Apakah Semua Peserta Didik (Siswa/Mahasiswa) Harus Menguasai Seluruh Mata Pelajaran ?

mata pelajaran

Sejak mengenal bangku sekolah kita dituntut untuk bisa segala hal, contoh nya saja ketika anak-anak masuk Taman Kanak-kanak (TK) sudah dituntut untuk dapat membaca dan berhitung belum lagi ketika sudah masuk Sekolah Dasar berlanjut ke Sekolah Mengengah Pertama dan seterusanya hingga dunia Perkuliahan.

Kita dituntut agar bisa menguasai sekian banyak mata pelajaran yang notabene tidak mudah bagi otak untuk mempelajar semuanya.

Kita dapat mengambil contoh para orang-orang hebat seperti Albert Einstein dan Nikola Tesla, atau didalam agama Islam tokoh seperti Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi / Ar-Razi, mereka memiliki kepandaian keahlian pada masing-masing bidang yang mereka tekuni.

Untuk menjadi seorang yang ahli diperlukan belajar atau waktu belajar yang tidak sebentar, mereka mempelajari ilmunya dengan tekun. Hingga akhirnya dapat menjadi tokoh yang pandai pada satu bidang dan menelurkan karya hebat serta bermanfaat bagi banyak orang.

Bagaimana dengan cara pendidikan kita di Indoesia? kita dituntut untuk menguasai banyak hal, sehingga tidak sedikit pereta didik yang stres, hal ini bukannya membuat mereka panda tetapi sebaliknya menjadikan beban bagi mereka.

Bagaimana pandangan Anda tentang hal ini ? Berikan opini dan jawaban Anda.

Menurut saya pribadi, masa-masa dimana seseorang harus mempelajari seluruh mata pelajaran adalah ketika ia berada di bangku sekolah dasar. Karena anak kecil yang masih dalam masa perkembangan akan lebih mudah mempelajari sesuatu. Dengan begitu, para guru dapat lebih mudah menilai setiap murid pada bidang yang lebih menjadi ketertarikan dominan dari setiap murid tersebut. Ataupun, guru dapat memantau apakah murid tersebut pandai pada bidang-bidang tertentu.
Ketika murid tersebut naik ke jenjang SMP, murid tersebut sudah dapat memilih fokus-fokus pada bidang tertentu. Jadi ketika murid tersebut naik ke jenjang SMA, ia sudah dapat ditentukan untuk masuk kepada bidang-bidang tertentu sesuai dengan kemampuannya. Sehingga ketika ia kuliah, murid tersebut sudah tidak bingung dan tidak masuk ke jurusan yang salah.

Tulisan ini dibuat atas inspirasi Deddy Corbuzier (DC).
Mentalist nomor satu di Indonesia ini memposting sebuah link Soundcloud
yang membuat saya terdiam beberapa saat, bahkan setelah beberapa kali saya mendengarnya. Dan judul yang dipostingnya adalah sama dengan judul yang saya buat di tulisan ini. Anda bisa mendengarnya di Soundcloud.

Apakah sekolah itu penting? Jawabannya tentu saja iya. Setiap orang membutuhkan pendidikan, dan wadah yang paling tepat adalah sekolah. Sebagian besar anak diwajibkan oleh orang tuanya untuk menempuh pendidikan wajib selama 12 tahun, bahkan ada yang lebih dari itu.

Banyak anak yang tidak suka pergi ke sekolah. Mereka tidak suka belajar sebagian pelajaran yang diberikan oleh guru mereka. Mereka tidak suka dicekoki teori yang bejibun banyaknya (Saya pernah mengalami ini). Sehingga tidak heran kalau zaman sekarang anak sekolahan terkadang lebih senang belajar di luar daripada di sekolah. Itu karena sekolah melakukan sistem pemaksaan belajar kepada di murid-muridnya.

Dalam rekamannya, DC mengatakan bahwa banyak hal yang salah dalam sekolah, terutama di Indonesia. Banyak anak yang tidak sukses saat sekolah, namun mereka bisa sukses saat bekerja. Dan banyak pula anak yang sukses saat sekolah, ya bukan berarti mereka tidak bisa sukses, tapi banyak sekali yang akhirnya kerja dan menjadi pegawai biasa. Mengapa hal itu bisa terjadi? KARENA MASA DEPAN TIDAK DITENTUKAN OLEH SEKOLAH.

Menurut DC, yang diinginkan sekolah hanya satu. Sekolah ingin membentuk murid-muridnya menjadi guru. Seorang guru Matematika ingin membentuk murid-muridnya menjadi seorang guru Matematika, seorang guru Bahasa Inggris ingin membenuk murid-muridnya menjadi seorang guru Bahasa Inggris, dan begitu pula guru-guru lainnya. Anehnya, kalau kita ambil seorang guru, misalnya guru Matematika, lalu kita berikan test tentang pelajaran Geografi kepadanya, pastilah dia tidak bisa. Atau kita ambil guru Kimia lalu kita test seni rupa, pasti dia juga tidak bisa melakukan test tersebut dengan baik. Lalu mengapa, jika guru-guru tersebut tidak bisa melakukan hal yang lain dengan baik, tapi murid-muridnya dipaksa untuk mendapatkan nilai yang baik di semua mata pelajaran. Aneh kan?

“Kalau semua guru hanya bisa menguasai satu mata pelajaran, mengapa murid-muridnya harus menguasai semua mata pelajaran? Ya, mungkin untuk dasar, katanya. Tapi toh akhirnya guru itu akan sadar pada saat ia dewasa bahwa dia tidak akan menggunakan semua pelajaran yang dia pelajari sewaktu kecil. Karena pada dasarnya tidak ada manusia yang bisa sempurna di dalam segala hal, demikian pula dengan murid-murid. Dan banyak sekali pelajaran yang diberikan dan tidak akan digunakan pada saat ia dewasa,” ujarnya.

Anak sering dipaksa untuk mempelajari pelajaran yang dia tidak suka. Di sekolah, anak disuruh mempelajari pelajaran yang dia suka dan tidak suka. Dan orang tua juga ada yang salah berperan dalam hal ini. Jika seorang anak lemah di bidang Matematika dan jago di bidang Bahasa Inggris, biasanya anak akan diberikan les Matematika, dengan harapan setelah les, anaknya akan menguasai Matematika dan mendapatkan nilai yang tinggi. Lantas, mengapa tidak diberikan les Bahasa Inggris? Bukankah lebih baik berfokus pada apa yang mereka suka, lalu kemudian membantu mereka mengembangkannya? Daripada memaksa mereka untuk mempelajari apa yang tidak mereka suka? Ya, tapi bagaimana jika keadaannya diputar balik? Anda disuruh belajar dan memperdalam apa yang tidak Anda suka, sangat tidak menyenangkan bukan?

Memang ada anak yang bisa menghapal semua pelajaran dan semua teori yang diberikan oleh guru mereka dan selalu mendapatkan ranking satu di kelasnya. Tapi begitu dia menjadi dewasa, pikirannya telah terkotaki, kreativitasnya telah buntu, otak kanannya tidak akan jalan. Kenapa? Karena dari kecil yang selalu dipakai adalah otak kiri. Menghapal, menghapal, dan menghapal. Jadi akhirnya bukan pintar atau cerdik. Tapi jago menghapal. Menghapal rumus Matematika, menghapal sejarah, dsb. Dan biasanya anak-anak seperti itu tidak akan jago dalam bidang olahraga atau seni, karena otak kanannya tidak akan dipakai.

Orang tua kurang mendukung anak mereka dalam mengembangkan apa yang disukai anak mereka. Anak selalu dituntut agar bisa mendapat nilai bagus di sekolah dan menguasai semua pelajaran di sekolah. Ini sebenarnya tindakan yang salah. Tidak perlu memaksakan apa yang tidak disukai anak. lebih baik membantu anak untuk mengembangkan apa yang mereka sukai. Memang ada beberapa pelajaran yang jika merah nilainya, maka anak tidak akan naik kelas. jika ada kasus seperti ini, bantu anak-anak untuk mendapatkan nilai SECUKUPNYA; tidak harus mendapat nilai 9 atau 10. Ingat, nilai Anda di sekolah tidak menentukan masa depan Anda. Anda ranking 1 di sekolah tidak menentukan Anda akan sukses di masa depan.

Kuncinya adalah ORANG TUA. Jika ada pelajaran yang nilainya baik dan nilainya jelek, orang tua harus mendukung pelajaran yang nilainya baik dan disukai oleh sang anak, bukannya memaksanya untuk mempelajari pelajaran yang nilainya jelek sampai ia mendapat nilai sempurna. Tidak perlu takut untuk mendapat nilai jelek. Tidak perlu takut untuk tidak naik kelas. Tidak naik kelas bukan berarti masa depan hancur. Ada loh anak yang bunuh diri karena tidak naik kelas . Itu yang hancur masa depannya.

Orang tua seharusnya memberikan dukungan kepada anak-anaknya, tidak memarahi ketika pelajarannya jelek, tidak menghakimi ketika tidak semua pelajaran anak itu bisa menajdi baik. Ingat, masa depan anak tidak tergantung dari pintar tidaknya mereka di sekolah. Masa depan anak tidak tergantung pada naik kelas atau tidaknya mereka. Masa depan anak juga tidak tergantung pada nilai rapor mereka. Masa depan sebenarnya ditentukan dari cara Anda bersosialisasi dan menambah pengetahuan setiap harinya yang bisa didapat dari dimana-mana, dari buku, majalah, dan dari pengalaman orang lain. Ada anak yang tidak naik kelas karena senang main game dan sekarang, dia menjadi pemilik toko game terbesar di Indonesia. Anda juga tahu Motivator No.1 Indonesia, Andrie Wongso, yang bergelar SDTT,TBS (Sekolah Dasar Tidak Tamat, Tetapi Bisa Sukses).

Masa depan Anda tidak tergantung dari nilai sekolah Anda. Masa depan Anda tidak tergantung dari tingginya pendidikan Anda. Masa depan Anda ada di tangan Anda. Jangan takut untuk mendapatkan nilai merah karena terkadang, merah artinya sukses!

Sumber : SALAHNYA SISTEM SEKOLAH

1 Like

Sebelum membahas hal tersebut, pertanyaan dasarnya adalah, “Apakah seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah itu penting ?”

Jawabannya bisa YA dan TIDAK, bergantung dari sudut pandang kita dalam melihat sesuatu.

Bagi saya, semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah penting, sehingga kita memang benar-benar harus “menguasai” semua mata pelajaran tersebut.

Mengapa kata “menguasai” saya beri tanda kutip ?

Menguasai-pun mempunyai level yang berbeda-beda, mulai dari mengetahui hingga memahami. Untuk mencapai level tertentu, dibutuhkan keminatan dalam proses “penguasaan” mata pelajaran tersebut.

Banyak kasus di sekolah, Si A sangat “menguasai” pelajaran A, Si B sangat “menguasai” pelajaran B sedangkan Si C tidak “menguasai” di pelajaran A dan B, tetapi sangat “menguasai” di pelajaran C.
hal tersebut sangat didorong dari kemampuan dan keminatan masing-masing siswa.

Tetapi terkadang, salah satu hal yang membuat kita tidak minat dalam suatu pelajaran adalah karena Guru-nya gagal dalam menumbuhkan minat terhadap pelajaran tersebut.

Sebagai contoh, ketika saya sekolah dulu, mata pelajaran Sejarah adalah mata pelajaran yang sangat membosankan. Bagaimana tidak membosankan, kita “dipaksa” untuk menghafal tahun, tempat, nama dan lain-lain, yang sebetulnya bukan tujuan utama dari belajar Sejarah.

Belajar Sejarah harusnya dapat membuat kita belajar dari pengalaman-pengalaman terdahulu, baik cerita-cerita tentang kesuksesan maupun cerita-cerita tentang kegagalan.

Begitu juga untuk mata pelajaran lainnya, selama kita mempunyai anggapan bahwa semua mata pelajaran itu penting, maka sebaiknya kita “menguasai” semua mata pelajaran tersebut.