Apakah Yang Akan Kalian Lakukan Jika Mengetahui Salah Satu Teman atau Orang Terdekat-mu Adalah Seorang LGBT?

LGBT adalah sebuah topik yang tidak akan pernah ada habisnya untuk di bahas, apalagi jika membicarakan bagaimana hak - hak seorang LGBT di negara yang menganut adat ketimuran seperti Indonesia yang sangat kental dengan budaya dan juga agama yang dimana persepsinya tentu akan berbeda jika membandingkan bagaimana penerimaan LGBT di negara - negara barat. Pada dasarnya, yang membedakan kita dengan kaum LGBT adalah, kaum LGBT ini sendiri memiliki orientasi seksual dan gender yang berbeda, tetapi sama seperti kita, mereka ini juga memiliki kehidupan yang seperti biasanya sama seperti kita. Di Indonesia sendiri eksistensi kaum LGBT itu ada, walaupun jumlahnya bisa dibilang sedikit jika kita berbicara dalam satuan angka.

Tetapi karena faktor Indonesia sebagai negara yang sangat menganut paham ketimuran dengan basis keagamaan dan budaya timur, menjadikan LGBT dianggap sebagai sebuah " kelainan " atau " penyakit " oleh sebagian besar masyarakat yang membuat kaum LGBT di Indonesia kebanyakan menyembunyikan jati diri mereka dan lebih memilih untuk bergabung dengan komunitas - komunitas LGBT yang menjadi wadah untuk mereka untuk menyuarakan pendapat mereka di tengah ancaman diskriminasi, stereotip, dan marjinalisasi dari masyarakat yang mengutuk dan menjauhi mereka. Tetapi ada juga kaum LGBT yang sudah berani mulai berekspresi di muka umum dengan serangkaian kampanye yang mendukung hak - hak hidup LGBT yang sering ada di berbagai kota besar di Indonesia.

Nah fenomena itu juga melahirkan apa yang disebut sebagai " coming out " yang dimana seseorang mengungkapkan orientasi seksual mereka kepada orang lain. Kondisi ini bisa dibilang sebuah proses yang bisa memakan waktu lama bahkan seumur hidup karena mereka yang melakukan coming out akan cenderung untuk memilih orang - orang yang dapat mereka percaya, terlebih lagi jdi dalam iklim masyarakat Indonesia yang tidak ramah terhadap LGBT.

Lalu, pertanyaanya adalah, apakah yang akan youdics lakukan jika seandainya teman atau orang terdekat youdics melakukan coming out jika mereka adalah seorang LGBT ?

Let me know in the comment

2 Likes

Pertanyaan yang menarik ya ini. Saya akan memberitahukan bagaimana reaksi saya ketika mengetahui teman saya ada yang menyukai sesama jenis. Saya memiliki 1 teman SMA yang secara terang-terangan menunjukkan bahwa dia menyukai sesama jenis. Bahkan sejak SMA dia beberapa kali berpacaran dengan sesama jenis. Namun baru sekitar 2 tahunan ini dia berani menunjukkan hubungannya kepada publik (melalui Instagram).

Saat pertama kali mengetahui bahwa dia menyukai sesama jenis tentu saja saya kaget dan tidak menyangka bahwa teman saya ada yang seperti itu. Sampai beberapa waktu saya masih merasa aneh tiap kali bertemu dengannya di sekolah dan sedikit menjauhinya. Namun setelah cukup lama, saya tersadar bahwa bagaimanapun dia tetep teman saya dan seharusnya saya tidak menjauhinya karena dia berbeda. Saya merasa bahwa dia itu salah dan menyimpang dari kodrat, namun saya juga bisa melakukan banyak hal selain tetap menjadi temannya. Saya ingin dia bisa merasa bahagia dan diterima oleh orang lain sambil berharap suatu hari dia bisa kembali ke jalan yang benar.

Menanggapi terkait topik ini, dulu waktu sekolah saya pernah punya teman yang menyukai sesama jenis itu dikelas 2 SMP. Awalnya sempat mikirnya aneh atau pubernya bermasalah gitu. Sampai pada disuatu acara yang diadakan sekolah mengadakan bincang-bincang dengan psikiater dan bermain logika untuk meningkatkan saraf motorik. Dari kegiatan ini teman saya tersebut langsung dibawa ke ruangan BK untuk dipanggil orang tuanya menjelaskan tentang bagaimana kesehatan anaknya sendiri. Dan jujur waktu jaman itu saya yang kurang ilmu juga tidak begitu mengerti, dan hanya bisa menasehati sekaligus mendengarkan cerita-ceritanya yang saya pikir itu aneh untuk didengarkan. Tapi semakin saya bertanya kepada teman tersebut saya menemukan permasalahannya karna adanya gangguan mental khususnya tekanan dari orang-orang sekitarnya yang membuat dirinya beranggapan jati dirinya yang sebenarnya bukan ini. Kebetulan teman saya itu perempuan dan ia sempat menjalin hubungan pacaran dengan sesama perempuan juga. Namun dengan begitu tidak menutupi kemungkinan untuk orang tua sendiri lebih memberikan edukasi untuk anak-anaknya dan menanam pemahaman tentang jati diri seornag anak dengan memberikan pujian-pujian kecil kepada anak. Sebab ornag tualah menjadi alasan sekaligus pendidikan dan pengajaran pertama sekali berasal dari orang tua. Juga pengaruh lingkungan sekitar harus benar-benar diperhatikan untuk tumbuh perkembangan anak sendiri.

Easier said than done. Lebih mudah bicara/mengetik seperti ini, tapi siapa yang tahu kalau suatu saat nanti aku benar-benar ada di posisi ini? Apa aku bisa melakukan semua yang telah di-planned? Tapi begini saja, deh:

Aku mau mencoba menghilangkan kata “teman” dulu, ganti saja dengan “orang secara umum.” Kalau aku tahu ada orang yang LGBT, apa reaksiku? Mudahnya, tidak ada reaksi khusus. Heran? Mungkin. Kaget? Mungkin. Tapi sampai memberi reaksi khusus, memberi perlakuan khusus (baik positif atau negatif), itu semua mungkin tidak. Aku akan tetap melihat mereka sebagai manusia yang perlu dihormati dan diberi respect. Masalah seksualitas mereka bukan urusanku, sama seperti urusan-urusan pribadi mereka yang lain yang mana sama sekali bukan urusanku. Aku punya pikiran bahwa aku mungkin saja mengingatkan mereka (kalau berkaitan dengan agama), tapi aku tidak akan secara gamblang melakukannya. Tidak ditanya, lalu tiba-tiba memberi jawaban. Bukan seperti itu. Mungkin ditunggu momentumnya, mungkin ditunggu dulu sampai dia butuh opini dan saran… intinya tunggu saja, karena itu bukan urusanku. Tapi logikanya, karena aku membayangkan “orang secara umum” dan bukan “teman”, jadi pastinya lebih mudah untuk tidak digubris dan tetap berlagak biasa saja. Tidak menjauh, tidak mendekat, tidak dimusuhi, tidak digosipkan, intinya biasa saja.

Nah, kalau teman? Semuanya sama, perbedaannya adalah, karena “teman” berarti cukup dekat dengan kita, kita bisa membantu dengan selalu ada buat dia. Tentunya menjadi LGBT akan banyak cobaannya, dan sebagai teman yang baik dan sebagai orang yang tahu bagaimana caranya menjadi teman yang baik, aku bakal mencoba untuk selalu ada buat dia. Kalau memang tidak setuju dengan LGBT (salah satunya aku), kita bisa menolong dengan cara mendengar keluh kesahnya, curhatnya, rasa gelisahnya. Kita tidak perlu buka-bukaan mendukung LGBT, tidak perlu buka-bukaan demo untuk melegalkan LGBT–dengan mendengarkan saja, orang bisa tenang. Setelah mendengarkan pun kita juga tidak perlu bersimpati seolah kita mendukung mereka 100%–hanya saja, pastikan bahwa teman kita ini paham bahwa kita tidak bisa dan tidak mau mendukung LGBT, tapi bukan berarti kita akan meninggalkan si teman. Menurutku poin ini penting, sih. Di mana harus ada kejujuran karena topik ini sensitif. Si teman harus paham 100% bahwa kita akan mencoba untuk selalu ada, tapi kita tidak bisa mendukung atau bahkan setuju dengan LGBT ini. (Ini cara kalau memang kalian tidak mendukung. Kalau mendukung berarti you do you.)

1 Like

Menarik! Di dunia seni hal ini sering sekali dijumpai. Saya memiliki beberapa teman yang seperti itu, awalnya saya agak kaget dengan perlaku teman cowo saya yang seperti banci tapi seiring berjalannya waktu saya jadi terbiasa bahkan ketika saya ia menyukai sesama saya sama sekali tidak merasa kaget. Walaupun saya sempet tidak percaya sedikit, tetapi saya melihat langsung jadi saya percaya saat itu. Sayang sekali memang bahkan teman saya itu ganteng tapi sukanya malah sesama jenisnya. Kita memang harus ada toleransi antar sesama, tapi sering kali saya ingin sekali menasehati agar jalannya jadi benar tapi saya tidak bisa melakukan itu.

Apa yang saya lakukan ya? entahlah, mau menasehati juga rasanya percuma. Saya sendiri pernah berteman dan sialnya menyukai orang ini yang merupakan LGBT. Dia sih belum pernah terus terang kepada siapapun kalau dia gay, tetapi dari bukti-bukti yang saya temukan itu sangat mengarah kuat kalau dia seorang gay. Awalnya tentu saja saya kaget, tapi tidak langsung menjauhi dia. Saya bahkan pernah berusaha agar dia bisa suka ke lawan jenis dengan memberikan perhatian yang lebih ke dia. Tapi setelah beberapa bulan bahkan setahun, rasanya sangat sulit untuk mengubahnya karena saya tetap menemukan bukti-bukti kalau dia tetap tertarik dengan laki-laki. Akhirnya saya menyerah dan mencoba menjauh dari dia dengan lost contact.

kebetulan saya pernah mengalaminya sendiri, ketika salah satu teman yang dekat dengan saya bahkan hingga saat ini masih sering menyapa melalui pesan singkat karena dia kuliah ke benua lain. ia menyatakan bahwa dirinya adalah salah satu dari kaum LGBT tersebut.

awalnya ia bertanya mengenai pendapat saya terkait kaum tersebut, jawaban saya hanya sekedar “ya selama ia tidak memaksa untuk menjalin hubungan dengan aku dan tidak mengganggu kehidupanku terserah aja. tapi mungkin emang kurang sesuai sama norma di Indonesia” mungkin karena saya merespon positif akhirnya ia berbicara terang-terangan kepada saya.

dan respon saya saat itu menganggap ia bercanda awalnya karena memang dia sering acting dan membohongi saya dalam konteks bercandaan. tetapi setelah saya mengetahui itu bukan bercandaan saya menanggapinya dengan serius dan membiarkannya untuk cerita. karena menurut saya ia sudah cukup lama memendam perasaan tersebut dan menyembunyikan jati dirinya yang itu.

diakhir saya hanya sekedar mengingatkan karena kami sama-sama muslim, dan hal tersebut dilarang karena di agama kami menyatakan bahwa kami diciptakan dengan berpasang-pasangan (laki-laki dengan perempuan). tetapi saya tidak menghakimi sama sekali, kalau dia tidak mau mendengarkan juga yasudah yang penting saya sudah melaksanakan kewajiban saya sebagai seorang muslim.

pada akhirnya ia meminta saran kepada saya bagaimana cara untuk menghilangkan kebiasaan tersebut, dan saya menyarankan untuk konsultasi kepada psikiater. Alhamdulillah hingga saat ini ia masih mengikuti terapi dengan psikiater dan telah memiliki seorang kekasih lawan jenis bahkan mereka rencananya akan menikah akhir tahun ini.

Pertanyaan yang menarik dan juga berat walaupun hanya pengandaian saja. Saya pribadi sejauh ini belum pernah punya teman yang LGBT. Namun, salah satu cara yang akan saya lakukan jika mempunyai teman yang LGBT adalah tetap memperlakukannya sebagai manusia biasa. Dalam hal ini, saya siap menjadi pendengar untuk keluh kesahnya atau rintangan yang dia hadapi selama dia juga tak memberikan pengaruh LGBT kepada teman-teman saya dan juga kepada saya.

Hal yang menjadi pembeda antara kita dengan kaum LGBT hanya terletak pada orientasi seksual dan gendernya saja. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk memilih dan memutuskan menjadi LGBT. Jangan mempengaruhi dan memaksakan pandangan anda tersebut kepada teman-teman saya maupun diri saya juga karena saya rela memutuskan hubungan pertemanan jika sudah berani melakukan hal tersebut. Intinya, perlakukanlah manusia, tak peduli apapun perbedaannya, sebagaimana kau ingin diperlakukan juga.

I will support them all the way! Yeay! Saya merasa bahwa pertemanan bukan didasari dari orientasi seksual seseorang. Saya berteman dengan orang lain biasanya dari bagaimana kami memiliki hal yang bisa dibicarakan, dibagi, dan didiskusikan bersama. Saya akan menghargai dan menghormati apapun keputusannya, menerima sebagaimana dirinya, baik dengan kekurangan dan kelebihannya. Dan juga menjadi pendengar yang baik untuk setiap cerita yang akan diberikan.

Saya terkenal diantara teman-teman saya sebagai seseorang yang meski mau dicurhatin masalah separah apapun reaksinya akan cuma ‘oh’ biasa saja. Di sins bukan berarti saya tidak peduli, tentu saya masih terkejut, namun saya tidak terlalu mengekspresikannya, sok heboh, untuk menjaga kenyamanan teman saya, dan tidak terlalu mempermasalahkan masalah moralnya, dengan cepat menerima dan membicarakannya layaknya masalah biasa.

Dengan hal itu banyak orang yang menjadikan saya teman curhat, dan mendengar seberapa banyak teman saya yang LGBT sudah tidak lagi membuat saya kaget.

Mungkin diskusi ini bukan diskusi untuk saya karena, saya membosankan, jawaban saya jika ditanya seperti ini langsung pasti “oh, ya sudah.” wkwkwk

Meski begitu, jika ada salahsatu teman pria saya yang bercerita bahwa dirinya menyukai sesama jenis, dan bahwa yang ia sukai adalah saya … ya itu urusan beda lagi XD

Kebetulan saya adalah orang yang kontra terhadap kasus seperti ini. Namun, jika ada orang lain yang saya kenal maupun tidak memilih untuk menjadi lgbt, saya tidak akan menghina nya. Semua orang punya pendapat yang berbeda. Saya tidak akan melakukan apapun yang akan menyakitinya. Sesimple melihat seseorang yang berambut ikal ada juga yang berambut lurus. Saya akan membiarkan nya saja.

Pertanyaan yang sangat menarik! Saya pribadi memiliki beberapa teman yang memang termasuk dalam LGBTQ+. Pada agama yang saya anut, mereka yang mengklaim diri mereka LGBTQ tidaklah benar. Namun, selain saya berhubungan kepada Tuhan saya juga berhubungan dengan manusia. Sebagai sesama manusia, saya memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan. Menurut saya, mereka yang LGBTQ tetap saya terima, hargai dan hormati. Mereka juga manusia yang berhak hidup dan bahkan terkadang saya terbantu dengan pertolongan dari mereka. Saya dan mereka berteman tanpa tembok yang memisahkan. Bahkan beberapa teman terdekat saya juga mengklaim diri mereka LGBTQ.

sd dfdfdfdfdfdfweefde3efsvgfefwefefefefef
sd dfdfdfdfdfdfweefde3efsvgfefwefefefefef

Wah jujur saya tidak tau harus menjawab apa karena kebetulan saya pribadi belum pernah mendapat pengalaman bertemu dan berbincang secara langsung dengan mereka yang katanya LGBTQ. Namun, saya sendiri tidak menutup mata dan telinga bahwa mereka adalah bagian dari lingkungan kita. Saya juga tidak mencoba menangkal fakta bahwa mereka itu ada dan memiliki orientasi yang berbeda dengan kita.

Apabila dihadapkan pada keadaan seperti ini, kemungkinan besar yang akan saya lakukan adalah saya biasa saja. Tidak overreacted atau tidak juga terkesan merendahkan. Saya menyadari betul walaupun tindakan mereka katakanlah tidak dibenarkan, namun setidaknya saya mencoba menghargai keberadaannya, hak-hak nya, atas dasar rasa kemanusiaan. Toh itu semua tidak ada hubungannya dengan kita kan? Jadi untuk apa menggebu-gebu menolak kehadirannya saat kita sendiri tidak dirugikan dari segi apapun.