia ialah kata sifat yang berarti tidak mengindahkan perintah Tuhan (berkelakuan buruk, jahat, dan berdosa besar); orang yang percaya kepada Allah swt., tetapi tidak mengamalkan perintahnya, bahkan melakukan perbuatan dosa.

Kata tersebut mengalami perubahan setelah diserap ke dalam bahasa Indonesia, karena perbuatan fasik dalam bahasa aslinya, yakni bahasa Arab adalah isim fa’il yang artinya orang yang berbuat fasik. Akan tetapi dalam bahasa Indonesia, untuk menunjuk pelakunya disebut ‘orang fasik’.

Kata fasik pada dasarnya berasal dari akar kata fasaqa-yafsuqu-fisqan fusuqan yang mempunyai arti keluar dari jalan yang hak, kesalehan, serta syariat.

Ibn Faris menyebutkan bahwa kata yang terdiri dari huruf fa, sin, qaf bermakna keluar dari ketaatan.

Kata ini apabila ditinjau dari segi perubahan bentuk atau harakatnya, maka akan menunjukkan beberapa arti, tetapi pada intinya sama yang menunjukkan pada sesuatu yang buruk. Misalnya fasuqa yang berarti mesum, cabul, sesat; fassaqa yang berarti mendustakan; tafsiq yang berarti tidak lurus atau tidak sesuai; dan fisq atau fusuq yang berarti maksiat.

Jadi, kata fasik diidentikan dengan sesuatu yang buruk dan mencakup segala sesuatu yang dianggap merusak.

Untuk lebih jelasnya, terdapat dua ungkapan yang sering digunakan dalam menggambarkan pengertian fasik secara bahasa.

  • Pertama, Ungkapan yang menunjukkan bahwa tikus disebut berbuat fasik apabila keluar dari sarangnya. Begitu pula tikus disebut al-fuwaisiqah yang berakar dari kata fisq karena tikus keluar dari sarangnya yang kemudian datang kepada manusia akan tetapi cenderung merusak dan merugikan, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

    Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Hammad Ibn Zaid, dari Kasir Ibn Syinzir, dari ‘Ata’, dari Abu Rabah, dari Jabir berkata: Rasulullah saw. bersabda tutuplah bejana-bejana, ikatlah tempat-tempat air minum, kuncilah pintu-pintu, dan matikanlah lampu-lampu. Karena sesungguhnya al-fuwaisiqah (tikus) mungkin lari menendang sumbuh dan membakar penghuni rumah (HR. al-Tirmizi)

  • Kedua, Ungkapan yang menunjukkan bahwa kurma disebut fasik apabila keluar dari kulitnya atau terkelupas. Secara umum, isi atau biji buah-buahan yang keluar atau terkelupas dari kulitnya akan menyebabkan biji buah-buahan tersebut menjadi jelek, minimal lebih rendah kualitasnya bila dibandingkan dengan buah-buahan yang masih utuh. Hal tersebut disebabkan oleh tidak terpeliharanya biji buah-buahan yang sudah terkelupas dari kulitnya itu dari kuman-kuman atau dari hal-hal yang dapat merusak.

Dua ungkapan yang telah dikemukakan di atas tentang term fasik, pada dasarnya dapat menunjukkan kepada pengertian ‘keluar’ dengan penekanan pada hal-hal jelek, berbahaya, dan mengandung pengertian yang tidak baik. Dengan demikian, apabila fasik sebagai sikap, ucapan, dan perbuatan tercela dilakukan akan menimbulkan kerugian bagi sekitarnya seperti tikus yang keluar dari sarangnya dan menimbulkan juga kerugian bagi pelakunya seperti buah yang terkelupas dari kulitnya.

Dari ungkapan-ungkapan ini juga dapat dipahami bahwa term-term fasik dalam ungkapan kebahasaan, tidaklah memberikan pengertian mengenai dosa. Akan tetapi yang jelas bahwa contoh-contoh yang telah dikemukan cukup memberikan gambaran bahwa adanya hal-hal yang jelek, merusak, dan berbahaya bagi kehidupan manusia dibalik ungkapan-ungkapan tersebut.

Term fasik yang ditunjukkan kepada manusia belum populer digunakan di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya al-Qur’an (zaman jahiliyah). Hal ini dinyatakan oleh Ibn al-A‘rabi> bahwa kata fisq tidak pernah terdengar disifatkan kepada manusia dalam pembicaraan orang Arab sebelum turunnya al-Qur’an. Akan tetapi setelah Rasulullah saw. diutus menjadi nabi dan rasul, term fasik sebagai sikap, ucapan, dan perilaku tercela menjadi populer di kalangan umat Islam, karena terdapat di dalam al-Qur’an.

Terminologi


Fasik dalam terminologi Islam mencakup pengertian keluar dari ketentuan-ketentuan syariat, keluar dari ketaatan kepada Allah, keluar dari jalan yang benar, keluar atau meninggalkan perintah Allah, dan keluar dari hidayah Allah.

Pengertian ini menunjukkan bahwa fasik secara literal adalah pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Oleh karena itu, orang fasik adalah sebutan bagi orang yang telah mengakui sekaligus menaati hukum-hukum agama kemudian melanggarnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Dalam kaitan ini juga orang-orang kafir terkadang disebut juga fasik. Sebab pada hakikatnya mereka telah meruntuhkan ketentuan-ketentuan syariat yang secara akal dan fitrah manusia, mereka telah mengakuinya.

Akibat pelanggaran pada ketentuan, di dalam syariat fasik termasuk dalam kategori dosa, baik dosa besar maupun kecil.

Term Fasik dalam al-Qur’an


Term fasik dalam al-Qur’an mempunyai enam bentuk di dalam pengungkapannya. Sebanyak 54 kali term fasik terulang yang secara umum dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu fi‘l madi, fi‘l mudari‘, isim masdar, dan isim fa‘il.

1. Fi‘l Madi

Term fasik dalam bentuk verba lampau dalam al-Qur’an ada empat. Yakni terdapat dalam QS. al-Kahfi/18: 50, QS. Yunus/10: 33; al-Isra’/17: 16; dan alSajadah/32: 20.

Ada tiga makna yang ditunjukkan term fasik dalam bentuk verba lampau.

  • Pertama, bentuk verba lampau dari satu segi menunjukkan bahwa objek yang ditunjuk ialah orang-orang yang telah berbuat fasik yang melakukan dosa besar, baik pelakunya umat terdahulu maupun yang hidup di zaman turunnya al-Qur’an, atau lainnya yang pernah terjadi di masa lalu. Misalnya dalam QS. al-Kahfi/18: 50:

    Dan (Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam!‛ Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturanannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim.

    Ayat ini menunjukkan bahwa Iblis telah berbuat fasik. Hal ini karena Iblis tidak melaksanakan perintah Allah swt. yakni perintah untuk sujud kepada Adam. Perbuatan semacam ini merupakan sikap yang tercela dan tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang hamba.

  • Kedua, term fasik dalam bentuk verba lampau ditujukan kepada orang-orang kafir. Misalnya dalam QS. al-Sajadah/32: 20

    Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat kediaman mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: “Rasakanlah azab neraka yang dahulu kamu mendustakannya.”

    Fasik yang dimaksud dalam ayat ini ialah orang kafir, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Tabari dan al-Razi. Akan tetapi mazhab Muktazilah menjadikan ayat ini sebagai penguat terhadap pendapat mereka bahwa fasik adalah posisi tengah di antara mukmin dan kafir.

    Menurut al-Qadi’ ‘Abd al-Jabbar sebagaimana dikutip oleh H. Muhammad Galib M., bahwa ayat ini merinci perbedaan mukmin dan fasik.46

  • Ketiga, term fasik dalam bentuk verba lampau juga menunjukkan bahwa peristiwa yang diceritakan pasti akan terjadi. Misalnya dalam QS. Yunus/10: 33 dan QS. al-Isra’/17:16:

    Demikianlah Telah tetap (hukuman) Tuhanmu terhadap orang-orang yang fasik, karena Sesungguhnya mereka tidak beriman.

    Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi jika mereka melakukan kedurhakaan dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (hukum Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu).

    Kedua ayat ini merupakan ancaman bagi orang yang telah berbuat fasik bahwa mereka kelak di akhirat pasti akan memperoleh siksa dari Allah swt.

2. Fi‘l Mudari‘

Term fasik dalam bentuk verba sedang dalam al-Qur’an ada enam. yaitu dalam QS. al-Baqarah/2: 59; QS. al-An‘am/6: 49; QS. al-A‘raf/7: 163 dan 165; dan QS. al-Ankabut/29: 34 serta dalam QS. al-Ahqaf/46: 20.

Secara umum, diketahui bahwa penggunaan verba sedang menunjukkan suatu peristiwa yang sedang berlangsung atau yang akan terjadi (masa depan). Namun, terkadang bentuk verba sedang menunjukkan suatu perbuatan yang terus-menerus dilakukan jika ada qarinah (tanda), misalnya gabungan antara verba lampau dengan verba sedang. Dalam hal ini term fasik yang diungkap al-Qur’an dengan verba sedang, menunjukkan bahwa pelakunya berbuat fasik secara terus-menerus, baik yang dilakukan oleh umat terdahulu sebelum Rasulullah saw., diutus maupun kefasikan yang dilakukan oleh orang kafir, serta dapat juga umat Islam. Seperti dalam QS. al-Baqarah/2: 59:

Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (perintah lain) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Maka kami turunkan malapetaka dari langit kepada orang-orang yang zalim itu karena mereka (selalu) berbuat fasik.

Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang berbuat zalim (verba lampau), yakni orang mengerjakan sesuatu yang tidak diperintahkan padahal sebelumnya telah ada perintah yang seharusnya dikerjakan, dianggap berbuat fasik (verba sedang) dan akan diberikan siksa.
Dalam hal ini dapat juga dilihat pada QS. al-An‘am/6: 49:

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami akan ditimpa azab karena mereka selalu berbuat fasik.

Ayat ini menunjukkan bahwa orang mendustakan (verba lampau) ayat-ayat Allah swt., baik ayat kauniyah (alam) maupun qauliyah (kitab suci) dianggap berbuat kefasikan. Atas perbuatan ini, mereka akan mendapatkan azab dari Allah swt.

Dalam gaya bahasa al-Qur’an, perbuatan yang telah berlalu kemudian diungkap kembali dengan verba sedang menunjukkan pada dua kemungkinan, yaitu menggambarkan keindahan atau kejelekan peristiwa yang diceritakan. Mengingat bahwa fasik merupakan perbuatan melanggar ketentuan atau hukum Allah swt., maka term fasik yang diungkap menunjukkan kejelekan dan ketercelaan. Seperti perbuatan umat-umat terdahulu yang diungkap kembali al-Qur’an dalam bentuk verba sedang. Misalnya dalam QS. al-Ankabut/29: 34:

Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota Ini karena mereka berbuat fasik.

Ayat ini berkenaan dengan perilaku umat Nabi Lut yang dahulu melakukan homoseksual di kota Sodom. Perbuatan mereka dalam ayat ini diungkap sebagai salah satu kefasikan dalam bentuk verba sedang. Oleh karena itu, ini menunjukkan bahwa mereka melakukan perbuatan tersebut secara terus-menerus dan hal ini termasuk perbuatan yang jelek.
Contoh lain dalam QS. al-A‘raf/7:163:

Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabat, (yaitu) ketika datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, padahal di hari-hari yang bukan Sabat ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami menguji mereka disebabkan mereka berlaku fasik.

Ayat ini memaparkan perilaku yang dahulu dilakukan oleh Bani Israil, yaitu melanggar aturan pada hari Sabtu. Pada masa itu, hari Sabtu merupakan hari yang di khususkan beribahah kepada Allah swt. sehingga tidak boleh ada yang bekerja. Ketika Allah swt. menguji Bani Israil dengan munculnya banyak ikan pada hari itu, sementara di hari lain ikan tidak muncul, mereka melanggar aturan pada hari itu.

Atas perbuatan mereka, al-Qur’an mengungkapkannya sebagai salah satu kefasikan dalam bentuk verba sedang. Oleh karena itu, ini menunjukkan kejelekan perbuatan mereka.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pengungkapan term fasik dalam bentuk verba sedang yang didahului verba lampau, menunjukkan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus serta betapa jelek perbuatan tersebut.

3. Isim Masdar

Term fasik yang diungkapkan dengan verba infinitif atau masdar dalam alQur’an ada tujuh yakni pada QS. al-An‘am/6: 121 dan 145; serta QS. al-Maidah/5: QS. al-Hujurat/49: 7 dan 11; serta QS. al-Baqarah/2: 197 dan 282.

Secara umum diketahui bahwa verba infinitif atau masdar merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak dikaitkan dengan waktu tertentu. Dengan kata lain, masdar adalah perubahan kata kerja menjadi kata benda (abstrak) setelah dibebaskan dari unsur waktu.

Term fasik dengan bentuk sebanyak tiga kali, semuanya berkaitan dengan keharaman beberapa jenis makanan. Seperti ayat-ayat berikut:

QS. al-Maidah/5: 3:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. al-An‘am/6: 121 dan 145:

121
Dan janganlah kamu memakan (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.60

145
Katakanlah: “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi - Karena semua itu kotor - atau hewan yang disembelih bukan atas nama Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa, bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh Tuhanmu Maha Pengampun, Maha penyayang”.

Menurut Ahmad Syauqi al-Fanjari bahwa diharamkannya beberapa jenis makanan di dalam ayat-ayat tersebut karena dapat berbahaya bagi manusia, baik fisik maupun mentalnya. Bangkai, darah, binatang mati karena tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk, atau diterkam binatang buas, dapat menimbulkan keracunan makanan. Sementara itu binatang yang disembelih bukan dengan nama Allah swt. diharamkan karena dapat mencampur-adukkan akidah tauhid dengan syirik.

Sementara term fasik dalam bentuk secara umum menunjukkan pada perbuatan maksiat, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Seperti dalam QS. alBaqarah/2: 197:

(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan mengerjakan (ibadah) haji dalam(bulan-bulan) itu janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang mempunyai akal sehat!

Kefasikan dalam ayat ini terjadi dalam bentuk ucapan yang menurut komentar para mufassir ialah dusta, mencaci maki, saling memanggil dengan gelar yang buruk, keluar dari batasan-batasan syariat, keluar dari ketaatan, melakukan hal-hal yang terlarang, dan lain sebagainya. Hal ini terkait pada pelaksanaan ibadah haji, dimana calon jemaah haji dituntut untuk menghindari interaksi yang dapat menimbulkan disharmoni, kesalahpahaman, dan keretakan hubungan di antara jemaah.

Demikian pula Allah swt., berfirman dalam QS. al-Hujurat/49: 11:

Wahai orang-orang yang beriman! janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi (mereka yang diperolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

Ayat ini menunjukkan laranga mencela diri sendiri. Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu tubuh, Seperti memanggil dengan panggilan yang buruk yang tidak disukai. Dalam hal ini Rasululullah saw. bersabda:

Telah menceritakan kepada kami Muh}ammad Ibn 'Ar’arah berkata, Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Zubaid berkata: Aku bertanya kepada Abu Wa’il tentang Murji`ah, maka dia menjawab: Telah menceritakan kepadaku Abdullah bahwa Nabi saw. bersabda: mencerca orang muslim adalah fasik dan memeranginya adalah kufur".

Dalam surah al-Hujurat/49 : 7, Allah swt. berfirman:

Dan Ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah di dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.

Ayat ini memaparkan bahwa orang yang taat kepada Rasul, hatinya dijadikan cinta kepada keimanan dan dijadikan benci kepada kekufuran, kefasikan, dan kedurhakaan. Fasik dalam ayat ini lebih menekankan pelanggaran dalam bentuk ucapan. Oleh sebab itu, mereka yang tidak dapat mengendalikan ucapannya akan melukai perasaan orang lain dan mengurangi kualitas keimanannya.

Sebagian mufassir mengartikan fasik dalam ayat ini dengan dusta berdasarkan konteks ayat. Sementara terkait perbuatan terdapat dalam QS. al-Baqarah/2: 282:

…maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Ayat ini menjelaskan bahwa jangan mempersulit para penulis dan saksi
dalam konteks bermuamalah, karena hal yang demikian termasuk dalam kefasikan.
Dengan demikian, term fasik dalam bentuk infinitif atau masdar
menunjukkan pada kategori dosa kecil yang banyak mengarah pada orang mukmin.
Jika dikembalikan pada kaidah umum bentuk verba infinitif atau masdar, maka
kefasikan pada orang mukmin dapat terjadi tanpa dikaitkan dengan waktu tertentu
(dapat terjadi kapanpun).

4. Isim Fa‘il

Term fasik yang diungkap dengan menunjukkan pelaku atau isim fa‘il di dalam al-Qur’an sebanyak 37 kali. Bentuk ini terbagi atas dua macam, yakni sebagai berikut:

  • Tunggal (mufrad) disebutkan dua kali, yaitu dalam QS. al-Hujurat/49: 6 dan QS. al-Sajadah/32: 18.
  • Plural (Jama‘) disebutkan sebanyak 35 kali, yaitu dalam QS. al-Baqarah/2: 99 dan 26; QS. Ali ‘Imran/3: 82 dan 110; al-Maidah/5: 26, 25, 47, 49, 59, 81, dan 108; QS. al-Taubah/9: 8, 24, 53, 67, 80, 84, dan 96; QS. al-Nur/24: 4 dan 55; QS. al-Ahqa>f/46: 35; al-Hadi>d/57: 16, 26, dan 27; QS. al-H{asyr/59: 19 dan 5; QS. al-A‘raf/7: 102 dan 145; al-Anbiya’/21: 74; QS. al-Naml/27: 12; QS. alQasas}/28: 32; QS. al-Zukhruf/43: 54; QS. al-Zariya>t/51: 46; QS. al-Saf/61: 5; QS. al-Munafiqun/63: 6.

Kata yang berbentuk isim fa‘il pada dasarnya menunjukkan tiga hal secara bersamaan, yakni adanya peristiwa, terjadinya peristiwa, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Dengan demikian, suatu peristiwa yang diungkapkan dengan isim fa‘il mengandung ungkapan yang lebih komplit dibanding jika diungkap dalam bentuk lain. Dalam salah satu kaidah tafsir yang menyatakan bahwa kata benda dalam bentuk isim fa‘il bersifat tetap dan permanen. Namun, kaidah ini belum begitu valid untuk diterapkan pada semua bentuk isim fa‘il dalam al-Qur’an, tapi secara umum kaidah ini dapat diterima.

Jadi, term fasik yang diungkap dengan isim fa‘il mengandung makna bahwa kefasikan itu telah menjadi bagian dari diri seorang. Sebagai contoh dapat dilihat dalam QS. al-Naml/27: 12:

Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan ke luar putih (bersinar) tanpa cacat. (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan macam mukjizat (yang akan dikemukakan) kepada Fir’aun dan kaumnya. Mereka benar-benar orang-orang yang fasik".

Ayat ini menunjukkan bahwa perilaku Fir’aun dan kaumnya telah berbuat kefasikan yang menyatu dengan diri mereka. Contoh lain terdapat dalam QS. al-Anbiya’/21: 74:

Dan kepada Luth, kami berikan hikmah dan ilmu, dan Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang melakukan perbuatan keji. Sungguh, mereka orang-orang yang jahat lagi fasik.

Ayat ini menunjukkan bahwa perilaku homoseksual yang termasuk kefasikan telah menjadi suatu yang menyatu dalam diri umat Nabi Luth.

Untuk mendapatkan pemahaman makna secara komprehensif terkait term fasik dalam al-Qur’an, selain yang diungkap dalam berbagai bentuk jadiannya (isytiqaq), dapat pula dirujuk pada sejarah turunnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah periode makkiyah dan madaniyah.

  • Term fasik yang termasuk dalam kategori makkiyah ada 20 ayat dengan pembicaraan yang cukup beragam. Kefasikan dalam ayat-ayat makkiyah, belum ada yang merujuk secara eksplisit bahwa pelakunya orang-orang beriman. Akan tetapi lebih banyak berbicara tentang pembangkangan umat-umat terdahulu terhadap ajaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul terdahulu. Dengan kata lain bahwa term fasik dalam kategori makkiyah, lebih banyak merujuk pada konteks kekafiran.

    Adapun pemberian predikat fasik kepada orang-orang kafir, menunjuk pada sisi lain dari kekafiran mereka. Namun, terdapat juga term fasik dalam kategori makkiyah menyangkut makanan yang diharamkan, yakni binatang halal yang disembelih tanpa menyebut nama Allah swt., seperti dalam QS. al-An‘am/6: 121.

  • Term fasik yang termasuk dalam kategori madaniyyah, mengalami perkembangan. Pada ayat-ayat madaniyyah disamping merujuk pada orang kafir, orang Islam juga termasuk, baik dosa besar seperti menuduh wanita muhs}an berbuat zina, maupun dosa-dosa kecil seperti saling bertengkar dalam pelaksanaan ibadah haji. Namun, term fasik dalam kategori ini lebih banyak merujuk kepada dosa-dosa besar yang dampaknya dapat merusak ketentraman masyarakat.

Fasiq dalam bahasa Arab, fasik atau fusuq adalah sifat atau kepribadin yang ditujukan untuk orang-orang yang menjauh dari kebanaran dan tuntunan ilahi. al-Quran sering menggunakan istilah fasik ini bagi orang-orang kafir yaitu mereka yang mengingkari kebenaran tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT.

Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya. QS. Al-'Ahqaf [46] : 20

Namun demikian, kefasikan juga terkadang ditujukan kepada orang-orang beriman tetapi gemar melakukan dosa dan kemaksiatan. Sebab, baik seseorang itu sebgai orang kafir maupun sebagai orang beriman dengan keimanan yang lemah selama dia melakukan dosa dan kemaksiatan perlawanan dan pembangkangan terhadap agama, serta mengajak orang lain untuk melakukan hal yag sama dengan apa yang mereka lakukan, maka mereka itulah salah satu dari barisan tentara setan yang menyesatkan.

Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Dzilalil Quran memaknai fasik sebagai orang yang menyimpang dan keluar dari ketaatan kepada Allah. Sedangkan Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menafsirkan Kata (fasiqan) terambil dari kata fa-sa-qa yang digunakan oleh bahasa Arab untuk melukiskan keluar/terkelupasnya kulit buah yang telah matang. Seorang yang keluar dari koridor ajaran agama juga dinamai fasiq kendati ia teteap mengaku beriman dan mengucapkan dengan lidahnya kedua kalimat syahadat, dan lebh-lebih lagi yang tidak mengakuinya.

Menurut Asy-Syarif Ali Bin Muhammad al-Jarjaniy dalam kitab at-Ta’rifat, bahwa yang dimaksud dengan ‘fasik’ adalah orang yang telah menyaksikan tetapi tidak mengamalkanya, juga tidak mengi’tiqadkanya.

Sedangkan menurut sebagian pendapat ulama, ‘fasik’ yaitu melakukan dosa besar dengan tidak merasa malu, atau melakukan dosa kecil yang terus menerus. Dengan demikian, apa yang dilakukan orang munafik itu sudah melewati batas dari kefasikanya. Mereka tidak saja melakukan dosa besar dengan terang-terangan mereka juga berani menentang Allah dengan menginjak-injak hukumnya serta menipu allah dengan berpura-pura beriman

Terdapat 54 term fasiq dengan kata jadianya di dalam Alquran. Makna generik fasik adalah “keluarnya kacang dari kulitnya”. Makna inilah yang dipakai masyakat Arab pra Islam. Menurut ibn Khalawiyah, term fasiq sudah dikenal sejak masa jahiliyah (pra Islam), kemudian diadopsi oleh Islam dengan diberi perspektif yag lebih luas.

Sedangkan term munafik merupakan peristilahan yang digunakan oleh Islam, namun tidak dikenal oleh orang Arab jahiliyah, berbeda dengan Ibn al-A’rabi yang menyatakan bahwa term fasiq tidak pernah di dengar oleh telinga orang Arab jahiliyah, juga tidak dalam sya’ir-syair mereka. Karena itu, term ini menjadi sesuatu yang sangat istimewa yang diperkenalkan oleh Islam.

Maka di dalam Alquran term fasiq merupakan perpindahan dari makna hakiki ke makna majazi. Orang yang fasiq , berarti ia melempar dan mnyimpangkan berita yang sebenarnya.

Zamakhsari memaknai fasiq adalah keluar dari yang dimaksud. Sebagian ulama ada yang memahami term fasiq sebagai orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah, karena melakukan dosa-dosa besar. Orang seperti ini anatara dua posisi; mukmin dan kafir (almanzilah bain manzilatain), istilah ini diperkenalkan oleh Abu Huzaifah Washil bin Atha’.

Orang yang tidak lagi mengindahkan perintah dan larangan agama, disebut sebagai orang yang melupakan Allah. Dia inilah yag termasuk kategori orang fasiq. Dia sudah tidak merasa takut lagi kepada Allah, berbuat semena-mena tanpa hukum, selalu melakukan hal-hal yang merugikan, dan hanya memperturutkan keinginan syahwatnya. Dalam hal ini Allah menegaskan:

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik. QS. Al-Hijr:19.

Melupakan Allah merupakan pintu segala kemaksiatan, sehingga orang munafik senagat mudah terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Hal itu dikarenakan rasa control terhadap dirinya sudah lepas.Akibatnya semua perbuatan yang dilakukan tanpa control akal sehat, hingga tepat sekali bila mereka melupakan Allah. Faktor yang menyebabkan seseorang melupakan Allah memang banyak sekali. Namun yang paling dominan adalah sangat mencintai keduniaan, dan keinginan nafsu yang tidak terkendalikan.

Berangkat dari faktor ini. Mengakibatkan seseorang sangat cenderung kepada kehidupan duniawi, melupakan kehidupan ukhrawi. Akhirnya dia menjadikan segala ukuran terhadap sesuatu didasarkan pada ukuran materi, baik kebahagiaan maupun penderitaan, ketenangan maupun kegelisahan, bahkan segalanya sangat tergantung kepada materi, hingga sangat tidak percaya terhadap ketentua Allah. Karena itu, Allah memperingatkan kepada orangorang beriman agar tidak terhanyut terhadap kesenangan-kesenangan duniawi yang sangat sementara, yang menyebabkan dirinya lupa kepada Allah dan mendapatkan kerugian besar di akhirat.

Dalam hal ini Allah Berfirman:

Hai orang-orang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Barang siapa berbuat demikia maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Al-Munafiqun:9

Allah juga telah memberikan jalan keluar bagi orang-orang beriman, agar mereka tidak hanyut dan tidak terbawa oleh pengaruh orang-orang yang lupa kepada Allah maka mereka diperintahkan agar menjauhi orang-orang yag menjadikan kemewahan dunia sebagai tujuan utama dalam hidupnya.

Dalam hal ini Allah telah menegaskan:

Maka berpalinglah, hai Muhammad, dari orang-orang yang berpaling dari peringatan kami, dan tidak menginginkan sesuatu kecuali kehidupan duniawi. QS. An-Najm:21

Ayat ini bukan menunjukkan bahwa sebagai orang beriman harus meninggalkan keduniaan sama sekali, seperti para pendeta, namun Islam justru melarang kehidupan seperti pendeta. Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk berusaha dan mengambil bagian kesenangan hidup dengan disertai dzikkir kepada Allah.

Dalam hal ini Allah menegaskan:

Lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli, mengingat Allah, dan dari mendirin shalat, dan dari membayar zakat. Mereka takut pada suatu hari yang dihari itu hati dan pengelihatan menjadi goncang. QS. An-Nur:37

Dalam ayat lain Allah juga berfirman:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan kebahagiaan dari kenikmatan duniawi. QS. Alqhassas:77

Melupakan Allah akan membawa dampak yang besar bagi setiap orang ditengah pergaulan, kecuali bagi mereka yang beriman yang tidak terbawa arus kecintaan terhadap kemewahan dunia. Sebab orang beriman akan mampu membentengi diri dari serangan yang mengajak dirinya melupakan Allah haya karena urusan keduniaan. seperti apapun indahnya dunia justru akan menambah keimanan mereka. Karena semua itu disikapi sebagai bukti keagungan Allah, dan kedloifan hamba-hambanya. Hati mereka bertambah teguh dalam mencari keridloan Allah, dan menjauhi segala bujuk rayu setan. Oleh karena itu orang fasik juga termasuk orang yang melupakan Allah sebagaimana tersirat dalam ayat berikut .

Wahai orang-orang Yang beriman! bertaqwalah kepada Allah (dengan mengerjakan suruhanNya dan meninggalkan laranganNya); dan hendaklah tiap-tiap diri melihat dan memerhatikan apa Yang ia telah sediakan (dari amal-amalnya) untuk hari esok (hari Akhirat). dan (sekali lagi diingatkan): bertaqwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat meliputi pengetahuannya akan Segala Yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang Yang telah melupakan (perintah-perintah) Allah, lalu Allah menjadikan mereka melupakan (amal-amal Yang baik untuk menyelamatkan) diri mereka. mereka itulah orang-orang Yang fasik durhaka. QS. Al-Hasyr ayat 18-19

Langkah dosa yang hampir sama hukumannya dengan musyrik adalah Munafik, Fasik, Kafir, dan Murtad.

Langkah-langkah dosa ini kadang-kadang kita terjerat ada di dalamnya maka dari itu penulis mencoba mengklasifikasikan perbuatan dosa tersebut supaya kita jangan hanya mengetahui “Munafik, Fasik , Kafir, dan Murtad” tapi kita tidak mengetahui yang bagaimana yang dikatakan masuk dalam golongan dosa tersebut, untuk itu mari kita kenali ciri dan sifat-sifatnya.

Fasik

Orang-orang fasik adalah orang yang pada dasarnya mengetahui dan meyakini kebenaran hukum-hukum Allah. Akan tetapi, mereka melanggarnya dan menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang sudah ditentukan Allah. Adapun orang yang fasik dapat dilihat dari ciri-cirinya yakni.

1. Orang fasik adalah orang yang tidak dapat menyimak tanda-tanda Allah QS (2 : 26).

Sesungguhnya Alloh tidak segan untuk membuat perumpamaan berupa seekor nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman maka mereka mengetahui bahwa perumpamaan itu benar-benar dari tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan,”Apakah maksud Alloh dengan perumpamaan ini“. Dengan perumpamaan itu banyak yang sesat dan dengan perumpamaan itu pula banyak yang mendapatklan petunjuk. Dan tidak ada yang sesat dengan perumpamaan itu kecuali orang-orang yang fasik.

Jadi jelas orang-orang yang fasik selalu bertanya jika ada tanda-tanda dari Alloh bukannya menyadari dan meyakini kepada Alloh malahan selalu bertanya.

Contoh, kalau mereka diperlihatkan dengan kejadian-kejadian alam, berupa bencana atau apa saja maka mereka selalu bertanya mengapa begini, mengapa begitu. Padahal jelas bahwa kejadian itu akibat perbuatan manusia itu sendiri atau disebabkan oleh kecerobohan manusia itu sendiri. Bukannya semakin mendekatkan diri kepada Allah malahan mereka mempertanyakan kepada Allah,kalau ditimpakan kepada mereka satu kejadian yang merugikan mereka selalu bertanya “Dosa apa yang telah aku perbuat ya Allah sehingga terjadi begini“.

Demikianlah pekerjaan orang-orang yang fasik.

2. Orang fasik adalah orang yang selalu mengingkari perjanjiannya QS (2 : 27).

Orang-orang yang melanggar perjanjian Alloh sesudah pejanjian itu teguh,dan memutuskan apa yang diperintahkan Alloh untuk menyambungkan silaturahmi dan membuat kerusakan di muka bumi, itulah orang-orang yang rugi.

Jelas orang-orang fasik itu sulit untuk dipercaya, mereka selalu melanggar perjanjiannya sendiri. Mereka membuat jurang permusuhan semakin dalam karena mereka selalu mengingkari janjinya dan mereka selalu merusak di muka bumi ini. Maksudnya adalah mereka merusak tatanan kehidupan aturan-aturan kemasyarakatan ataupun aturan-aturan kehidupan yang lainnya, padahal mereka mengetahui kalau melanggar mengetahui akibat yang akan mereka dapatkan.

Contoh, dalam tatanan penghijauan mereka mengetahui kalau hutan banyak ditebang akan menimbulkan bencana longsor atau banjir karena penyerapan air tidak ada. Akan tetapi, dengan dalih memperbaiki lingkungan mereka menebang hutan dijadikan tempat-tempat peristirahatan atau dijadikan vila, maka jelaslah akan terjadi longsor dan kekurangan air, atau akan terjadi banjir. Ada lagi banyak sawah petani yang tadinya bagus yang tadinya panennya baik, dengan dalih pembangunan. Mereka membuat perumahan-perumahan di tempat tadi maka jadilah sawah dan ladang petani itu hilang. Adapun yang tersisa hasilnya tidak memuaskan tidak seperti sebelum dibangun perumahan maka dengan demikian terjadilah kemiskinan di mana-mana akibat sawah dan ladangnya habis dipakai lahan perumahan.

Sekarang mari kita simak Qs ( 2 : 11 – 12 )

11. Dan bila dikatakan kepada mereka:“Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi”. mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.”

12. Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.

Dengan ayat ini menegaskankepada kita bahwa sesungguhnya jawaban-jawaban yang mengatas namakan memperbaiki pada kenyataannya memang akhirnya tindakan itulah yang akhirnya merusak lingkungan banyak contoh-contoh yang sudah terjadi, dengan dalih memperbaiki lingkungan akhirnya merusak lingkungan dengan daklih menegakkan kebenarn akhirnya mereka sendiri yang merusak persaudaraan dan sebagainya dan sebagainya yang sudah tampak kerusakan di semua sektor , sektor ekonomi, sektor budaya, sektor alam pokoknya “ IPOLEKSOSBUDHANKAM “ semua sudah rusak dengan dalih memperbaiki.

Mari kita simak Qs ( 30 – 41 )

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Alloh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Jelas dengan ayat ini tampak kerusakan dilautan tatanan kehidupan laut lingkungan laut rusak sudah jelas juga di daratan tatanan kehidupan alam dan sebagainya dengan demikian sebetulnya agar kita kembali kepada benar kembali kepada jalan yang sudah di tentukan oleh Alloh dan yang sudah di contohkan oleh Rosul-Nya , inilah salah satu cirinya orang fasik yang selalu merusak di muka bumi ini.

Dan kalau kita perhatikan pada kehidupan kita juga sehari-hari kita sudah berjanji akan patuh dan taat kepada Alloh dan rosul-Nya tapi pada kenyataannya tidak, di dalam rumah tanggapun sudah berjanji di depan penghulu malah suka di keraskan dengan pengeras suara, bahwa sannya akan memperlakukan istri dengan baik, tidak akan menyakiti badannya dan sebagainya dan sebagainya, tapi kenyataannya banyak pertengkaran terjadi karena memperlakukan istri tidak baik, dan dalam kenyataannya banyak istri yang mengadu karena di sakiti badannya oleh suaminya, demikian juga sebagai seorang istri berjanji di depan penghulu akan taat dan patuh kepada suami sesuai dengan perintah Alloh dan rosul-nya, tapi kenyataannya tidak malahan dia sebagai pembangkang, maka jelaslah dalam rumah tangga tersebut bukannya rukun dan damai malahan bencana terus menerus adzab Alloh menimpa keluarga tersebut dengan terus-menerus hidup dalam pertengkaran dan akhirnya akan kandaslah rumah tanggga tersebut yang akan menghasilkan derita kepada anak keturunannya. Demikianlah kebiasaan orang-orang fasik.

3. Orang fasik, orang yang selalu memutuskan tanpa hukum Allah QS (5 : 47).

Dan hendaklah pengikut-pengikut Injil memutuskan perkaran dengan apa-apa yang diturunkan oleh Alloh di dalamnya.Siapa memutuskan perkara tanpa menurut kepada hukum-hukum Alloh maka mereka termasuk orang-orang fasik.

Jadi, orang-orang fasik memutuskan perkara tidak memakai hukum-hukum Allah tetapi memakai cara tersendiri berdasarkan hawa nafsunya sendiri, padahal mereka mengetahui hukum Allah. Oleh karena satu dan lain hal atau karena hukum tersebut tidak cocok dengan hawa nafsunya, maka mereka membuat hukum sendiri sehingga keputusan itu mengarah pada keinginan hawa nafsunya.

4. Orang fasik, orang yang berpaling dan menyembunyikan kebenaran QS (61 : 5).

Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya,”Hai kaum-ku mengapa kakilan menyakitiku, sedangkan kalian mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Alloh untuk kalian” Maka tatkala mereka berpaling, Alloh memalingkan hati mereka, dan Alloh tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.

Demikianlah orang fasik tidak mematuhi Rasulnya, mereka ingin sekehendak hati mereka. Hal ini disebabkan kedengkian atau karena gengsi mereka sehingga mereka mengingkari perintah Rasulnya padahal mereka mengetahui bahwa sesungguhnya yang diingkari itu adalah perintah rasulnya. Jelas-jelas mereka menyembunyikan kebenaran karena takut kedudukan atau tuduhan dari golongannya sehingga mereka berani melanggar perintah Allah dan Rasulnya.Mari kita simak lagi Qs ( 2 : 42 )

Dan janganlah kalian Menghiasi yang hak dengan yang bathil dan janganlah kalian sembunyikan yang hak itu sedang kalian Mengetahui.

Kita dilarang untuk menghiasi pekerjaan yang kak dengan yang bathil, perbuatan ini yang mungkin karena ketidak tahuan atau karena mungkin juga menyembunyikan yang hak sehingga perbuatan itu selalu kita laksanakan.

Contoh : Dalam upacara ritual pernikahan padahal syarat pernikahan sudah mengetahuinya yaklni pengantin wanita, pengantin laki-laki,wali, maskawin, saksi , ijab dan qobul.semua juga sudah mengetahuinya akan tetapi karena adat dan kebiasaan, maka pernikahan itu menjadi berat dengan harus mengadakan pesta perkawinan dan macam-macam persyaratan yang di ada-adakan, apa lagi dalam ritual pernikahan dihiasi dengan satu acara yang jelas acara itu tidak islami, misalnya dengan mengadakan Orgen tunggal dengan penyanyi-penyanyi yang seronok sehingga menimbulkan dosa bukan di teruskan dengan acara-acara yang menimbulkan ketaqwaan kepada Alloh akan tetapi acara yang akan menimbulkan kemaksiatan.

Contoh tadi sering kita jumpai dimasyrakat Islam apakah karena ketidak mengertian ataukah karena ingin di lihat oleh orang karena kita termasuk orang kaya atau karena rasa sayang dan cinta kita kepada anak yang berlebihan sehingga kita menyembunyikan yang hak dan memunculkan yang bathil,dengan alasan apapun kita tidak boleh melaksanakannya, karena perbuatan yang seperti itu sebagian dari ciri-ciri orang fasik sehingga jika kita mengetahuinya mudah-mudahan kita bisa menghindarinya, agar kita mampu melaksanakan pengabdian kepada Allah secara sempurna dan berada pada jalan yang lurus.

Adapun adzab yang dijanjikan Allah kepada orang-orang fasik adalah sebagai berikut tercantum dalam QS (29 : 34).

Sesungguhnya Kami akan menurunkan adzab dari langit atas penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik.

Kalau kita menyimak ayat di atas, jelas kejadian-kejadian alam ini terjadi karena perbuatan kita sendiri. Untuk itu alangkah bodohnya kita kalau ada sesuatu yang menimpa pada diri kita, kita mempertanyakan kepada Allah dengan mengatakan, “Mengapa ya Allah, dosa apakah ya Allah”. Pertanyaan ini yang selalu terlontar dari mulut kita, apabila ada kejadian yang menimpa pada diri kita seolah-olah menganggap Allah salah menimpakan adzab tersebut.

Kalau kita menyimak ayat tadi tidak semata-mata Allah menurunkan adzab kalau kita sendiri tidak berbuat kesalahan, alangkah bijaknya kalau kita ditimpa permasalahan selalu introspeksi pada diri kita bahwa sesungguhnya kejadian tersebut buah dari karya yang kita perbuat.

Persamaan sifat-sifat orang fasik dengan orang-orang Munafik tersirat dalam Al-Quran QS (9 : 67).

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama. Mereka menyuruh berbuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan kedua tangannya, mereka telah lupa kepada Alloh, maka Alloh pun akan melupakannya. Orang-orang munafik adalah orang-orang yang fasik.

Jadi, jelaslah persamaan orang-orang munafik dan orang-orang fasik adalah sama-sama menggenggamkan tangannya. Dalam arti mereka enggan untuk menolong sesama, enggan untuk menafkahkan dan menginfakkan sebagian dari rizkinya di jalan Allah karena mereka menganggap rizki yang dia dapatkan hasil jerih payahnya sendiri. Mereka melupakan Allah padahal kalau tanpa karunia dan pertolongan Allah mana mungkin mereka bisa mendapatkan rizki.

Orang munafik dan fasik tidak menyadari kalau kesehatannya terganggu bagaimana mungkin mereka bisa melangkahkan kaki untuk mencari rizki, yang jelas mereka harus mengeluarkan sebagian hartanya untuk berobat supaya badannya kembali sehat. Inilah salah satu pertolongan Allah yang tanpa kita sadari banyak kita lupakan.

Cara memperlakukan orang-orang fasik sama dengan menghadapi orang-orang munafik kita juga tidak perlu merasa belas kasihan terhadap mereka.

Referensi

Antara Kata dan Perbuatan